Selasa, 28 September 2010

PSIKOLOGI EKSPERIMEN:

PERSPEKTIF DASAR

Psikologi Eksperimen adalah cabang Psikologi yang mengkaji proses sensing, perceiving, learning, and thinking about the world.

Dalam konteks positivisme, atau empiricism, pengamatan/observasi atas proses-proses itu dilakukan dengan metode eksperimen sebagai a method or logic inquiry yang diandalkan untuk merinci (description), menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan mengendalikan (control) secara semakin akurat/precise proses-proses itu sendiri sebagai realitas.

Realitas-realitas yang saling berasosisasi, bahkan dipercaya/belief memuat the notion of determinism, bahwa perilaku pastilah bersebab, atau memliki determinan. Hanya saja realitas di sini dan sekarang (here and now) tidak dimengerti dengan pendekatan-pendekatan tenacity, intuition, authority, bahkan tidak dengan rationalism, tetapi sekali lagi dengan metode eksperimen. Jadi Psikologi Eksperimen bukan metode eksperimen itu sendiri, walau metode ini adalah satu-satunya andalannya, tetapi pertama-tama tetaplah acquiring knowledge about psychological realities.

Metode eksperimen hanyalah more acceptable means karena alat/ means ini menjamin objective observation, yaitu pengamatan yang independent of opinion or bias. Perlu diingat, yang dimaksud dengan metode eksperimen di sini adalah suatu methodology (yang memuat urutan unsur-unsur logic of inquiry mulai dari unsur identify problem and form hypothesis, unsur design experiment, unsur conduct experiment, unsur test hypothesis, sampai dengan unsur write reasearch report), bukan techniques, yang sebenarnya hanyalah specific manners in which scientif method is implemented.

Dalam konteks positivisme, masih ada metode-metode lain selain metode eksperimen, yaitu metode deskriptif, yang bermaksud menyelenggarakan deskripsi atau gambaran tentang suatu situasi, kejadian, atau kumpulan kejadian secara khusus/ partikular. Termasuk ke dalam metode deskriptif adalah naturalistic observation, secondary records, dan field studies yang terdiri atas setidaknya 4 metode: participant observation, survey (survey, correlational studies, longitudinal and cross-sectional studies), ex post facto studies, dan meta analyisis.

Tentu, metode eksperimen adalah terbaik, sejauh menjadi metode yang mampu menjamin bisa diketahuinya hubungan/asosiasi sebab-akibat di antara realitas-realitas.

Tidak berarti metode eksperimen tidak memiliki kekurangannya. Kekurangannya adalah, karena cenderung dilakukan di labolatorium, maka hasilnya sangat exclusive, dalam arti hanya bisa dibenarkan (dilegitimasikan) untuk ekesperimen itu saja. Diragukan bisa digunakan hasilnya untuk populasi yang lebih besar.

Ada masalah besar dalam hal external validity. Agar terjadi external validity, oerlu diusahakan kehadiran: population validity, ecological validity, dan temporal validity. Tentu perlu diingat adanya inverse relationship antara internal validity dan external validity: bila validitas eksternal meningkat, validitas internal cenderung terkurbankan, begitu sebaliknya.

Metode sebagai alat adalah memang salah satu bagian integral keilmiahan. Tetapi yang paling penting untuk integritas kebenaran ilmu adalah sikap ilmiah ilmuwannya sendiri, untuk senantiasa menjaga diri agar tetap memiliki: curiosity, patience, objectivity, dan change.

Senin, 27 September 2010

Logika Scientiftifika

logika sceintifika

TUGAS FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

“Ringkasan Logika Scientifika”


BAB I

PENDAHULUAN


1.

Hidup sebagai tugas

Eksistensi manusia dapat dikatakan kesatuan dalam diversitas serta diversitas dalam kesatuan. Filsuf Nietszche dan M. Heidegger berkata bahwa manusia harus memanusiakan dirinya, manusia masih harus menyesuaikan diri. Eksistensi manusia mengandung resiko tenggelam. Manusia senantiasa menghadapi bahaya ketenggelaman.

2.

Perbedaan manusia dari mahluk infrahuman

Secara fundamental, manusia mempunyai banyak kebutuhan dan juga dorongan. Di tuntut oleh berbagai kodratnya membuat manusia berbeda dari semua mahluk di dunia ini adalah inteleknya atau akal budinya. Para ilmuwan yang berpendapat bahwa alam semesta ini terjadi secara kebetulan terpaksa harus merombak pemikiran mereka setelah menemukan aktivitas serebral (aktivitas intelektual) dalam penelitian mereka. Petunjuk adanya rasionalitas membantah dengan seketika tentang hipotesis kesimpulan bahwa alam semesta terjadi dengan kebetulan. Manusia memang mempunyai aspek hewani, tetapi manusia adalah insane paling utama berkat inteleknya, rohaninya.

3.

Peranan berpikir

Intelek merupakan hal yang sangat penting. Hanya dengan pengertian manusia itu menjadi manusia. Hanya dengan pengertian manusia dapat menghayati keinsannya mengerti adalah sesuatu yang langsung menyentuh nilai harkat, martabat dan hakikat manusia. Kepentingan pengertian di katakana manusia adalah realitas rohani jasmani dalam satu kesatuan substansial, tetapi rohanilah yang merupakan dasar dan intinya, seta sumber segala kegiatan dan prinsip hidup. Berpikir lebih dalam berarti mengalami diri sendiri secara transeden, dunia material, sebagai rohani, sebagai kemungkinan luar biasa dan bukan benda.

4.

Rasional maka personal

Manusia mampu mempunyai pengertian rasional, maka juga dapat mencintai secara personal. Manusia dapat menghargai kebaikan realitas dan mau menyerahkan diri kepada beberapa realitas sepantasnya dicintai sebagai tujuan misalnya Tuhan, manusia.

5.

Dari sensitivo-rasional hingga metarasional

Manusia dapat mengerti semua realitas karena manusia sadar dan dapat mengerti. Pengertian manusia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dapat bertambah dan meningkat melalui proses refleksi ( perenungan ) yang sistematis. Manusia sebagai pribadi perlu senantiasa mencari kebenaran, tetapi pada batas tertentu, manusia tidak mampu mencapai kebenaran sendirian. Manusia membutuhkan pertolongan yakni membutuhkan revelasi ( wahyu ) ilahi. Kepercayaan adalah pengertian yang metarasional atau suprarasional. Dengan iman atau kepercayaan ini, manusia memperluas pengetahuannya melalui pengetahuan lain.

6.

Pengertian sebagai pembebasan, pemerdekaan.

Pikiran manusia tidak hanya bergerak secara horisontal, tetapi juga vertical, yakni dari pengalaman sensitivo-rasional yang biasa hingga pengalaman metafisik, dari pengertian natural ke supranatural. Pengertian yang langsung secara sadar signate, sangatlah terbatas. Secara exercite pada hakikatnya, pengertian langsung tadi sangat kaya, padat dengan informasi. Lepas dari ketidaktahuan dan kebodohan adalah sesuatu yang membahagiakan. Kebenaran yang sempurna akan membebaskan manusia dari segala penderitaannya, dan membuatnya bahagia selamanya. Inilah akhir tertinggi dari manusia.

7.

Hukum pemikiran adalah hukum alami

Secara alami pemikiran ( penalaran ) manusia bergerak pengetahuan pra-predikatif menuju pengetahuan predikatif. Berpikir yang baik, yakni berpikir logis dialektis, bukan hanya mengindahkan kebenaran bentuk atau hukum-hukum, tetapi juga harus mengindahkan kebenaran materi pemikiran beserta kriterianya. Hukum-hukum tersebut diselidiki dan dirumuskan oleh logika. Sedangkan masalah kebenaran materi dan kriterianya dicari pada masing-masing bidangnya serta pada masing-masing epistemology. Orang yang mengeksplisitkan teori logika, yakni menyusun logika menurut pola yang dapat dipertanggungjawabkan adalah Aristoteles. Dialah bapak ilmu logika, logika episteme, yang di sebut logike techne, seni berlogika.

8.

Logika adalah filsafat sebagai analisis

Sudah menjadi kebiasaan logika scientifika dianggap atau ( paling sedikit ) di rasakan ( karena diperlakukan ) sebagai filsafat atau bagian filsafat. Filsafat adalah ilmu tentang prinsip, ilmu yang mempelajari dengan mempertanyakan secara radikal segala realitas melalui sebab-sebab terakhir, melalui asas-asasnya guna memperoleh pandangan ( Insight ) yang tepat mengenai realitas. Secara umum filsafat mengandung / mencakup problema neotika yang mencakup program logika dan problema epistemology (kritika, logika mayor, kriteriologi, juga methodology) serta mengandung problema ontologis dan otika. Jadi logika scientifika adalah filsafat, karena biasa disebut logika filsafati. Karena logika scientifika menguraikan pikiran hingga tuntas, sampai habis-habisan, maka logika merupakan filsafat sebagai analisis. Logika adalah analisis kritis, filosofis pikiran dan pemikiran manusia.


9.

Peranan logika bagi ilmu

Secara histories, menurut sejarahnya, yang pertama menjadi perhatian dan di garap para filsuf adalah problema tentang ada, disempitkan lagi: problema ontika. Kemudian di sadari bahwasannya akan lebih sistematis apabila ditempuh prosedur yang sebaliknya. Sebab, barang siapa bermaksud menggarap tertib riel secara intelektual pasti harus menggunakan tertib idiel, yakni harus menggunakan proses tahu dan pengetahuan. Logika scientifika adalah kondisi dan tuntutan fundamental eksistensi ilmu. Tidak ada ilmu yang tidak menggunakan atau tidak harus menempuh proses pemikiran, proses menalar, proses logika. Logika bahkan de facto merupakan pintu gerbang dari segala ilmu.

10.

John Stuart Mill: Matematika bukan pengganti logika.

John Stuart Mill yang ahli matematika menekankan bahwa matematika tidak dapat menggantikan logika dalam kemampuannya membentuk pemikir yang cermat.


BAB II

DEFINISI DAN LAPANGAN LOGIKA SCIENTIFIKA


1.

Logika alami dan logika scientifika

Banyak hal yang menyebabkan kita berpikir. Pengalaman mengatakan bahwa kita tidak hanya sering berpikir atau tetapi juga harus berpikir. Pengalaman juga mengatakan bahwa kita sering tersesat dalam perpikir. Hukum berpikir yang akan di rumuskan dalam logika scientifika adalah hukum kodrat. Logika scientifika mutlak dibutuhkan untuk memperlengkapi kita dalam mempertajam jiwa dan menolong meluruskan kerja intelek kita dengan mengikuti, mematuhi prinsip-prinsip dasar yang memerintahnya dengan sadar. Logika scientifika sesungguhnya merupakan penyempurnaan metodis logika alami.

2.

Definisi logika scientifika

Logika scientifika adalah ilmu praktis normatif yang mempelajari hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika di patuhi akan membimbing kita mencapai kesimpulan-kesimpulan yang betul lurus, sah.

1.

Ilmu

Manusia tidak hanya menemukan sesuatu, tetapi juga dapat mempertanggungjawabkan hasil penemuannya. Demikianlah manusia mempunyai pengetahuan, yakni pengertian yang disertai sebab-sebab, pengertian yang dapat di pertanggungjawabkan dengan dasar-dasar. Untuk mendapatkan ilmu, orang harus menyempurnakan cara mengetahui suatu obyek dengan lebih seksama. Dengan demikian dibutuhkan metode, yakni cara pendekatan pesoalan, melalui jalan yang ditetapkan, dipikirkan, dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. Ilmu dapat dirumuskan kumpulan pengetahuan hasil penyelidikan pandangan yang logis teratus, kritis dan sistematis terhadap suatu objek. Logika scientifika merupakan syarat mutlak eksistensi ilmu. Tetapi manusia hanya berhenti pada mengetahui, pengetahuan tersebut dapat dipergunakan untuk berpikir dengan cara lebih sempurna. Demikianlah logika scientifika juga di sebut ilmu.

2.

Praktis dan normatis

Biasanya ilmu di bagi sebagai berikut:

1.

Ilmu-ilmu alam
2.

Ilmu-ilmu kejiwaan atau ilmu-ilmu budaya
3.

Ilmu-ilmu apriori atau ilmu-ilmu deduktif

Jika ilmu di bagi menurut metodenya, dapat dibentuk tiga kelompok besar

1.

Ilmu-ilmu aksiomatik atau ilmu-ilmu deduktif
2.

Ilmu-ilmu empiris atau ilmu-ilmu induktif
3.

Ilmu-ilmu kesejarahan atau ilmu-ilmu reduktif

Menurut tujuannya, ilmu dapat dibagi sebagai berikut:

Ilmu spekulatif ( atau teoretis ): yakni ilmu yang menuju ke pengertian yang benar demi pengertian itu sendiri. Tujuannya untuk memperoleh pandangan ( insight ). Jadi hanya ingin mengerti keadaan yang sebenarnya saja.

Ilmu praktis ( ilmu terapan ): yakni ilmu yang menuju ke pengertian yang benar, tidak hanya demi pengertian itu sendiri, tetapi juga demi sesuatu lain yang praktis, langsung diarahkan pada pemakaian pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimana orang harus berbuat atau membuat sesuatu.

Ilmu spekulatif (teoretis) biasanya dapat berdiri sendiri, terlepas dari ilmu praktis. Tetapi ilmu praktis selalu mempunyai dasar yang teoretis. Atau dengan perkataan lain, setiap ilmu sebagai ilmu, selalulah bersifat spekulatif atau teoretis.

Logika scientifika disebut ilmu praktis. Sebagai ilmu, logika scientifika juga bersifat spekulatif (teoretis), yaitu suatu pandangan, bersifat memandang untuk memandang. Dengan logika scientifika, kita mengadakan pandangan tentang kelurusan perjalanan pikiran manusia. Tetapi logika scientifika tidak sekedar bertujuan , menentukan apa adanya, tetapi menentukan apa yang seharusnya, yakni bagaimana kerja pikiran itu seharusnya dilaksanakan supaya memenuhi tuntutan pemikiran ( penalaran ) yang betul dan sah.

Objek material dan objek formal

Ilmu adalah suatu bentuk pengetahuan yang mempelajari suatu objek. Perlu di perhatikan segi bagaimana objek tersebut di pandang. Asas perbedaan kedua adalah aspek, sudut pandangan yang disebut objek formal. Objek formal menentukan ilmu, objek formal adalah prinsip perbedaan antara ilmu. Dua ilmu atau lebih dapat sama objek materialnya, tetapi ilmu tadi menjadi berbeda berkat objek formalnya. Objek material adalah objek yang ditinjau atau dipandang secara keseluruhan, sedangkan objek formal adalah objek jika ditinjau, dipandang menurut suatu aspek.

Implikasi metafisik/epistemology pemikiran

Seorang pemikir, demi kecermatan pemikirannya, perlu mengidentifikasi keputusan filsafati yang terlibat di dalam pemikirannya. Karena suatu keputusan filsafati secara implicit telah menentukan :

1.

metode,
2.

logika validasi,
3.

konsekuensi-konsekuensi dan kesimpulan-kesimpulannya
4.

macam kenyataannya.

4.

Logika Scientifika dan psikologi

Logika Scientifika berbeda dengan psikologi. Logika mempersoalkan tentang aspek obyektif dari proses intelektual, sedangkan psikologi tentang aspek subjektifnya. Jika kita tidak membedakannya, kita akan tergelincir ke dalam psikologisme.

4.

Status epismologis hukum-hukum logika

Hukum-hukum yang dirumuskan adalah pedoman-pedoman. Setiap orang harus berusaha untuk tidak melanggar hukum-hukum tersebut dalam proses pemikirannya. Hukum logika adalah adalah hukum tentang realitas. Dan inilah yang disebut pandangan yang bersifat a priori sintetik tentang logika.

4.

Logika dan logika logistika

Terdapat perbedaan hakiki antara Logika dan logika logistika. Logika membicarakan kegiatan pemikiran secara lengkap beserta prosesnya ke arah kebenaran, membicarakan susunan konsep, nuansa term dan segala sesuatunya yang menyangkut seluk beluk kegiatan pemikiran. Sedangkan logistika membicarakan hubungan antara tanda-tanda ideografis. Logistika telah membuat logika menjadi semacam teknik belaka, susunan ilmu hitung.


BAB III

SEJARAH RINGKAS LOGIKA


1.

Pengantar

Melalui perjalanan sejarah juga akan dapat di identifikasikan ketentuan-ketentuan metafisik mana yang akan de facto mendasari dan mengarahkan pertumbuhan logika. Di bawah ini akan disuguhkan suatu ringkasan singkat sejarah logika, dari masa pertumbuhannya hingga kurun waktu perkembangannya.

2.

Dunia Yunani tua

Akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Socrates (470-399) dengan metode Socratesnya, yakni ironi dan maieutika, de facto mengembangkan metode induktif. Logika episteme (logika ilmiah) baru dapat dikatakan terwujud berkat karya Aristoteles (384-322).

3.

Dunia Abad Pertengahan

Thomas Aquinas dkk. Mengusahakan sistematisasi dan mengajukan komentar-komentar dalam usaha mengembangkan logika yang telah ada. Pada abad XIII-XV berkembanglah logika modern. Petrus Hispanus, Roger Bacon, W. Ockham, dan Raymond Lullus yang menemukan metode logika baru yang disebutnya ars magna, yakni semacam aljabar pengertian dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi. Abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat penting bagi perkembangan logika..

4.

Dunia modern

Metode induktif untuk menemukan kebenaran yang direncanakan Francis Bacon, didasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan sementara), dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen lebih lanjut. Penghalang bagi metode ini adalah prakonsepsi dan prasangka yang dikelompokkan Francis Bacon ke dalam empat klarifikasi.

1.

The Idols Of Tribe (Idola Tribus). Sumber kesesatan ini pada hakikatnya berdasarkan pada kodrat manusia sendiri, pada ras manusia, misalnya bahwa manusia hanya mempunyai lima indera dan tidak lebih.
2.

The Idols of the Cave (idola Specus) atau prasangka pribadi. Jiwa manusia merupakan sesuatu yang berubah-ubah, penuh gangguan, dan seakan-akan diperintah oleh kemungkinan yang tidak pasti.
3.

The Idols of the Market Place (Idola Fori) disebabkan seseorang tidak membuat pembatasan pada term-term yang dipakai untuk berpikir dan berkomunikasi.
4.

The Idols of the Theatre (Idola Theatri), yakni sikap menerima secara membuta terhadap tradisi otoritas.

Penggunaan metode induktif Francis Bacon mengharuskan pencabutan hal yang hakiki dari hal yang tidak hakiki dan penemuan struktur atau bentuk yang mendasari fenomena yang sedang diteliti. Caranya dengan:

1.

Membandingkan contoh-contoh hal yang diteliti,
2.

Menelaah variasi-variasi yang menyertainya, dan
3.

Menyingkirkan contoh-contoh yang negatif.

John Stuart Mill (1806-1716) merumuskan sebab suatu kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi positif dan negatif yang diperlukan. Metodenya adalah:

1.

Method of agreement: metode mencocokkan

Sebab disimpulkan dari adanya kecocokan sumber kejadian.

2. Method of difference: metode membedakan

sebab disimpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang terjadi.

3. Join method of agreement and difference; metode mencocokkan dan membedakan

Metode ini merupakan gabungan dari metode 1 dan 2.

4. Method of concomitant variations: metode perubahan selang-seling yang seiring.

5 Method of residues: metode menyisakan

Ciri metode menyisakan dapat dikatakan deduktif karena bertumpu kuat pada hukum-hukum kausal yang sudah terbukti sebelumnya. Kesimpulan yang dapat dicari melalui metode menyisakan sifatnya hanya probable, dan tidak dapat dideduksikan secara sah dari premis-premisnya.

Metode J.S Mill ini didasarkan pada asumsi-asumsi:

1.

Tiada factor dapat merupakan sebab dari suatu akibat manakala factor tersebut tidak ada sewaktu akibat tersebut terjadi.
2.

Tiada factor dapat merupakan sebab dari suatu akibat manakala faktor tersebut ada dan akibatnya tidak terjadi.

Metode J.S Mill menuntut peneliti untuk mendekati masalah sebab dan akibat sebagai berikut :

1.

Pertama, peneliti harus sadar akan adanya suatu masalah. Ia harus sadar akan adanya suatu gejala yang meminta penjelasan dan ia ingin mencari sebanya.
2.

Ia harus menyatakan masalahnya dengan jelas.
3.

Ia harus mengamati segala factor yang ada hubungannya dengan masalah.
4.

Sesudah itu, peneliti dapat mencatat factor-faktor mana yang ada dan factor-faktor mana yang tidak ada manakala gejala tersebut terjadi.

Menurut Newman terdapat tiga macam bentuk pemikiran:

1.

Formal inference: dalam bentuk pemikiran ini kesimpulan diambil dari premis-premis yang dirumuska dengan tajam menurut peraturan logika.
2.

Informal inference: bentuk pemikiran ini merupakan sarana untuk mengetahui benda-benda individual kongkret. Jika yang pertama perupakan sketsa, maka informal inference merupakan potret.
3.

Natural inference: bentuk ini adalah bentuk pemikiran kita sehari-hari. Bentuk ini adalah khas mahluk yang berakal, apapun juga tingkat pendidikannya.

3.5 Dunia sezaman

H.W.B. Joseph (1867-1943) dalam karyanya Introduction to Logic (1906) mengembangkan masalah esensialia dari subjek. Sedangkan Peter Coffey dalam karyanya Science of logic (1918) menggarap prosedur deduktif dan induktif dan kaitannya dengan metode ilmiah.

3.6 Di India

India perlu mendapat perhatian khusus karena di Asia, memang hanya India yang sudah mengembangkan logika secara formal sejak masa lalunya.

1.

Logika lahir karena Sri Gautama harus sering berdebat melawan golongan Hindu fanatic yang menyerang aliran kesusilaan yang diajarkannya.
2.

Logika kemudian terus sebagai metode berdebat, dan mengundang banyak komentar dari orang-orang.
3.

Navya Nyaya: pengintegrasian kritis doktrin-doktrin golongan Brahmanisme, Buddhisme, dan juga golongan Jainisme.

3.7 Di Indonesia

Sebagian kaum intelektual sangat menyadari kebutuhan mendesak akan meratanya kesanggupan berpikir tertib kritis seperti yang diajarkan dalam logika sebagai salah satu syarat mutlak terwujudnya Indonesia modern. Emosi atau perasaan diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Semoga cakrawala kesadaran pengetahuan dan wawasan kita semakin luas serta semakin melihat kebutuhan akan pendalaman dan penguasaan logika sebagai salah satu tuntutan yang asasi untuk mencerdaskan bangsa dan memanusiakan manusia yang menjadi tujuan seluruh kegiatan pembangunan nasional Indonesia

BAB IV

KONDISI BERPIKIR BAIK


1.

Pengantar

Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu. Dan di bawah ini diusahakan untuk mendaftar kondisi tersebut:

2.

Cintailah kebenaran

Kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan intrinsic manusia untuk merealisasikan manusia menurut tuntutan keinsaniannya.

3.

Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan

Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus-menerus mengejar kebenaran yang diselingi oleh diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya.

4.

Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda katakan

Pikiran diungkapkan kedalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap ke dalam kecermatan kata-kata. Karena kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.

5.

Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya

Banyak kejadian di mana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Nah, di sinilah perlunya dibuat distingsi, suatu perbedaan. Karena realitas maka perlu diadakan pembagian.

6.

Cintailah definisi yang tepat

Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.

7.

Ketahuilah (dengan sadar) mengapa anda menyimpulkan begini atau begitu

Jika bahan yang ada tidak atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan dalam kesimpulan.


8.

Hidarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenang, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)

Dalam belajar logika scientifika logika jangan dijadikan mekanik, dan kembangkan kesanggupan mengadakan evaluasi terhadap pemikiran orang lain serta sanggup menunjukkan kesalahannya. Yang kedua sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.


BAB V

IDEOGENESIS DAN PROSES ABSTRAKSI


1.

Ideogenesis

Manusia mempunyai dua macam kemampuan kognitif yakni indera dan intelek. Indera merupakan kemampuan organis. Indera dibagi menjadi indera ekstern dan indera intern. Intelek adalah kemampuan inorganic, intelek hanya satu. Yang membuat kita tahu atau menangkap sesuatu disebut konsep mental, sedangkan apa yang kita tangkap tentang objek yang disodorkan, konsep mental kepada akal budi, disebut konsep objektif.

2.

Proses abstaksi atau proses imaterialisasi;

Secara umum dapat ditemukan adanya tiga taraf kebersihannya dari materi, maka juga terdapat tiga taraf abstraksi yang sekaligus membagi pengetahuan manusia ke dalam tiga golongan. Yang pertama disebut tingkat abstraksi fisik: dengan ini kita menangkap benda-benda dari dunia yang kita alami dan disodorkan kepada pengetahuan indera kita. proses immaterialisasi selanjutnya meningkat, maka kesanggupannya juga dapat diketahui meningkat, dan abstraksi ini, disebut taraf abstraksi matematis. Tingkat abstraksi ketiga adalah metafisis. Dalam taraf abstraksi atau immaterialisasi ini, bukan hanya cirri-ciri individual dan kongkret serta kualitas-kualitas inderani yang disingkirkan, tetapi juga kuantitas.

3.

Abstraksi totaldan abstraksi parsial

Pada tingkat pengetahuan akali perlu dibedakan adanya dua bentuk abstraksi. Pertama abstraksi total atau abstraksi universal. Dalam kegiatan abstraksi ini kita meng abstraksikan hal yang umum dari benda-benda individual atau benda-benda yang kurang umum. Abstraksi total atau universal dapat dipandang sebagai dasar ilmu. Abstraksi kedua adalah abstraksi parsial atau formal. Dalam abstraksi ini, kita hanya mengabstraksikan suatu bagian (pars), suatu cirri tertentu (forma) dari benda-benda individual atau benda-benda universal abstrak tersebut. Praktek pemikiran tidak mungkin terjadi tanpa kedua bentuk abstraksi di atas.

4.

Abstraksi dan subtansi realitas

Abstraksi adalah kondisi manusia (Maritain, Popper). Di dalam ilmu jelas bahwa abstraksi merupakan tuntutan mutlak. Tiada ilmu tanpa abstraksi. Di dalam bab ini akan dilihat betapa penting konsep yang merupakan hasil abstraksi dan yang hakikatnya merupakan substansi realitas, yakni hal yang tinggal bilamana bentuk atau sifat-sifat sesuatu telah di singkirkan (Aristoteles, Locke, Descartes).

5.

Struktur historical pengalaman

Kendati abstraksi melekat pada eksistensi manusia, perlu senantiasa disadari struktur historical pengalaman manusia. Manusia tidak berada di dalam waktu, tetapi secara ontologism manusia adalah mewaktu historical.

Secara ringkas dapat digariskan bahwa historikalitas:

*

Bukan gabungan atau rentetan masa lalu, masa kini dan masa datang
*

Bukan hasil kesadaran akan masa lalu yang begitu saja telah melalui, suka tidak suka pantang kembali
*

Bukan kesadaran akan adanya yang mutlak dan manusia merupakan ada yang tidak selalu ada, jadi dapat tiada.
*

Bukan hasil kesadaran akan kenyataan yang serba mengalir, fana.
*

Bukan akibat hokum evolusi.


BAB VI

BAHASA DAN PIKIRAN


1.

Pengantar

Bahasa adalah keterbukaan manusia terhadap realitas. Bahasa dan pikiran adalah tempat terjadinya peristiwa realitas.

2.

Instrumentalisme dan determinisme

Secara garis besar terdapat dua paham tentang bahasa, yakni instrumentalisme dan determinisme. Instrumentalisme memandang bahasa sebagai suatu alat untuk mengungkapkan persepsi, pikiran, dan perasaan, sedangkan paham determinisme berpendapat bahwa manusia hanya dapat mempersepsi, berpikir dan merasakan karena adanya bahasa.


3.

Pikiran, bahasa, realitas, dan sistem

Pikiran dan bahasa sesungguhnya, merupakan tempat terjadinya peristiwa realitas. Sistem mempunyai ciri totalisasi, transformasi dan autoregulasi yang memiliki logika validasi dan pola justifikasi yang tertentu pula. Perlu disadari bahwa setiap sistem tidak mempunyai keterbukaan; dan pada hakikatnya tertutup.

4.

Apakah hakikat berpikir?

Hakikat berpikir yang benar-benar berpikir sama sekali berlainan dari berpikir dalam bentuk turunannya. Berpikir yang benar-benar berpikir tidak indentik dengan berpikir dengan menghitung yang hakikatnya pemikiran hanya berhenti pada aspek kuantitatif dari realitas, pada aspek utilistik instrumental dari realitas.

5.

Berpikir tidak konseptual

Berpikir secara konseptual adalah bertolak belakang dengan berpikir yang benar-benar berpikir. Berpikir tidak konseptual berarti tidak memikirkan bahasa sebagai terdiri dari atau sebagai senantiasa mencari konsep yang dibatasi dengan jelas dan secara rasional ditetapkan. Di dalam berpikir tidak konseptual, kita mempertanyakan bagaimana realitas tertentu diartikulasikan dengan konsep tertentu. Kegiatan berpikir adalah jawaban terhadap kata suara realitas, mencari konsep ungkapannya yang tepat sehingga realitas dapat menjadi bahasa.

6.

Fungsi-fungsi bahasa

Berbagai macam pemakaian bahasa demi kepentingan studi logika biasa dikelompokkan dalam tiga kategori fungsi. Pertama adalah pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi, yakni merumuskan dan mengiyakan atau menolak proposisi. Inilah fungsi informative bahasa. Ilmu adalah contoh yang jelas dari realisasi fungsi informatif bahasa. Fungsi kedua bahasa adalah fungsi ekspresif. Bahasa di sini dipakai sebagai alat pengungkapan rasa perasaan dan sikap. Fungsi direktif adalah fungsi ketiga pemakaian bahsa, yakni pemakaian bahasa untuk menyebabkan atau menghalangi suatu perilaku. Perintah atau permintaan merupakan contoh jelas fungsi direktif bahasa.


BAB VII

IDE ATAU KONSEP


1.

Ide dan Fantasma

Ide adalah sebuah kata yang berasal dari kata Yunani eidos yang artinya yang orang lihat, pernampakan, bentuk, gambar, rupa yang dilihat. Sedangkan konsep berasal dari kata latin: concipere, yang artinya mencakup, mengandung, mengambil, menyedot, menangkap. Ide secara subjektif berarti: suatu aksi intelek yang digunakan untuk menangkap sesuatu. Sedangkan secara objektif artinya sesuatu yang kita tangkap dengan aksi tadi. Aksi menangkap ini dalam istilah logika di sebut aprehensi sederhana. Aprehensi sederhana adalah proses yang digunakan untuk mencapai konsep sedangkan ide adalah hasil dari proses tersebut. Perlu dibuat perbedaan antara ide dan fantasma yang merupakan produk dari fantasi, yang merupakan gambaran, produk langsung dari indera manusia.

2.

Term

Menurut logika terdapat perbedaan antara term dan kata. Term dalam kenyataannya dapat mencakup beberapa atau sejumlah kata-kata meskipun mewujudkan suatu tangkapan logis. Suatu term sebagai suatu kegiatan tahu, di dalam fenomenologi modern selalu menyandang cirri intensional.

3.

Komprehensi dan Ekstensi

Komprehensi adalah keseluruhan arti yang tercakup dalam suatu konsep atau term. Yang dimaksudkan dengan keseluruhan arti adalah suatu unit arti-arti yang kompleks yang terdapat pada suatu konsep. Ekstensi adalah keseluruhan hal-hal yang atasnya suatu ide dapat diterapkan, atau lingkungan yang dapat ditunjuk dengan konsep tersebut. Prinsip:

*

Semakin miskni komprehensi, semakin luas ekstensi
*

Semakin kaya komprehensi, semakin sempit ekstensi

4.

Masalah Konotasi

Arti konotatif merupakan sebuah gejala bahasa sebagai berikut:

*

Pertama, konotasi dapat berarti seluruh arti tambahan yang terdapat di kepala seseorang manakala menggunakan term tertentu.
*

Kedua, seperangkat cirri-ciri yang hakiki pada term tersebut
*

Ketiga, seluruh ciri-ciri yang dipunyai secara umum oleh barang yang tercakup di dalam denotasi term tersebut, baik ciri-ciri tersebut diketahui maupun tidak.

5.

Semantika dan logika

Hubungan semantika dengan logika tidak perlu diragukan dan ditawar lagi karena makna itu memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa, sebagai alat pengungkap pikiran. Bidang semantika berkisar pada usaha memperhatikan dan meneliti proses transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa. Pengetahuan akan hubungan antara kata-kata Indonesia dengan pengertian yang ditunjuk atas dasar perjanjian masyarakat bahasa Indonesia merupakan hak yang mutlak penting dalam pelajaran logika dan kegiatan berpikir.

6.

Nila rasa

Hal ini merupakan bagian dari masalah semantika. Hubungan antara kata dan pengertiannya secara obyektif disebut makna dasar. Gejala penambahan rasa pada makna dasar disebut nilai rasa. Nilai rasa sebagai anasir subjektif pemakaian bahasa yang mengambarkan perasaan sebagai gerak hati pemakai bahasa yang menyertai kata yang digunakan dan penilaian, yang sering bersifat sangat subyektif.


1.

Pembagian konsep

1.

Apabila kita membagi konsep menurut hubungannya dengan aksi aprehensi sederhana, maka dapat diperoleh dua macam konsep:
*

Konsep nonkompleks menurut cara ditangkapnya dan menurut hakikatnya
*

Konsep kompleks menurut cara ditangkapnya tetapi tidak kompleks menurut hakikatnya.
2.

Konsep kategorematis, yakni konsep yang menurut hakikatnya, tanpa pertolongan suatu konsep lain, dapat mengartikan sesuatu. Konsep sinkategorematis, yakni konsep yang menurut hakikatnya tanpa pertolongan suatu konsep lain, tidak dapat mengartikan sesuatu.
3.

Apabila dipandang ekstensinya, kita dapat membagi konsep sebagai berikut:

1.

Singular:.
2.

Partikular:
3.

Distributif: dapat dikatakan tentang masing-masing satu per satu dan juga tentang semuanya dirinci lebih lanjut:

Menurut cara menerangkannya dapat dirinci lebih lanjut. Rinciannya ditunjuk dengan lima predicabilia:

1.

Genus: memberikan bagian pertama jawaban dari pertanyaan: apakah hakikat dari ada yang bersifat fana ini? Praedicatur in quid incomplete.
1.

genus jauh
2.

genus terdekat atau terbawah
2.

Differentia: yakni konsep yang memberikan bagian pelengkap yang merampungkan difinisi “Praedicatir in quale quid”
3.

Species: yakni yang mengungkapkan seluruh hakikat suatu ada yang bersifat fana. Praedicatur in quid complete. NB. Ini sesuai dengan komprehensi primer.
4.

Proprium atau propreietas yakni predikat yang niscaya mengikuti definisi. Praedicatur in quale necessario.

IV. Apabila pembagian menurut lima predicabilia adalah pembagian menurut cara menerangkannya, perincian selanjutnya dapat kita laksanakan menurut cara beradanya. Pembagian berlangsung sesuai dengan kesepuluh kategori.

Seperti diketahui term ‘ada’ adalah term transcendental yang terdasar. Term ini selanjutnya biasa dibagi ke dalam:

1.

‘ada’ yang tidak terbatas, yang mewujudkan sebuah term, dan menunjuk suatu realitas yang khas, yakni Tuhan.
2.

‘ada’ yang terbatas. Yang mewujudkan genus pertama dan tertinggi, dapat dikatakan tentang banyak hal, tentang banyak entitas.

Kategori metafisis berwujud konsep abstrak. Sedangkan kategori logis berwujud konsep konkret. Konsep yang merupakan bawahan salah satu kategori di sebut konsep kategorial.

1. Kategori-kategori metafisis:

1.

substansia sekunda predikamental: yakni konsep abstak yang menunjuk subtansia predikamental. Kemudian dibagi lebih lanjut menjadi aksidensia predikamental, yakni konsep-konsep yang menunjuk aksidensia fisik:
2.

kuantitas: 170 cm, 83 kg, dll
3.

Kualitas bakat seniman, watak, dll
4.

Pasi: ditegur, diajak bicara, dll
5.

Aksi: aksi berenang, menembak, dll
6.

Relasi: kebapakan, identitas, dll
7.

Waktu: kemarin, sekarang, dll
8.

Tempat: di bandung, dll
9.

Posisi: berdiri, jongkok, dll
10.

Keadaan: kesehatan baik, dll

2. Kategori-kategori Logis

1.

Substansia sekunda penuh
2.

Kuantum: Besar, lembut, dll
3.

Berkualitas bagaimana: cerdas, bodoh, dll
4.

Aktif: menulis, tidur, dll
5.

Pasif: diajar, dihukum, dll
6.

Berhubungan: Ayah, Ibu, dll
7.

Bilamana: sekarang, kemarin, dll
8.

Dimana: diaula, disini, dll
9.

Dalam posisi: kaki diatas kepala, dll
10.

Keadaan: sedih, senang, dll

5.

Menurut komprenhensinya konsep dapat dibagi dalam dua bagian, yakni konsep kongkret dan abstrak. Ide yang menunjukkan sifat tanpa subjeknya itu disebut konsep abstrak yang umumnya diwujudkan dengan awalan ked an akhiran an.
6.

Konsep real

Logika scientifika bukan memandang hal-hal yang sebagaimana dalam diri mereka sendiri tetapi memandang noemata, yakni tanda-tanda dari realitas tersebut.

5.

Kita dapat membagi konsep menurut taraf-taraf abstraksinya.

Menurut momen positifnya, dengan abstraksi, intelek mengetahui kapan realitas; sedangkan menurut momen negatifnya,intelek mengangkat dirinya dari hoc, hit et nunc, yakni mengangkat diri dari kejasmanian, ruang dan waktu. Berdasarkan momen tadi jugalah, maka kita miliki bermacam konsep menurut tingkat abstraksinya.

1.

Konsep taraf abstraksi pertama: menunjuk sesuatu sebagaimana diketahui secara bersama oleh intelek dan pancaindera.
2.

Konsep taraf abstraksi kedua: menunjuk benda-benda sebagaimana adanya didalam ruang dan waktu, yakni sebagaimana diketahui secara bersama oleh intelek dan indera intern.
3.

Konsep taraf abstraksi ketiga: menunjukkan sesuatu sebagaimana diketahui oleh akal budi saja.
5.

Konsep bermaksud mengungkapkan sesuatu. Tetapi cara mengungkapkan atau menyatakan itu dapat sesuai atau tidak sesuai dengan sesuatu tadi. Oleh karena itu, kita mengadakan pembedaan sbb:
1.

Tidak sesuai: yakni tidak mencakup seluruh artinya.
2.

sesuai: mencakup seluruh pengertian dari sesuatu, menunjuk hakikat sesuatu
6.

Apabila konsep-konsep diperbandingkan satu sama lain, maka diperoleh pembagian sebagai berikut:
1.

Tidak berhubungan: tidak ada sangkut-paut, tidak berhubungan dengan jelas.
2.

Berhubungan: mempunyai hubungan yang berarti.
7.

Konsep konsep distributive dapat dirinci lebih lanjut. Hal ini juga berdasarkan pandangan tentang ketentuan pasti arti, karena tidak jarang kesatuan arti konsep-konsep distributive tidak sempurna atau sempurna.
1.

Univokal: yakni konsep distriutif yang dikatakan tentang banyak hal menurut arti yang sama sekali tepat sama.
2.

Analogis: konsep ide distributive yang dikatakan tentang banyak hal menurut arti yang sebagian sama, sebagian berbeda.
3.

Ekuivokal murni: adalah term yang dikatakan tentang banyak hal menurut arti yang secara total berbeda.

8.

Beberapa catatan tentang analogi

Analogi adalah suatu bentuk hubungan yang tidak sempurna. Diskusi analogi berlangsung terus bahkan dilingkungan yang lebih luas.

9.

Term dan tanda ekstralogis

Tanda-tanda alam seperti jejak, asap, lambang-lambang tertentu yang bukan tanda-tanda mental atau verbal, tetapi sanggup mengungkapkan arti-arti tertentu yang sifatnya bermacam-macam. Tanda-tanda seperti itu kita namakan tanda ekstralogis.

10.

Suposisi term

Suposisi suatu term adalah arti tertentu yang dimiliki suatu term dalam proposisi tertentu. Perubahan suposisi terjadi karena

1.

Ampliasi, yakni suatu term ditangkap lebih luas dari arti katanya yang biasa.
2.

Restriksi, yakni menyempitkan arti term dariartinya yang sesungguhnya.
3.

Alienasi, yakni perluasan arti term, karena diterapkan pada sesuatu yang lain.
4.

Apelasi, yakni suatu pembatasan sejauh term diterapkan pada berbagai hal, dipandang dari titik pandang tertentu.

BAB VIII

SISTEMATIKA KERJA AKAL BUDI


1.

Pengantar

Akal budi pada dasarnya mempunyai tiga cara mengetahui yang sistematis. Yang pertama membagi kemudian memberikan ketentuan atau batasan arti, selanjutnya menyusun pemikiran.

2.

Secara umum, membagi adalah memisahkan bagian-bagian dari sesuatu, memecahkan bagian-bagian sesuatu, lalu menceraikannya. Dalam logika, pembagian berarti menunjuk dan menjumlah secara jelas perbedaan-perbedaan dari bagian-bagian suatu keseluruhan logis.
1.

Jenis-jenis keseluruhan

Macam-macam keseluruhan lain, misalnya:

1.

Keseluruhan aksidental: terdiri dari berbagai ‘ada’ yang utuh. Misalnya timbunan batu.
2.

Keseluruhan esensial: terdiri dari bagian-bagian yang menyusun hakikat sesuatu, baik secara fisik maupun metafisik.
3.

Keseluruhan universal: yakni keseluruhan yang terdapat di seluruh bagian-bagiannya dengan seluruh hakikat dan kemampuannya.
4.

Keseluruhan integral: yakni keseluruhan yang bagian-bagiannya merupakan keutuhan dari sesuatu.
5.

Keseluruhan potestatif yakni keseluruhan yang terdapat di dalam seluruh bagian-bagiannya dengan seluruh hakikatnya, tetapi tidak dengan seluruh kemampuannya.

1.

Macam Pembagian

1.

Pembagian esensial adalah:
1.

Apabila suatu genus dibagi kea lam speciesnya.
2.

Apabila suatu genus yang lebih tinggi dibagi dalam genus-genus yang lebih rendah.
3.

Apabila sesuatu term analogis dibagi dalam hal-hal yang merupakan ekstensinya.
2.

Pembagian aksidental adalah:
1.

apabila sesuatu substansi dibagi menurut accidenti-nya.
2.

apabila suatu accidentia dibagi menurut subjeknya.
3.

Apabila suatu accidentia dibagi lebih lanjut menurut accidentianya.

1.

Hukum-hukum pembagian

1.

Pembagian haruslah utuh
2.

Pembagian harus memegang prinsip
3.

Setiap suatu pembagian haruslah mengeklusifkan yang lainnya. Tidak boleh bertunpukan, tumpang tindih.
4.

Pembagian harus memegang prinsip atau dasar pembagian yang sama, sehingga kesatuan tetap dipertahankan dalam keragaman.
5.

pembagian haruslah dilakukan secara rapi.

3.

Pembedaan dan perbedaan
1.

Pengantar

Dua hal dikatakan berbeda apabila yang satu bukanlah yang lain. Dua hal berbeda apabila kedua hal tadi tidak serupa. Tidak mempunyai bentuk yang sama. Kalau dikatakan secara abstrak, pembedaan adalah tidak adanya identitas, sedangkan perbedaan adalah tidak adanya keserupaan.

2.

Pembagian pembedaan

Pembedaan dapat dibagi menjadi dua bagian: pembedaan riel dan pembedaan logis. Pembedaan riel adalah pembedaan antara dua buah konsep dari realitas yang sama.

1.

Pembedaan riel

Hal-hal yang dapat merupakan tanda-tanda guna menunjukkan adanya suatu pembedaan riel:

1.

Apabila yang satu dapat berubah-ubah tanpa ada perubahan dengan yang lain.
2.

apabila keduanya dapat diceraikan, tetapi masing-masing dapat berada.
3.

apabila yang satu benar-benar dihasilkan oleh yang lain.
4.

apabila diantara keduanya benar-benar terdapat pertentangan, sehingga dapat diwujudkan dalam kontradiksi.

2.

Pembedaan logis

Pembedaan logis dapat dibagi menjadi pembedaanlogis dengan dasar dalam kenyataan atau tanpa dasar dalam kenyataan. Pembagian ini berdasarkan pada kenyataan bahwa dua buah konsep dapat secara formal berbeda.

3.

Definisi

1.

Pengantar

Tujuan dari definisi adalah untuk menghapus kedwiartian kata, khususnya kata-kata kunci, agar tukar pikiran tidak menjurus pada kesalahan berpikir dan tidak sekadar berifat verbal.definisi berasal dari kata latin: defire yang berarti menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, memberi ketentuan atau batasan arti. Analisis adalah metode yang sangat penting dalam definisi riel. Analisis adalah penguraian kedalam bagian-bagian.





4.

Argumentasi
1.

Pengantar

Argumentasi adalah kata lain untuk pemikiran, penalaran. Sedangkan argumentasi lebih menunjukkan metode pemikiran, lebih-lebih apabila mencakup banyak langkah. Kita dapat membedakan tiga hal dalam pemikiran:

1.

hal yang diketahui
2.

hal yang tidak diketahui
3.

proses mental dari yang pertama ke yang ke dua

2.

Prinsip argumentasi: prinsip material dan formal

Prinsip-prinsip material adalah term-term atau proposisi-proposisi, sedangkan prinsip formal adalah kebenaran-kebenaran yang menjamin terlaksananya proses pemikiran yang benar.

3.

Macam-macam argumentasi

Para logisi membagi pemikiran dalam berbagai macam:

1.

Demonstrasi dan argument probabel

Demonstrasi adalah suatu argument yang bertolak dari premis-premis yang pasti dan eviden. Sedangkan argumen probabel adalah suatu argument yang benar dari premis-premis yang probabel.

2.

Argumentasi langsung dan tidak langsung.

Argumentasi tidak langsung membuktikan suatu proposisi dengan menunjukkan bahwa kontradiksinya proposisi tersebut salah dan tidak masuk akal. Argumentasi langsung membuktikan suatu proposisi tanpa menggunakan cara yang berputar itu.

3.

Argumentasi a priori dan a posteriori

Hal-hal yang ditunjuk oleh premis dalam kenyataannya dapat mendahului atau mengikuti hal yang dinyatakan dalam kesimpulan. Apabila mereka mendahului, pemikiran di sebut a priori. Apabila mengikuti, pemikiran disebut a posteriori.


BAB IX

KEPUTUSAN SEBAGAI UNSUR PEMIKIRAN


1.

Pengantar

Intelek tidak mempunyai tujuan lain selain kebenaran. Maka seluruh usahanya adalah untuk membuat keputusan-keputusan yang benar. Semua macam kegiatan akal lainnya dilaksanakan demi kepentingan membuat keputusan yang merupakan prinsip dan titik akhir pemikiran.

2.

Diskusi tentang hakikat keputusan

Hakikat keputusan adalah menyelenggarakan sintesis. Sintesis adalah suatu aktivitas mengumpulkan dua buah konsep. Secara psilologis keputusan dapat dibedakan:

1.

Secara formal, yang berkaitan dengan persetujuan yang diberikan: keputusan pasti dan keputusan tidak pasti.
2.

Secara material, yakni berkaitan dengan isi keputusan: keputusan langsung, keputusan analitis dan sintetis bergantung pada isi pengertian predikat.

3.

Kant: Keputusan sintesis a priori

Kant menerima adanya keputusan sintetis a priori, yaitu keputusan-keputusan yang isi pengertian P (predikat) tidak tercakup dalam isi pengertian S (subyek) sehingga keputusan sintetis a priori adalah ampliatif, memberi sesuatu yang baru. Tentang eksistensi keputusan sintetis a priori, seseorang pasti dapat menemukannya dalam matematika dan dalam hal-hal yang diandaikan oleh pengalaman, moralitas, dan ilmu, serta dicontohkan oleh Kant melalui tiga ilmu dasar:

1.

Di dalam matematika dapat dijumpai keputusan sintetis a priori misalnya 3 + 5 adalah 8.
2.

Di dalam fisika, pada semua perubahan di dalam dunia bendawi, jumlah bahan yang terkandung dalam benda tidak berubah.
3.

Di dalam metafisika: dunia harus mempunyai permulaan; segala sesuatu yang terjadi mempunyai sebab.

4.

Klarifikasi keputusan Kant

Kant membedakan dua belas macam keputusan. Keputusan-keputusan tersebut menurut Kant adalah bentuk-bentuk tahu a priori yang mengungkapkan semua fungsi hakiki pemikiran diskurtif.

1.

Pembagian keputusan

1.

Kita dapat membagi keputusan menurut materinya. Keputusan dapat analitis atau sintetis.
2.

Apabila kita membagi keputusan menurut bentuknya maka kitaa dapatkan pembagian keputusan afirmatif dan negative. Disebut afirmatif apabila keputusan tadi berbentuk menakui dan disebut negatif apabila keputusan tadi berbentuk menolak.
3.

Apabila dibagi menurut ekstensinya, kita memperoleh keputusan universal, particular, singular.

6.

Kebenaran dan kesalahan

Secara umum, kebenaran dan kesalahan adalah mengatakan apa yang sesungguhnya begitu, dan mengatakan apa yang sesungguhnya tidak begitu. Kebenaran ontologis adalah kesesuaian suatu realitas pada intelek. Kebenaran logis adalah kesesuaian akal budi pada objeknya. Kebalikannya disebut kesalahan. Kebenaran moral, yakni kesesuaian ucapan seseorang dengan pikirannya.

7.

Keadaan pikiran

Empat keadaan pikiran:

1.

Ketidaktahuan, yakni tidak adanya pengetahuan pada seseorang.
2.

Kesangsian adalah penundaan keputusan sesudahnya pertimbangan.
3.

Dugaan adalah persetujuan atau penolakan yang disertai keragu-raguan.
4.

Kepastian adalah persetujuan tanpa ragu-ragu, tidak takut bahwa yang sebalikanya akan benar.

8.

Praktika

Guna menghindari membuat keputusan-keputusan yang salah mungkin dapat kita rumuskan beberapa pedoman sebagai berikut:

1.

Jika tidak pasti janganlah menganggap pasti.
2.

Jika merasa pasti, lihatlah, adakah betul-betul terjadi.
3.

Jika tidak dapat menentukan, janganlah memastikan keputusan, sebab akan lebih baik tidak mempunyai keputusan.
4.

Kita selamanya harus kritis terhadap segala sesuatu, lebih-lebih terhadap diri sendiri.
5.

BAB X

PROPOSISI


1.

Pengertiannya

1.

Proposisi adalah suatu penuturan yang utuh
2.

Proposisi juga dapat didefinisikan ungkapan keputusan dalam kata-kata atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.

2.

Proposisi Kategoris
1.

Definisi

Proposisi kategories adalah proposisi yang menerangkan identitas atau keberadaan dua konsep objektif. Suatu proposisi kategoris mengandung 3 buah unsure:

1.

subjek: hal yang diterangkan
2.

predikat: hal yang menerangkan
3.

hal yang mengungkapkan hubungan antara subjek dan predikat.

2.

Pembagian

Proposisi bersahaja adalah proposisi yang subjek dan predikatnya berupa term-term bersahaja; subjek dan predikatnya masing-masing hanya terdiri dari satu kata. Bentuk-bentuk proposisi lainnya adalah: kompleks, majemuk, modal.

3.

Proposisi Hipotesis
1.

Definisi

Proposisi hipotesis adalah proposisi yang antara bagian-bagiannya terdapat hubungan dependensi, oposisi, kesamaan dan lain-lain.

1.

Pembagian

1.

Proposisi disjungtif adalah yang dua bagiannya dihubungkan dengan kata apabila, jika tidak dan lain-lainnya.
2.

Proposisi disjungtif adalah proposisi yang subjeknya terdiri dari bagian-bagian yang saling menyisihkan.
3.

Proposisi konjungtif adalah Proposisi yang menyangkal bahwa dua predikat secara bersama dapat benar diterapkan pada subjek yang sama dan dalam waktu bersamaan.
4.

Proposisi relatif adalah proposisi yang dua bagiannya dihubungkan dengan kata dimana, disitu, sebagaimana, demikian dan lain-lainnya.

Praktika

Pembagian proposisi sangat penting untuk studi atau penyelidikan tentang deduksi karena deduksi kebanyakan membicarakan soal bagaimana mengungkapkan implikasi isi.


BAB XI

PEMIKIRAN


1.

Pengantar

Pemikiran adalah aksi yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian baru dengan perantaraan hal yang sudah diketahui. Proses pemikiran adalah suatu pergerakan mental dari satu hal menuju hal lain. Logika mengusahakan perumusan aspek normative, yakni bagaimana caranya membuat pemikiran yang benar dari evidensi menuju kesimpulan.

2.

Pembagian Pemikiran

Pembagian pemikiran tidak langsung didasarkan pada realitas cara akal budi kita bergerak. Pemikiran yang bergerak dari hal yang umum ke hal yang khusus di sebut pemikiran deduktif, sedangkan pemikiran yang bergerak dari hal yang khusus ke hal yang umum disebut pemikiran induktif.

3.

Prinsip-prinsip dasar pemikiran

Dengan sangat mudah, kita dapat menemukan prinsip-prinsip tersebut:

a. Prinsip identitas: prinsip ini merupakan dasar dari semua pemikiran.

b. Prinsip pembatalan

c. Prinsip penyisihan kemungkinan ketiga

d. Prinsip alasan yang mencukupi.

4.

Aturan-aturan Dasar kebenaran dan kepalsuan

Kita bisa merumuskan prinsip-prinsip tentang hubungan antara kebenaran premis-premis dan kesimpulannya:

1.

Apabila antecedent benar, kesimpulan harus juga benar.
2.

Apabila antecedent palsu, kesimpulan bisa benar, bisa palsu.
3.

Apabila antecedent benar, Apabila dapat antecedent, dapat pula palsu.
4.

Apabila palsu, antecedent pasti juga palsu.

5.

Pemikiran Langsung

Dipandang secara subjektif, pemikiran langsung adalah suatu proses pikiran yang dengannya kita bergerak dari suatu proposisi ke proposisi lain tanpa pertolongan proposisi ketiga. Dipandang secara objektif, adalah hubungan yang terdapat antara dua proposisi semacam itu.

6.

Pemikiran Tidak Langsung

Dipandang secara subjektif, pemikiran tidak langsung adalah proses pikiran, yang dengannya kita bergerak dari satu proposisi ke lain proposisi dengan pertolongan proposisi ke tiga. Sedangkan apabila dipandang secara objektif, pemikiran tidak langsung adalah hubungan antara ketiga buah proposisi tersebut.

1.

Silogisme

Silogisme adalah sebuah penjelmaan deduksi yang sempurna. Silogisme juga disebut suatu bentuk pemikiran tidak langsung yang paling sempurna. Jadi jika kita simpulkan maka:

1.

Silogisme tidak lain adalah identitas dua term atau konsep dengan term ketiga yang sama.
2.

Seluruh kekuatan silogisme bertumpu pada hubungan antara term-term.
3.

Dengan silogisme kita bukannya hendak menentukan hubungan empirisnya, tetapi terutama hendak menentukan hubungan logisnya.

Lingkaran Euler

Euler menjelaskan ekstensi setiap term silogisme dengan menggunakan tiga lingkaran; oleh karenanya disebut lingkaran Euler.

2.

induksi

Induksi adalah proses pemikiran dari yang khusus kepada yang umum, atau dari hal yang kurang umum kepada yang lebih umum.

1. Perbedaan truktur Silogisme dan Induksi.

Pada silogisme, mayor mengungkapkan kesesuaian suatu konsep dengan konsep lain; sedangkan pada induksi, mayor mengungkapkan kesesuaian antara suatu konsep dengan serangkaian hal yang dipandang satu per satu. Dalam silogisme, minor menyatakan kesesuaian antara suatu konsep dan konsep lain; sedangkan pada induksi, minor menyatakan kesesuaian antara suatu konsep dan yang sama, tetapi diambil dari pengertian umumnya.

2. Tujuan Induksi dan pembagiannya

Tujuan induksi ada dua macam yaitu:

1.

Memastikan hukum-hukum yang memerintah semesta ini, bahkan memastikan hukum-hukum yang memerintah perbuatan-perbuatan manusia.
2.

Mencari cirri, sifat-sifat segala barang-barang, dan selanjutnya mencari golongan-golongan menurut alam yang membagi-bagi segala isis alam ini.

3. Proses Induksi

Proses induksi mencakup empat langkah:

1.

Observasi dan eksperimen
2.

Hipotesis
3.

Verifikasi
4.

Penerapan

3.

Argumen kumulatif

Argumen kumulatif adalah pemikiran yang berdasar pada alasan-alasan yang menunjuk pada fakta yang sama sebagai satu-satunya penjelasannya. Argumen kumulatif juga sering disebut konvegensi kemungkinan-kemungkinan.


BAB XII

BEBERAPA BENTUK PEMIKIRAN LAINNYA


1.2.1 Pengantar

Menurut pengalaman, cara pemikiran kita seringkali berwujud proses trial dan error meskipun kalau kita perhatikan intinya, tidak lain adalah proses induktif. Dari pengalaman tersebut, dapat muncul proses generalisasi induktif atau juga analogi induktif.

1.

Generalisasi

Untuk menentukan generalisasi yang sehat, harus kita terapkan tiga buah cara pengujian sebagai berikut:

1.

Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?
2.

Adakah hal-hal yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan?
3.

Ada kekecualian dalam kesimpulan umum?

Kekeliruan dalam bentuk pemikiran ini adalah generalisasi tergesa-gesa. Kekeliruan ini terjadi karena membuat generalisasi jauh lebih luas daripada evidensi yang ada.

2.

Analogi induktif

Apabila diperhatikan, analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada kesamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Pengetahuan secara analogis adalah suatu metode yang menjelaskan barang-barang yang tidak biasa dengan istilah-istilah yang dikenal. Analogi induktif adalah suatu cara berpikir yang didasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti, yang terdapat antara dua barang, dan melalui barang itu kita menyimpulkan bahwa karena memiliki kesamaan dan banyak segi yang penting, maka kedua barang itu juga serupa dalam beberapa karakteristik lainnya.

3.

Pemikiran melalui hubungan kausal

Hubungan kausal mengikuti tiga pola sebagai berikut:

1.

dari sebab ke akibat
2.

dari akibat ke sebab
3.

dari akibat ke akibat

pemikiran dari sebab ke akibat berangkat dari suatu sebab yang diketahui penyimpulan yang merupakan akibat. Pemikiran dari akibat ke sebab adalah pemikiran yang berangat dari suatu akibat yang diketahi ke sebab yang mungkin menghasilkan akibat tersebut. Pemikiran dari akibat ke akibat berangkat langsung dari suatu akibat ke akibat lain tanpa menyebutkan hal yang menjadi sebab yang menghasilkan keduanya. Pengujian untuk memastikan sahnya pemikiran dari sebab ke akibat dan pemikiran dari akibat ke sebab.

1.

Adakah sebabnya cukup untuk menghasilkan akibatnya?
2.

Adakah suatu hal yang menghalangi sebab untuk menghasilkan untuk menghalangi akibat tersebut?
3.

Adakah mungkin sebab lain yang menghasilkan akibat tersebut?

Pengujian untuk memastikan sahnya pemikiran dari akibat ke akibat. Dalam menggunakan pemikiran dari akibat ke akibat kita harus pasti, paling sedikit yakin, dengan alasan bahwa terdapat sebab bersama dari kedua akibat.

4.

Pemikiran dari suatu tanda yang ditangkap

Suatu kebenaran yang tidak tercerap dapat dibuktikan melalui suatu tanda yang dapat ditangkap. Tanda tersebut bisa menolong kita menunjukkan kenyataan kebenaran karena tanda tersebut merupakan ciri khas yang terbit dari kebenaran tersebut.

5.

Pemikiran melalui pola yang telah diketahui

Dalam pemikiran ini kita menyamakan sesuatu yang belum diketahui dan mencocokkan dengan pola yang sudah diketahui.

6.

Pemikiran dari data yang tidak mantap

Dalam pemikiran ini kita menyimpulkan kebenaran yang tidak tercerap pancaindera, tetap dituntut supaya bisa menjelaskan kenyataan yang ada.

7.

Metode penyisihan

Cara pemikiran ini adalah suatu bentuk khusus dalam berdebat, juga biasa disebut methods of residues. Caranya ialah dengan mendaftar semua alternative yang relevan dalam semua situasi, dan kemudian menunjukkan bahwasanya semuanya, kecuali satu, ternyata tidak mungkin, tidak dapat diterima oleh akal kita

8.

Pemikiran bersandar pada kewibawaan

Kewibawaan dapat dirumuskan sebagai kesaksian ahli yang diberikan suatu individu atau kelompok yang benar-benar cakap dan berwenang. Guna menguji kewibawaan yang akan kita pakai, marilah kita perhatikan ukuran-ukuran sebagai berikut:

1.

Adakah kewibawaan disangsikan?
2.

Adakah pendidikan dan pengalaman si ahli benar-benar membuatnya berwenang berbicara sebagai ahli dalam bidang ini?
3.

Adakah kewibawaan menunjukkan dasar bagi kesimpulannya dengan memberikan evidensi objektif atau fakta dan alasan?
4.

Adakah public atau orang yang kita ajak bicara bersedia menerima orang ini sebagai suatu kewibawaan?


BAB XIII

KEKELIRUAN DAN MACAM-MACAMNYA


1.

Pengantar

Yang dimaksud dengan kekeliruan adalah pemikiran yang menyesatkan. Menyesatkan karena nampaknya benar, tetapi sebenarnya tidak. Kita dapat membagi ke dalam 2 bagian:

1.

Kekeliruan dalam bahasa
2.

Kekeliruan karena pikiran kacau

1.

Kekeliruan dalam bahasa

1.

Ekuivokasi, yakni pemakaian kata atau istilah yang sama dalam arti yang berlainan.
2.

Amfibologi, yakni menggunakan kalimat yang berarti dua.
3.

Komposisi: kekliruan ini terletak pada anggapan bahwa apa yang benar pada masing-masing bagian secara tersendiri pasti juga benar pada seluruh kelompok.
4.

Kekeliruan pembagian: kekeliruan ini terletak pada anggapan bahwa apa yang benar pada seluruh bagian, suatu bagian, dan golongan secara bersama, niscaya benar juga pada setiap bagian secara tersendiri.
5.

Aksentuasi: Yakni kekeliruan ekuivokasi disebabkan perubahan aksentuasi atau tekanan.

1.

Kekeliruan karena pikiran kacau

1.

Mencampurkan hal yang kebetulan dengan hal yang hakiki atau anggapan yang menyatakan bahwa sesuatu selalu benar, padahal sesuatu hanya benar pada keadaan tertentu.
2.

Sah hanya dalam arti tertentu, tetapi kemudian dimutlakkan
3.

Ignoratio elenchi, yakni kekeliruan yang terjadi karena orang menghindar dari persoalannya, dan membuat kesimpulan yang tidak berhubungan. Biasanya lalu menggunakan prasangka dan cara-cara emosional, tidak ada rem.
1.

Argumen ad hominem: Di sini si pribadi yang dijadikan pusat perhatian bukan persoalannya. menghadapi kekeliruan ini hendaknya anda berpegang teguh pada pokok persoalan.
2.

Argument ad populum: membangkitkan prasangka kelompok.
3.

Argumen ad misericordiam: suatu seruan untuk membangkitkan belas kasihan.
4.

Argumen ad verecundiam: suatu seruan untuk membangkitkan rasa malu.
5.

Argumen ad baculun: menggunakan kekuatan, ancaman, tekanan dan sebagainya dalam memenangkan atau meyakinkan suatu hal.
6.

Kadang-kadang orang membuktikan terlalu banyak sehingga praktis sebenarnya tidak membuktikan apa-apa.
7.

kadang-kadang orang membuktikan terlalu sedikit sehingga akibatna juga tidak memberi pembuktian.
4.

Petitio principii begging the question): menganggap sebagai benar dan menggunakannya sebagai premis justru kesimpulan yang masih harus dibuktikan.
5.

Mencampurkan bukan sebab dan akibat
1.

post hoc propter hoc: sesuatu kebetulan terjadi sesudahnya sesuatu yang lain, kemudian ada orang yang berkesimpulan bahwa hal yang mendahului sesuatu yang lain yang kebetulan terjadi sesudah terjadinya suatu kejadian sebagai sebabnya.
2.

Suatu kondisi atau syarat yang dianggap sebagai sebab.
3.

Bukan premis dianggap sebagai premis.
6.

Argumen ad ignorantiam: berkesimpulan bahwa A harus diterima karena non-A tidak dapat ditunjukkan, tidak dapat dibuktikan.
7.

Menyembunyikan fakta, yakni hanya memilih fakta-fakta, pendapat-pendapat, ucapan-ucapan atau kewibawaan yang mendukung suatu pendapat dan menyembunyikan segalanya yang melawan pendapat tersebut.
8.

Analogi palsu, yakni pemikiran analogi induktif tetapi terdapat perbedaan serius.
9.

Non sequitur: menganggap suatu kesimpulan muncul dari premis-premis yang ada, padahal kenyataannya sama sekali tidak.
10.

Kekeliruan “beberapa”, “banyak”, “kebanyakan”, menjadi semua.
11.

Berbagai pertanyaan dianggap Satu
12.

Asumsi salah
13.

Argumen a silentio: berkesimpulan bahwa suatu fakta tidak ada karena tiadanya catatan tentang itu.
14.

Ipse dixit: ini suatu bentuk memberhalakan kewibawaan, sehingga praktis merupakan pemberhalaan akal budi.
15.

Mengutip leas dari konteks
16.

Mengutuk sumber
17.

Kekeliruan serba-kongkret: sebagian orang sangat berambisi untuk membuat segala sesuatunya kongkret, maksudnya supaya jelas, tetapi ia lupa bahwa ada juga hal-hal yang tidak kongkret dan tidak dapat dikongkretkan meskipun bisa jadi hal-hal tadi riel.


BAB XIV

KESALAHAN DAN SEBAB-SEBABNYA


Kesalahan adalah mengatakan hal yang tidak sesuai, atau tidak mengatakan begitu hal yang sebenarnya begitu. Adapun yang menjadi sebab-sebab kesalahan adalah antara lain sebagai berikut:

1. Ketidaksempurnaan akal budi budi kita

2. Passi atau hawa nafsu manusia

3. Pengaruh adat kebiasaan

4. Nafsu ingin asli

5. Sikap sok-sistematisasi

6. Kurang perhatian

7. Ketidaktelitian

Hal yang sering terjadi menjadi sebab kesalahan adalah pemakaian kata-kata secara sembrono atau juga karena pengertian kita tentang arti kata-kata tersebut masih samara-samar.

8. Kewibawaan palsu

9. Prasangka

Prasangka adalah keputusan yang diterima tanpa pengujian yang semestinya.

10. Kehidupan moral yang tidak baik

Orang yang moralnya tidak baik juga dapat menjadi buta terhadap kebenaran.

11. Kemalasan akal budi

Dalam banyak hal, kepastian hanya dapat diperoleh dengan bayaran usaha yang serius dan dengan kerja yang tak kenal lelah. Dan ini berarti menuntut banyak dari orang atau murid yang malas. Baginya lebih mudah sekadar mengulang apa yang dikatakan orang lain, lebih-lebih kiai atau gurunya, daripada membuktikan sendiri persoalannya.














TUGAS FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

ARGUMENTASI DAN NARASI

ARGUMENTASI


Bab I

PENALARAN


Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga dia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu benar atau tidak. Sebuah topik tertentu dapat saja disoroti dengan menggunakan salah satu bentuk retorika modern. Misalnya topik perguruan tinggi. Topik itu dapat ditulis dengan menggunakan bentuk narasi, kalau bercerita mengenai sejarah pendirian dan perkembangan perguruan tinggi itu. Penulis dapat juga menggunakan bentuk deskripsi, jika ia berusaha melukiskan keadaan yang nyata sekarang dalam perguruan itu, tentang pimpinannya, tentang peranan para dosen, mahasiswa, dsb. Dapat juga menggunakan bentuk eksposisi, jika berusaha menguraikan tujuan atau cita-cita perguruan tinggi tersebut. Dan yang terakhir dapat juga menggunakan bentuk argumentasi, untuk menyatakan pendiriannya agar diadakan perubahan dan perbaikan, atau bagaimana seharusnya kebijaksanaan pendidikan di perguruan tinggi.

Ada beberapa dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi. Yang pertama masalah penalaran yaitu bagaimana dapat merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkaikan fakta-fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Kedua, mengenai beberapa corak penalaran. Ketiga, bagaimana mengadakan penilaian atau penolakan atas pendapat orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan. Keempat, bagaimana menyusun tulisan argumentasi itu sendiri. Dan kelima, masalah persuasi yang mempunyai pertalian sangat erat dengan argumentasi.

Proposisi

Penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya.

Inferensi dan Implikasi

Kata inferensi berasal dari kata Latin inferre yang berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata implicare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika dan bidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri.

Wujud Evidensi

Unsur yang paling penting dalam sebuah tulisan argumentatif adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-adukkan dengan apa yang dikenal dengan pernyataan atau penegasan. Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi atau sesuatu yang ada secara nyata. Misalnya ada sebuah pembunuhan yang menggunakan pisau. Pisau, darah, sidiki jari yang dikemukakan dalam tuduhan pembunuhan tersebut merupakan fakta, dan fakta –fakta yang dipergunakan dalam hubungan dengan membuktikan kesalahan tertuduh, merupakan evidensi.

Cara Menguji Data

*

Observasi

Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mengkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan pninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi tersebut.

*

Kesaksian

Selain dengan cara observasi, data atau informasi dapat diuji dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.

*

Autoritas

Cara ketiga untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

Cara Menguji Fakta

*

Konsistensi

Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi lain.

*

Koherensi

Dasar yang kedua adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.

Cara Menilai Autoritas

*

Tidak Mengandung Prasangka

Pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Artinya, pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Autoritas tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.

*

Pengalaman dan Pendidikan Autoritas

Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukannya dan presentasi hasil-hasil penelitian dan pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama di atas harus juga diperhatikan.

*

Kemashuran dan Prestise

Meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.

*

Koherensi Dengan Kemajuan

Meneliti apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.


Bab II

PERNYATAAN KATEGORIAL


Pengertian Pernyataan Kategorial

Pernyataan kategorial atau proposisi kategorial adalah proposisi yang bertalian dengan kategori. Dalam pengertian yang umum kategori disamakan dengan kelas. Dalam logika, kategori diartikan dengan suatu konsep yang terkecil atau suatu bentuk pikiran yang terkecil dan fundamental, yang daripadanya dapat diturunkan semua pengetahuan. Dalam pengertian yang luas proposisi kategorial mempunyai pertalian dengan perangkat-perangkat dan relasi antar perangkat-perangkat itu.

Dalam suatu pernyataan atau proposisi terdapat perangkat-perangkat. Ada yang berfungsi sebagai term subyek dan ada yang berfungsi sebagai term predikat. Hubungannya dapat berwujud:

*

Suatu perangkat dapat tercakup dalam suatu perangkap lain, jika semua anggota perangkat pertama adalah anggota perangkat kedua, tetapi tidak semua anggota perangkat kedua harus menjadi anggota perangkat pertama.
*

Sebuah perangkat dapat juga berada di luar erangkat yang lain, jika keduanya tidak memiliki anggota bersama.
*

Relasi itu dapat juga berbentuk hanya sebagian tercakup dalam perangkat lain, jika beberapa anggota dari perangkat pertama juga menjadi anggota perangkat kedua.
*

Relasi terakhir adalah sebagian diluar perangkat yang lain, jika beberapa anggota perangkat pertama juga bukan anggota perangkat kedua.

Macam-macam Pernyataan Kategorial

Dengan menggabungkan ciri kuantitatif dan kualitatif, maka dapat diperoleh empat macam pernyataan kategorial :

- pernyataan kategorial afirmatif universal (A)

- pernyataan kategorial negatif universal (E)

- pernyataan kategorial afirmatif partikular (I)

- pernyataan kategorial negatif partikular (O)

Interpretasi Eksistensial

Sebelum abad XIX orang beranggapan bahwa selalu ada atau terdapat minimal satu anggota bagi term subyeknya. Sebab itu penafsiran atas pernyataan kategorial itu disebut interpretasi eksistensialis.

Opossi Eksistensial

Bila kita menerima pandangan eksistensial, maka dapat diturunkan beberapa relasi antara kempat macam pernyataan kategorial yang mengandung term subyek yang sama. Keempat macam pernyataan kategorial diatas sering digunakan untuk menilai validitas dan kebenaran sebuah argumentasi. Kesimpulan dasar yang dapat diturunkan adalah :

*

Relasi Kebalikan (Contrary)

Relasi antara dua proposisi yang sedemikian rupa sehingga kalau salah satu proposisi benar, naka proposisi lainnya salah; tapi keduanya juga bisa salah.

*

Relasi Kebalikan-bawahan (sub-contrary)

Relasi antara dua proposisi yang sedemikian rupa, sehingga kalau satunya salah maka yang lainnya benar, tapi keduanya dapat juga benar.

*

Relasi Sub-alternan

Relasi antara dua proposisi yang sedemikian rupa sehingga kebenaran dari proposisi pertama menjamin kebenaran dari proposisi kedua, tapi tidak sebaliknya.

*

Relasi Pertentangan

Relasi antara dua proposisi yang sedemikian rupa sehingga keuanya bertentangan, yaitu keduanya tidak bisa sama-sama benar, dan keduanya tidak bisa sama-sama salah.

Untuk merumuskan proposisi yang benar dan logis, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

*

proposisi harus berbentuk kalimat deklaratif
*

proposisi harus mengandung dua term, term subyek dan term predikat
*

ciri kuantitas dan kualitas harus dirumuskan dengan jelas
*

dalam logika biasanya term-term itu disusun dalam bentuk bendaan atau senilai dengan bentuk bendaan

Oposisi Hipotesis

Relasi-relasi yang terdapat dalam proposisi kategorial :

*

Relasi Kebalikan
*

Relasi Kebalikan-bawahan
*

Relasi Sub-alternan
*

Relasi Pertentangan

Pernyataan Yang Sama

Ketika menghadapi dua pernyataan kategorial atau lebih, sering timbul keinginan kita untuk mengetahui apakah mungkin pernyataan-pernyataan itu mengandung makna yang sama atau tidak. Untuk maksud tersebut peru diketahui beberapa pengertian yang dapat dipakai untuk menguji kesamaan atau perbedaan proposisi itu.

*

Konversi

Suatu proses atau tindakan untuk mempertukarkan tempat term-term sebuah proposisi, misalnya menempatkan term subyek di tempat term preikat dan sebaliknya.

*

Obversi

Sebuah proses perubahan dengan menyangkal lawan dari suatu proposisi afirmatif. Pernyataan asli yang disangkal disebut obvertan, sedangkan proposisi yang dihasilkan denga obversi disebut obvers. Untuk memperoleh sebuah obvers yang senilai dengan obvertannya, maka harus ditempuh dua prosedur ini :

1.

Mengubah kualitas dari pernyataan obvertannya. Klau kualitasnya afirmatif, maka harus dijadikan negatif, begitu sebaliknya.
2.

Menggantikan term preikat dengan komplemennya.

*

Kontraposisi

Suatu proses untuk menghasilkan sebuah proposisi baru berturut-turut melalui proses obversi, konversi dan sekali lagi obversi.


Bab III

INDUKSI

Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Namun induksi tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti oleh proses berpikir yang kedua, yaitu deduksi.

Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Generalisasi dapat dibedakan dalam beberapa bentuk :

*

Loncatan Induktif

Sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.

*

Tanpa Loncatan Induktif

Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.

Hipotese atau Teori

Hipotese adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifanya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang relevan atau sejenis. Untuk merumuska hipotese yang baik perhatikan beberapa ketentuan ini :

*

Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada. Semakin banyak evidensi, semakin kuat hipotese yang diajukan.
*

Bila tidak ada alasan-alasan lain, maka antara dua hipotese yang mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotese yang mudah daripada yang rumit
*

Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia.
*

Hipotese bukan hanya menjelaskan fakta-fakta yang membentuknya, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta lain yang sejenis yang belum diselidiki.

Analogi

Analogi atau kadang-kadang juga disebut analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula pada hal lain. Analogi dapat diperinci untuk tujuan berikut :

*

Untuk meramalkan kesamaan
*

Untuk menyingkap kekeliruan
*

Untuk menyusun sebuah klasifikasi




Hubungan Kausal

*

Sebab ke Akibat

Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju pada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat.

*

Akibat ke Sebab

Merupakan suatu proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi.

*

Akibat ke Akibat

Proses penalaran yang bertolak dari suatu akibat menuju suatu akibat lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat tadi.

Induksi Dalam Metode Eksposisi

Semua metode eksposisi dapat dimanfaatkan dalam argumentasi. Tapi dalam menerapkan metode-metode itu terdapat perbedaan. Pada tulisan ekspositoris fakta-fakta diajukan secukupnya untuk mengadakan konkritisasi atas inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca mengetahui bukan hanya persoalannya tetapi juga beberapa landasan yang menunjang inti persoalan. Sebaliknya pada argumentasi fakta-fakta digunakan sebagai evidensi, yaitu sebagai alat pembuktian kebenaran dari persoalan yang dikemukakan. Oleh sebab itu, cara penggunaannya, penyajiannya, jumlah perincian yang disajikan haruslah sedemikian rupa, sehingga para pembaca diyakinkan mengenai kebenaran permasalahannya.


Bab IV

DEDUKSI


Deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.

Silogisme Kategorial

1.

Pengertian

Merupakan suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga proposisi kategorial, yang disusun sdemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan.

b. Proposisi Silogisme

- Premis Mayor adalah premis yang mengandung term mayor dari silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu.

- Premis Minor adalah premis yang mengandung term minor dari silogisme itu. Premis minor adalah proposisi yang mengidentifikasikan sebuah peristiwa yang khusus sebagai anggota dari kelas tadi.

- Kesimpulan adalah proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar tentang seluruh kelas, juga akan benar atau berlaku bagi anggota tertentu.

c. Kesahihan dan Kebenaan

Untuk menilai sebuah silogisme harus dibedakan dua pengertian yang sering dikacaukan, yaitu kesahihan (validitas; keabsahan) dan kebenaran (truth). Validitas suatu silogisme semata-mata tergantung dari bentuk logisnya, sedangkan kebenaran tergantung dari fakta-fakta yang mendukung sebuah pernyataan. Bentuk logis sebuah silogisme ditentukan oleh :

*

Bentuk logis dari pernyataan-pernyataan kategorial dalam silogisme.
*

Cara penyusunan term-term dalam masing-masing pernyataan dalam silogisme itu.

d. Menguji Validitas

Karena sebuah silogisme mengandung tiga term yang berbeda, maka untuk menguji validitas sebuah silogisme harus dipergunakan tiga lingkaran.

e. Kaidah-kaidah Silogisme Kategorial

- Sebuah silogisme harus terdiri dari tiga proposisi. Ketiga proposisi itu masing-masing: premis mayor, premis minor, dan konklusi.

- Dalam ketiga proposisi itu harus terdapat tiga term, yaitu term mayor yang merupakan term predikat dari konklusi, term minor yang menjadi term subyek dari dari konklusi, dan term tengah yang menghubungkan premis mayor dan premis minor.

- Setiap term terdapat dalam kesimpulan harus tersebar atau sudah disebut dalam premis-premisnya.

- Bila salah satu premis bersifat universal dan yang lain bersifat partikuar, maka konklusinya harus bersifat partikular.

- Dari dua premis yang bersifat universal, konklusi yang diturunkan juga harus bersifat universal,

- Jika sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis yang negatif, maka konklusinya harus negatif.

- Dari dua buah premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.

- Dari dua premis yang bersifat partikular, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.

Silogisme Hipotesis

Siloisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi.

Silogisme Alternatif

Dinamakan silogisme alternatif karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya, proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya.

Entimem

Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem.

Rantai Deduksi

Dalam kenyataan penalaran yang induktif dan yang deduktif memberi pengaruh timbal balik., sebab secara serempak penalaran itu dapat bergerak melalui proses-proses yang kompleks, dengan menilai evidensi yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Yang penting dalam mata rantai induksi-deduksi, penulis harus mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat tantangan atau bila ia sendiri ragu-ragu tehadap argumen orang lain, ia dapat menuji argumen itu untuk menemukan kesaahannya dan kemudian dapat memperbaikinya, entah kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah, entah karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.



Bab V

PENOLAKAN


Pengertian Penolakan

PENOLAKAN juga merupakan sebuah proses penalaran dalam kerangka berargumentasi. Dalam berargumentasi beluk cukup kalau seorang pengarang hanya sekadar menunjukkan kelemahan-kelemahan pendapat lawannya tanpa memberikan jalan keluarnya.

Prinsip Penolakan

Jika seorang pengarang menulis sebuah makalah yang memuat penolakan tau ketidaksepakatan terhadap sebuah masalah atau pandapat, hendaknya penolakan itu diarahkan kepada beberapa pokok yang penting saja dari makalah itu , dari pada mengarahkan kepada seluruh pokok persoalan. Seorang yang bijaksana tidak akan mempercayai begitu saja formulasi-formulasi yang tampaknya sangat formal dalam sebuah argumentasi. Untuk menolak sesuatu , penulis harus mengutip secara tepat rumusan-rumusan dari argumentasi atau pokok persoalan yang akan ditolak.

Metode penolakan dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi atau penalaran pengarang sendiri.

Menyerang Autoritas

Bila pengarang melihat bahwa autoritas yang dikutif tidak dilindungi oleh eksperimen-eksperimen atau fakta-fakta , maka ia dapat menolak atau menyerang autoritas yang dikutip. Kemashuran autoritas hanya berarti bahwa autoritas itu ernah mengemukakan pendapat-pendapat yang tepat dan benar berdasarkan penelitian atau eksperimen-eksperimennya. Sebuah pendapat tanpa bukti atau tidak didukung oleh evidensi akan dimasukkan dalam hipotese, oleh karena itu belum dapat dijadikan bahan pembuktian. Sebuah hipotese tidak dapat disangkal kepentingannya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Penolakan atas sebuah autoritas dapat juga dilakukan dengan mengutip autoritas-autoritas lainnya, yang pendapatnya diperkuat dengan eksperimen-eksperimen, observasi atau penelitian. Atau penulis sendiri berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang menentang pendapat autoritas. Untuk hal yang terakhir akan dibicarakan dalam bagian mengenai pratibukti.

Pratibukti

Pratibukti ( counterargument ) agaknya merupakan cara yang paling efektif untuk menolak suatu pendapat, karena ia megemukakan. Evidensi –evidensi tambahan atau jalan pikiran yang lebih baik untuk membuktikan kesalahan pendapat lawan. Dengan mengemukakan evidensi yang lebih baik , dengan mengemukakan autoritas atau jalan pikiran yang lebih sehat, berarti pengarang juga mempergunakan cara yang lebih baik. Tidak ada seorang pun yang dapat menyangkal ke-efektifan pratibukti.

Salah Nalar

Hal yang paling esensil dalam proses penolakan adalah menunjukkan kesalahan dalam proses penalaran atau salah nalar. Salah nalar yang umum yang sering terjadi dalam jalan pikiran manusia pada waktu mengemukakan sesuatu persoalan adalah : generalisasi sepintas lalu, analogi yang pincang, semua alih-alih beberapa, kesalahan dalam hubungan kausl, kesalahan karena tidak mengerti persoalan.

1.

Generalisasi Sepintas Lalu
2.

Analogi yang pincang
3.

Semua alih-alih Beberapa
4.

Kesalahan Hubungan Kausal
5.

Kesalahan karena tidak Mengerti Persoalan
6.

Argumentum ad Hominem

Dorongan Emosi

Dua aspek dalam diri manusia yang sering bercampur-aduk adalah aspek-aspek rasio dan emosi. Semakin kuat aspek-aspek emosional yang mengiringi sebuah pernyataan; semakin lemah kebenaran persoalannya. Sebagai motode penolakan, maka cara-cara berikut tidak dapat diterima karena factor emosi tampil sebagai faktor yang paling dominant, sedangkan obyektivitas merosot perananya.

1.

Berbicara berdasarkan Prestise Seeorang

Pada waktu mempropagandakan sesuatu, sering pembicara atau penulis membesar-besarkan prestise seseorang untuk sesuatu maksud tertentu, agar massa dapat menerima apa yang dipropagandkan. Cara ini biasanya digunakan dalam kampanye politik atau dalam iklan-iklan.

2.

Menggunakan Istilah yang Berprasangka

Untuk menghantam lawan, sering dipergunakan istilah –istilah tertentu yang mengandung prasangka kurang baik. Kebalikan dari cara diatas adalah mempergunakan istilah-istilah yang mengandung konotasi baik.

3.

Argumentum ad Populum

Suatu cara lain adalah usaha pembicara untuk menyakinkan pendengara atau pembaca, bahwa sebuah hal tertentu adalah hasil produksi rakyat atau pembaca sendiri juga berasal dari rakyat. Cara lain adalah pembicara berdasarkan perasaan massa, berbicara berdasarkan perasaan suatu golongan dengan tidak menyelidiki apakah pendapat itu atau perasaan massa itu benar.

Metode –Metode khusus

Terdapat beberapa metode khusus untuk menolak argumentasi atau jalan pikiran lawan. Metode ini dinamakan metode khusus karena hanya dapat dipergunakan dalam situasi –situasi khusus. Metode –metode tersebut adalah : dilemma, metode residu, dan reductoi ad absurdum.

1.

Dilemma

Dilemma termasuk dalam silogisme hipotetis yang bersifat majemuk, dari segi bersifat separuh disjungtif. Dilemma muncul dari anggapan seolah-olah hanya ada dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk menolak pendapat melalui dilemma yang semu, cukup saja diajukan argumentasi bahwa satu alternatif dapat disisihkan, atau masih ada alternatif lain yang lebih kuat.

2.

Metode Residu

Metode residu dalam usaha untuk menolak suatu pendapat mencatat terlebih dahulu semua alternatif yang berhubungan dengan suatu persoalan atau situasi, kemudian mencoba mengeluarkan altenatif-alternatif yang tidak mungkin atau tidak masuk akal.

3.

Reductio ad Absurdum

Metode khusus yang lain untuk menolak argument-argumen yang diajukan lawan adalah memperluas suatu fase dari argument yang dikemukakan lawan hingga mencapai titik, dimana argumen-argumen itu menjadi kabur ( absurdus = tidak masuk akal ) atau sama sekali tidk masuk akal.


BAB VI

TULISAN ARGUMENTATIF


Pendahuluan

Dunia yang berada disekitar manusia menyediakan bahan-bahan yang berlimpah-limpah. Bahan –bahan tersebut dapat berwujud fakta-fakta, peristiwa-peristiwa, hasil-hasil observasi, dokumen-dokumen yang penting, statistik, hasil survai, studi kelayakan dan lain-lain. Dalam komunkasi antara anggota masyarakat, argumentasi merupakan suatu cara yang sangat berguna, baik bagi perorangan maupun bagi anggota-anggota masyarakat secara keseluruhan, sebagai alat pertukaran informasi yang tidak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan yang subyektif.

Hubungan Argumentasi dan Logika

Logika merupakan suatu cabang ilmu yang berusaha menurunkan kesimpulan-kesimpulan melalui kaidah-kaidah formal yang absah (valid). Karena hubungan yang sangat erat antara logika dan argumentasi, maka sering bentuk-bentuk dan istilah-istilah logika digunakan begitu saja dalam sebuah argumen. Perbedaan yang jelas antara logika sebagai ilmu dan argumentasi sebagai suatu bentuk retorika.

Dasar dan Sasaran

Dengan menggunakan prinsip-prinsip logika sebagai alat bantu utama, maka argumentasi atau tulisan argumentative yang ingin mengubah sikap dan pendapat orang lain bertolak dari dasar-dasar tertentu, menuju sasaran yang hendak dicapainya. Dasar yang harus diperhatikansebagai titik tolak argumentasi adalah;

(1) Pembicara atau pengarang harus mengetahui serba sedikit tentang subyek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya.

(2) Pengarang harus bersedia mempertimbangkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri.

Penulis atau pembicara juga harus memperhatikan ketiga prinsip tambahan sebagai berikut:

(3) Pembicara atau penulis argumentasi harus berusaha untuk mengemukakan pkok persoalannya dengan jelas; ia harus menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut.

(4) Pembicara atau penulis harus menyalidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persolan yang dibahas itu, dan sampai dimana kebenaran dari pernyataan yang telah dirumuskan itu.

(5) Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud yang mana yang lebih memuaskan pembicara atau penulis untuk menyampaikan masalahnya.

Untuk membatasi persoalan dan menetapkan titik ketidaksesuaian, maka sasaran yang ahrus ditetapkan untuk diamankan oleh setiap pengarang argumentasi adalah:

(1) Argumentasi itu harus mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan keyakinan orang mengenai topik yang akan diargumentasikan.

(2) Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan prasangka tertentu.

(3) Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah. Sedangkan tujuan argumentasi adalah menghilangkan ketidaksepakatan.

(4) Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan diargumentasikan. Ini merupakan langkah yang sangat penting.


Mengemukakan Argumen

Sebelum pengarang mengemukakan argumen, ia harus mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan secukupnya. Ini merupakan latihan keahlian dan ketrampilan tersendiri, suatu latihan yang intensif dan akurat bagaimana seorang memperoleh informasi yang tepat untuk tiap objek atau persoalan. Bila bahan sudah terkumpul, penulis juga harus siap dengan metode terbaik untuk menyajikannya dalam suatu bentuk atau suatu rangkaian yang logis dan menyakinkan.

a. Pendahuluan

Pendahuluan adalah: menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca kepada argumen-argumen yang akan disampaikan, serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu harus dikemukakan dalam kesempatan tersebut. Pendahuluan harus mengandung cukup banyak bahan untuk menarik perhatian pembaca yang tidak ahli sekalipun, serta memperkenalkan kepada pembaca fakta-fakta pendahuluan yang perlu untuk memahami argumentasinya.

b. Tubuh Argumen

seluruh proses penyusunan argument terletak pada kemahiran dan keahlian penulis, apakah ia sanggup menyakinkan pembaca bahwa hal yang dikemukakannya itu benar, sehingga dengan demikian konklusi yang disimpulkannya juga benar

c. Kesimpulan dan Ringkasan

Dalam tulisan-tulian biasa tidak boleh dibuat kesimpulan-kesimpulan , maka dapat dibuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argument-argumen dalam tubuh karangan itu.

Topik dan Metode

Topik yang dijadikan landasan proposisi-proposisi dapat dijabarkan menjadi bermacam-macam metode argumentasi. Dalam argumentasi topik-topik yang ada dapat dikemukakan dalam bermacam-macam metode, seperti halnya dengan eksposisi. Semakin banyak fakta disodorkan , semakin kuat pula pembuktian yang dilakukan oleh penulis atau pembicara.

Beberapa metode yang dikembangkan dari topik yang ada adalah :

a. Genus dan Definisi

b. Sebab dan Akibat

c. Keadaan atau Sirkumstansi

4.

Persamaan
5.

Perbandingan
6.

Pertentangan
7.

Kesaksian dan Autoritas





BAB VII

PERSUASI


Pengertian Persuasi

PERSUASI adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk menyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan dating. Karena tujuan terakhir adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka persuasi dapat dimasukkan pula dalam cara-cara untuk mengambil keputusan. Bentuk-bentuk persuasi yang dikenal umum adalah : propaganda yang dilakuakn oleh golongan-golongan atau badan-badan tertentu, iklan-iklan dalam surat kabar, majalah, atau media massa lainnya, selebaran-selebaran, kampanye lisan, dan sebagainya.

Argumentasi dan Persuasi

Terdapat garis singgung antara argumentasi dan persuasi. Karena garis singgung tersebut, banyak orang beranggapan bahwa persuasi merupakan sinonim atau istilah yang mempunyai makna yang sama dengan argumentasi. Antara kedua istilah itu terdapat perbedaan yang jelas, perbedaan pertama menyangkut kebenaran atau kesepakatan. Kebenaran merupakan hasil dari proses penalaran dalam argumentasi, sedangkan kesepakatan merupakan hasil dari proses berpikir persuasi.

Sasaran proses berpikir dalam argumentasi adalah kebenaran mengenai subyek yang diargumentasikan, sedangkan sasaran proses berpikir dalam persuasi adalah hadirin, yaitu usaha bagaimana merebut kesepakatan dari para hadirin. Untuk itu persuasi memerlukan analisa yang cermat mengenai hadirin dan seluruh situasi yang ada, sedangkan argumentasi memerlukan analisa yang cermat mengenai fakta-fakta yang ada untuk membuktikan kebenaran itu.

Dasar-dasar Persuasi

Aristoteles mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi, yaitu:

a. Watak dan Kredibilitas

b. Kemampuan Mengendalikan Emosi

c. Bukti-bukti

Teknik-teknik Persuasi

Metode-metode yang biasa dipergunakan adalah:

a. Rasionalisasi

Rasionalisasi sebagai sebuah teknik persuasi dapat dibatasi sebagai: suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar kebenaran kepada suatu persoalan, dimana dasar atau alasan itu tidak merupakan sebab langsung dari masalah itu.

b. Identifikasi

Dengan menganalisa hadirin dan seluruh situasi, maka pembicara dengan mudah dapat mengidentifikasi dirinya dengan hadirin. Identifikasi merupakan kunci keberhasilan bagi pembicara.

c. Sugesti

Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerina suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi. Kesugestian pada seseorang mulai berkembang pesat mulai usia empat tahun dan mencapai puncaknya pada usia tujuh atau delapan tahun, tetapi semakin meningkat usia si anak, semakin menurun pula kesugestian tersebut. Kesugestian seseorang berjalan sejajar dengan kemampuan penguasaan bahasa seseorang. Orang yang kurang kemampuan bahasanya, biasanya mudah dikuasai melalui sugesti.

d. Konformitas

Konformitas adalah suatu keinginan atau suatu tindakan untuk membuat diri serupa dengan sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan itu. Sikap yang diambil pembicara untuk menyesuaikan diri dengan keadaan supaya tidak timbul ketegangan adalah juga menyangkut konformitas.

e. Kompensasi

Kompensasai adalah suatu tindakan atau suatu hasil dari usaha untuk mencapai suatu pengganti bagi sesuatu hal yang tak dapat diterima, atau suatu sikap atau keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Usaha mencari suatu pengganti terjadi karena tindakan atau keadaan yang asli sudah mengalami frustasi.

f. Penggantian

Penggantian (displacement) adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud atau hal yang mengalami rintangan dengan suatu maksud atau hal lain yang sekaligus juga menggantikan emosi kebencian asli, atau kadang-kadang emosi cinta kasih yang asli.

g. Proyeksi

Proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya adalah subyek menjadi obyek. Jika seseorang diminta untuk mendeskripsikan seseorang yang tak disenanginya, ia akan berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal yang baik mengenai dirinya sendiri. Kesalahan yang dilakukan seseorang dilemparkannya kepada orang lain, bahwa orang lain itu yang melakukannya.

NARASI


BAB I

PENDAHULUAN


Pengertian Narasi

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsure yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan. Dengan demikian pengertian narasi mencakup dua hal dasar, yaitu perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris pertama bertujuan unutk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ini mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar.Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi.

Narasi Sugestif

Narasi sugestif bertalian dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau peristiwa. Tujuan atau sasaran utamanya berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Narasi sugestif selalu melibatkab daya khayal (imajinasi).

Perbedab Pokok antara Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif

Perbedaan yang terpenting adalah:

Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif

1. Memperluas pengetahuan 1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.

2. Menyampaikan informasi 2. Memberikan daya khayal.

mengenai suatu kejadian.

3. Didasarkan pada penalaran 3. Penalaran hanya berfungsi sebagai

untuk mencapai kesepakatan alat untuk menyampaikan makna,

rasional. sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.

4. Bahasanya lebih condong ke 4. Bahasanya lebih condong ke

bahasa informatif dengan bahasa figuratif dengan menitik-

titik berat pada penggunaan kata- beratkan penggunaan kata-kata

kata denotatif. konotatif.

Hubungan dengan Wacana Lain

Bentuk wacana lain seperti argumentasi, eksposisi, dan deskripsi dapat juga mengandung unsur-unsur naratif.

Beberapa Bentuk Khusus Narasi

Narasi dapat dibedakan atas bentuk narasi yang fiktif dan nonfiktif. Dalam bagian ini akan dikemukakan cirri dari dua bentuk yang sering disebut, yaitu biografi dan autobiogafi.

a. Autobiografi dan Biografi

Perbedaannya terletak dalam masalah naratornya (pengisahnya), yaitu siapa yang berkisah dalam bentuk wacana ini. Pengisah autobiografi adalah tokohnya sendiri, sedangkan pengisah dalam biografi adalah orang lain. Keduanya mempunyai kesamaan, yaitu menyampaikan kisah yang menarik mengenai kehidupan dan pengalaman-pangalman pribadi.

b. Anekdot dan Insiden

Keduanya dapat berdiri sendiri karena fungsinya sangat terbatas. Tetapi dalam banyak hal, keduanya muncul sebagai sebuah cerita pendek dalam sebuah narasi yang lebih panjang, yang berfungsi menunjang narasi yang panjang itu dengan mengisi karakter dan detail-detail tertentu. Anekdot adalah semacam cerita pendek yang bertujuan menyampaikan karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau suatu hal lain. Insiden (kejadian atau peristiwa) memiliki karakter yang lebih bebas lagi dari anekdot.

c. Sketsa

Sketsa adalah suatu bentuk wacana yang singkat, yang selalu dikategorikan dalam suatu tulisan negatif, walaupun kenyataanya unsur perbuatan atau tindakan yang berlangsung dalam suatu unit waktu itu tidak menonjol atau kurang sekali diungkapkan.

d. Profil

Profil bukan suatu bentuk narasi murni. Ini adalah suatu wacana modern yang berusaha menggabungkan narasi, deskripsi, dan eksposisi yang dijalin dalam bermacam-macam proporsi.





BAB II

STRUKTUR NARASI


Struktur Narasi

Sesuatu dikatakan mempunyai struktur, bila ia terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya: perbuatan, penokohan latar dan sudut pandangan. Tetapi dapat juga dianalisa berdasarkan alur (plot) narasi.

Alur (Plot)

Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi itu. Disamping tindak tanduk, karakter (tokoh) dan pikiran atau suasana hati yang menjadi dasar sebuah plot, ada beberapa faktor lain yang harus diperhatikan juga dalam sebuah alur, yaitu latar (setting), waktu, kiasan makna (khususnya narasi fiktif).

Bagian Pendahuluan

Pebuatan harus lahir dari suatu situasi. Ada situasi yang sederhana, tetapi ada juga situasi yang kompleks. Bagian pendahuluan yang menyajikan situasi dasar, memungkinkan pembaca memahami adegan- adegan selanjutnya. Sebab itu bagian ini sering disebut juga istilah eksposisi. Karena bagian pendahuluan menentukan daya tarik atau dan selera pembaca terhadap bagian-bagian berikutnya, maka penulis harus menggarapnya dengan sungguh-sungguh secara seni.

Bagian Perkembangan

Bagian tengah adalah batang tubuh yang utama dari sebuah tindak-tanduk para tokoh. Bagian ini merupakan rangkaian dari tahap-tahap yang membentuk seluruh proses narasi. Konflik hanya dapat dimengerti dan dipahami dengan baik, kalau situasi awal dalam bagian pendahuluan sudah disajikan secara jelas. Semua yang terjadi dalam bagian perkembangan hanya merupakan kausalitas, merupakan sebab- akibat dari suasana lampau.

Bagian Penutup

Bila seorang penulis ingin menyusun sebuah cerita, ia mengganggap bagian akhir cerita sebagai titik dimana perubahan dan tindak-tanduk dalam sebuah narasi itu memperoleh maknanya yang bulat dan penuh. Bagian ini merupakan titik dimana para pembaca terangasang untuk melihat seluruh makna kisah. Bagian ini sekaligus merupakan titik dimana struktur dan makna memperoleh fungsinya sebulat-bulatnya. Nama teknis bagian terakhir dari suatu narasi disebut juga peleraian atau denouement. Dalam bagian ini komplikasi akhirnya dapat diatasi dan diselesaikan.

BAB III

STRUKTUR PERBUATAN


Struktur Perbuatan

Ciri utama yang membedakan deskripsi dari sebuah narasi adalah aksi atau tindak- tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka narasi itu akan berubah menjadi sebuah deskripsi, karena semuanya dilihat dalam keadaan yang statis. Struktur perbuaatan dapat ditinjau dari komponen-komponen perbuatan itu sendiri, tetapi dapat juga dilihat dari kaitannya dengan faktor-faktor lain. Hubungan yang logis antara tindak-tanduk dalam sebuah narasi akan lahir sebagai kausalitas, sebagai hukum sebab-akibat.

Perbuatan dan Motivasi

Motivasi adalah suatu penjelasan secara implisit mengapa tokoh-tokoh dalam narasi melakukan hal-hal seperti yang digambarakan tadi dalam pembukaanya. Motivasi mengungkapkan bagaimana manusia-manusia berada dalam situasi sebagai yang digambarkan, dan bagaimana obyek dari tanggapan-tanggapan yang diharapkan menyajikan kunci utama kepada pembaca untuk membayangkan tindak-tanduk selanjutnya. Suatu motivasi tertentu dalam sebuah narasi merupakan suatu keharusan, karena motivasi inilah yang dapat dianggap sebagai sendi persambungan dari seluruh narasi.

Perbuatan dan Kausalitas

Tindak-tanduk bukan hanya merupakan suatu rangakaian peristiwa, tetapi lebih tepat lagi kalau dikatakan bahwa narasi merupakan suatu rangkaian dari sebab-akibat. Suatu hal atau tindakan terdahulu mengakibatkan hal yang lain atau tindakan yang timbul kemudian. Kausalitas merupakan alasan langsung mengapa suatu tindakan berikutnya terjadi. Kausalitas selalu muncul dalam suatu rangkaian yang logis yang dapat dikontrol oleh akal sehat dan fakta-fakta.

Karakter dan Karakterisasi

Karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya. Perwatakan (karakterisasi) dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi gambaran mengenai tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung karakter). Karakter yang dipresentasikannya itu harus konsisten.

Konflik

Sebuah narasi disusun dari rangkaian tindak-tanduk yang bertalian dengan sebuah makna. Makan ini hampir selalu muncul dari suatu pertikaian atau konflik kekuatan-kekuatan yang merangsang perhatian kita untuk melihat bagaimana situasi itu akan diselesaikan. Faktor utama pertimbangan untuk mengangkat permasalahan dalam sebuah narasi dibagi atas tiga macam, yaitu:

a. Konflik melawan alam

Adalah suatu pertarungan yang dilakukan oleh seorang tokoh atau manusia secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melawan kekuatan alam yang mengancam hidup manusia itu sendiri.

b. Konflik antar manusia

Adalah pertarungan seorang melawan seorang manusia yang lain, seorang melawan kelompok yang lain yang berkuasa, suatu kelompok melawan kelompok yang lain, sebuah negara melawan negara yang lain, karena hak- hak mereka diperkosa.

c. Konflik batin.

Yaitu suatu pertarungan individual melawan dirinya sendiri. Dalam konflik ini timbul kekuatan- kekuatan yang saling bertentangan dalam batin seseorang.

Waktu

Suatu perbuatan atau tindak-tanduk selalu terjadi dalam waktu. Narasi menyajikan suatu unit waktu, bukan sekedar suatu fragmen waktu. Suatu unit waktu adalah suatu kesatuan yang lengkap dalam dirinya, suatu unit waktu adalah suatu rentangan waktu dimana suatu proses terjadi secara penuh. Dalam menyajikan suatu gerakan waktu harus dibedakan dua hal, pertama, bagaimana penulis memperlakukan urutan waktu, dan kedua bagaimana urutan waktu itu sebenarnya dalam gerak waktu. Sebuah narasi dapat disajikan dalam dua macam pola urutan, yaitu:

a. Urutan alamiah (natural order) atau atau urutan kronologis (urutan waktu alamiah).

b. Urutan pemisahan (narrative order).



BAB IV

MAKNA SEBUAH NARASI


Perhatian

Sebuah kisah dapat muncul dalam sebuah konteks yang sama sekali tidak ada maksud naratif. Penulis akan mencurahkan semua kemampuanya untuk menjelaskan secara terperinci semua hal yang dianggap menimbulkan konflik dalam narasi itu. Pusat perhatian inilah yang melahirkan kesatuan dramatis dan kesatuan struktural pada sejarah, insiden, anekdot, dan sebagainya.

Selektivitas

Narasi itu selalu bersifat selektif. Sebuah narasi tidak pernah akan menyajikan materi secara tuntas. Sebuah narasi sebagai sebuah karya seni mempunyai tujuan imajinatif dengan bertolak dari kenyataan. Tujuan ini dapat diperoleh melalui tehnik dan cara-cara tertentu. Seleksi itu merupakan sebuah abstraksi dari seluruh kejadian itu. Dan ini merupakan kebenaran yang tertinggi bagi sebuah tulisan naratif. Dan seleksi itu akan mencapai nilai tertinggi itu kalau dilaksanakan dengan terampil dan penuh kepercayaan.

Relevansi

Relevansi ini disebut relevansi tema. Terdapat juga relevansi yang disebut relevansi langsung. Relevansi ini mempunyai persyaratan tersendiri dan persyaratan ini sering bertentangan dengan persyaratan bagi relevansi tema. Keefektifan sebuah kisah tergantung dari ketrampilan pengarang untuk menjalin peristiwa-peristiwa, baik yang diikat oleh relevansi tema maupun perincian-perincian yang diatur oleh relevansi kelangsungan.

Makna Narasi

Langkah untuk menyelidiki bagaimana proses yang menjadi landasan untuk menciptakan makna narasi, yaitu suatu unsur dari struktur perbuatan. Narasi diperlukan untuk menyiapkan pembaca untuk merasakan kepenuhan makna sebuah proses, membuat pembaca melihat, mendengar, merasakan, dan memahami peristiwa itu sebagai suatu kesatuan.

Makna dan Interpretasi Makna

Makna harus merupakan hasil interpretasi. Penulislah yang harus memberikan interpretasinya mengenai narasi yang digarapnya. Dari semua yang telah diuraikan, narasi fiktif dan nonfiktif memiliki perbedaan makna. Perbedaan makna antara kedua jenis narasi itu terjadi karena:

(1) Perbadaan bahan dan sifat bahan yang dipergunakan

(2) Cara Penggarapan

(3) Subyektivitas Pengarang




BAB V

SUDUT PANDANGAN


Pengartian Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat atau titik dimana seorang melihat obyek deskripsinya. Dengan mempergunakan sudut pandang sebagai landasan, penulis dapat menggarap obyeknya dengan cermat dan teratur, dan dapat pula dijamin bahwa tidak ada hal-hal atau perincian yang diabaikan atau dilangkahi, atau memasukkan hal-hal tertentu yang tidak berada dalam jangkauan titik pandang tadi.

Sudut pandangan dalam hubungan dengan narasi, yaitu cara seorang pengarang melihat seluruh tindak-tanduk dalam suatu narasi, dapat dibagi lagi atas dua pola utama, yaitu:

a. Sudut pandangan orang pertama

b. Sudut pandangan orang ketiga

Sudut Pandangan Orang Pertama

Presentasi sudut pandangan orang pertama ini disebut juga sudut pandangan terbatas (limited point of view). Karena penulis secara sadar membatasi diri pada apa yang dilihat atau apa yang dialami sendiri sebagai pengisah atau narrator. Kadang pengisah adalah tokoh utama dalam narasi, sehingga kita melihat perbuatan atau tindak-tanduk tokoh-tokoh dalam narasi itu melalui mata kepala pengisah yang terlibat langsung dalam narasi itu. Kadang narrator adalah orang yang hanya mempunyai hubungan sedikit saja dengan narasi itu, ia hanya menjadi tokoh yang tidak penting, tetapi tetap berada dalam posisi orang yang melihat kejadian-kajadian yang penting dalam narasi. Sudut pandangan orang pertama atau sudut pandangan terbatas masih memiliki perbedaan-perbedaan dan variasi-variasi kecil. Perbedaan dan variasi itu didasarkan pada tipe relasi pengisah (narator) dengan seluruh gerak dan tindak-tanduk dalam narasi. Ada dua pola utama yang ekstrim, dan sekurang-kurangnya ada satu pola tengah. Ketiga pola tersebut adalah:

a. Narator – Tokoh Utama

Tipe pertama dari sudut pandangan orang pertama adalah Narator- Tokoh Utama. Dalam tipe narator – tokoh utama, pengisah (narator) menceriterakan perbuatan atau tindak-tanduk yang melibatkan dirinya sendiri sebagai partisipan utama dari seluruh narasi itu. Narrator sebanarnya mengisahkan kisahnya sendiri. Model ini kita jumpai dalam autobiografi.

b. Narator - Pengamat

Tipe kedua adalah tipe Narator – Pengamat. Dalam tipe ini pengisah (narator) trelibat dalam seluruh tindakan tetapi hanya berperan sebagai pengamat (observer). Model ini dapat dijumpai misalnya dalam memoir. Penulis memoir tidak memainkan peranan yang penting dalam peristiwa-paristiwa yang terjadi, tetapi mempunyai posisi sebagai pengamat peristiwa-peristiwa yang penting.


c. Narator – Pengamat Langsung

Tipe ketiga sebagai tipe tengah adalah tipe Narator – Pengamat Langsung. Dalam tipe ini pengisah (narator) mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian tindakan (sebagai partisipan) dan turut mentukan haislnya, tetapi ia tidakmnejadi tokoh utama (ia bukan main character). Tipe ini sebenarnya merupakan tipe tengah antara tipe a dan tipe b.

Sudut Pandangan Orang Ketiga

Sudut pandangan orang ketiga secara eksplisit dinyatakan dengan mempergunakan kata ganti dia. Dalam tipe ini, penulis menyampaikan secara impersonal pengalaman tokoh-tokoh yang terlibat dalam interaksi dalam narasi. Mengisahkan sesuatu secara impersonal maksudnya pengarang tidak tampil sebagai pengisah, tetapi untuk itu ia menghadirkan seorang narator yang tak berbadan, yang menyaksikan berlangsungnya gerak dan tindak-tanduk dalam seluruh narasi. Relasi antara pengisah yang tak berwujud ini dengan seluruh tindak-tanduk itu adalah bahwa ia tidak turut dalam seluruh tindak-tanduk itu. Ia bertindak semata-mata sebagai penonton. Dan sikapnya sebagai penonton ini memberi kemungkinan untuk membagi-bagi tipe ini menjadi beberapa sub-tipe.

a. Sudut Pandangan Panoramik atau Serba Tahu

Sudut pandangan panoramic atau serba tahu adalah suatu bentuk yang ekstrim dari sudut pandangan orang ketiga. Dlam sudut pandangan ini pengarang berusaha melaporkan semua segi dari suatu peristiwa atau suatu rangkaian tindak-tanduk.

b. Sudut Pandangan Terarah

Satu macam sudut pandangan orang ketiga yang berada dalam ekstrim yang lain adalah apa yang disebut sudut pandangan terarah (sharp focus point of view). Dalam teknik ini pengarang tidak dapat menyapu seluruh medan tindak-tanduk yang ada, tetapi memusatkan perhatiannya hanya pada satu karakter saja yang mempunyai pertalian dengan proses atau tindak-tanduk yang dikisahkan.

c. Titik Pandangan Campuran

Antara kedua ekstrim tadi, terdapat pula gradasi dan percampuran dari kedua sudut pandangan diatas. Sesuai dengan keperluan sesaat, pengarang dapat menggunakan sudut pandangan panoramik atau sudut pandangan terarah. Percampuran sudut pandang bukan saja terjadi antara sudut pandangan panoramic dan sudut pandangan terarah, tetapi dapat juga terjadi antara sudut pandangan penoramik dan sudut pandangan orang pertama., atau antara sudut pandangan terarah dan sudut pandangan orang pertama. Percampuran itu biasanya terjadi dalam narasi yang mengandung dialog-dialog.







Bab I. Masa Yunani Kuno


Pemikiran filsafat mulai berkembang sekitar awal abad ke 6 sebelum masehi.


1.

Filsuf – Filsuf pertama

Ketiga Filsuf pertama berasal dari Milenor, yaitu :

1.

Thales yang digelari sebagai Filsuf pertama.
2.

Anaximandros dan Anaximenes yang membukukan pemikiran – penmikiran mereka , namun kemudian hilang.


Mereka mencari asas atau prinsip yang tetap tinggal sama dibelakang perubahan yang tak henti – hentinya (musim-musim, laut, jagad raya dsb). Mereka berkeyakinan bahwa tak urung asas macam itu ada. Alasannya adalah bahwa kendati segala perubahan, dunia jasmani merupakan suatu keseluruhan yang teratur dan kejadian – kejadian alamiah mempnyai suatu ketetapan yang mengherankan. Mengenai asas pertama itu ketiga filsuf dari Miletos memberikan jawaban yang berbeda-beda. Thales mengatakan : air, Anaximandros mengatakan : asas itiu adalah “ yang tak terbatas” (to apeiron), sedangkan Anaximenes mengatakan : udara.

Satu abad kemudian seorang Yunani yang tinggal diperantauan, dia Asia Kecil, bernama Herakleitos menyangka bahwa api merupakan asas pertama yang merupakan dasar segala sesuatu yang ada. Api melambangkan perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu. Ia menganggap dalam dunia alamiah tidak ada sesuatu pun yang tetap. Kemudian Pythagoras seoang dari perantauan di Italia selatan mencari asas pertama yang dapat ditentukan dengan pengenalan indra. Menurutnya segala sesuatu yang ada dapat diterangkan atas dasar bilangan-bilangan. Kemudian dalilnya ini dikenal dengan “dalil Pythagoras”. Kemudian Parmenides, yang merupakan filsuf pertama yang mempraktekkan cabang filsafat “metafisika”. Metafisika ini mempelajari yang ada atau sebagaimana yang dikemudian hari dirumuskan “yang ada, sejauh ada”( being as being, being as such).

2.

Jaman keemasan filsafat Yunani
1.

Athena dan Sofistik

Pada jaman ini Athena menjdai pusat kebudayaan Yunani, dan filsafat pun berpusat disini. Pada jaman ini terdapat golongan yang biasa dinamakan Sofistik, dan pengikutnya diberi nama Sofis. Mereka menganut suatu Relativisme yang berarti bagi mereka kebenaran menjadi sesuatu yang relatif. Menurut Protagoras “ Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya”. Tidak ada sesuatupun yang benar, yang baik, yang bagus “pada dirinya”. Semuanya dianggap benar, baik atau bagus dalam hubungannya dengan manusia.

2.

Sokrates (470-399)

Dia menentang ajaran para sofis. Dia membela “yang benar” dan “yang baik” sebagai nilai-nilai objektif yang harus diterima dab dijunjung tinggi semua orang.

3.

Plato (427-347)

Dia berpendapat realitas seluruhnya seakan-akan tebagi atas dua “dunia”, dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita dan dunia yang hanya terbuka bagi pancaindea kita. Dunia pertama terdiri dari ide-ide dan dunia kedua adalah dunia jasmani. Plato berhasil memperdamaikan pertentangan antara pemikiran Herakleitos dan Parmindes. Dimana Herakleitos mengatakan segala sesuatu senantiasa berubah dan tidak ada sesuatu pun yang sempurna sifatnya. Sedangkan menurut Parmindes “yang ada” sama sekali sempuna dan tidak dapat berubah.

4.

Aristoteles

Dia membuka sekolah yang benama Lykeion(latinnya:Lyceum). Ia mengemukakan kritik yang tajam terhadap pendapat plato tentang ide-ide. Yang ada ialah manusia ini dan manuasia itu: jadi, manusia konkret saja. Tetapi ide “manusia” tidak terdapat dalam kenyataan. Teorinya terkenal dengan nama “Hilemorfisisime “ yang menyatakan setiap jasmani mempunyai bentuk dan matei. Materi adalah prinsip yang sama sekali tidak ditentukan, merupakan kemungkinan belaka untuk menerima suatu bentuk. Bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori Hilemorfisisme ini juga menjadi dasar pandangan Aristoteles tentang manusia.

3.

Masa hellenistis dan Romawi
1.

Stoisisme

Mazhab Stoa didirakn di Athena oleh Zeno dari Krition tahun 300 sbl.

Menurut stoisime jagad raya dari dalam sama sekali ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut “Logos” (rasio). Oelh sebab itu kejadian dalam alam berlangsung menurut ketetapan yang tak terelakkan. Dua orang Roma yang menjadi pengikut mazhab Stoa ini adalah Seneca (2-65) dan kaisar Marcus Aurelius (121-180).

2.

Epikurisme

Ia menghidupkan kembali atomise Demokritos. Ia berpendapat segala – galanya terdirir dri atom-atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan tubrukan yang satu dengan yang lain.

3.

Skeptisisme

Aliran ini tidak termasuk dalam sauatu aliran yang jelas, melainkan suatu tendensi yang hidup teus sampai akhir masa yunani kuno.. mereka berpikir bahwa dalam bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian. Pelopor aliran ini adalah Pyrrho(365-275)

4.

Eklektisisme

Merupakan suatu tendensi umumyang memetik berbagai unsur filsafat dai aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai kesatuan pemikiran yang sungguh-sungguh. Philo, ia berusaha mempedamaikan agama yahudi dengan filsafat Yunani, khusunya Plato.

5.

Neoplatonisme

Merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani. Tokohnya Plotinos(203/4-269/70) dengan karangannya yang berjudul Enneadeis. Ia berkisar pada konsep kesatuan, atau dapat dikatakan berkisar pada Allah sebab Allah disebutnya dengan nama “yang satu”. Semuanya yang ada berasal dari yang satu. Realitas seluruhnya terdapat gerakan dua arah :

1.

Dari atas ke bawah

Setiap taraf dalam hierarki berasal dari taraf yang lebih tinggiyang paling berdekatan dengannya. Taraf yang satu berasal dari taraf yang lain melalui jalan pengeluaran atau “emanasi”. Pengeluaran itu berlangsung secara mutlak perlu.proses pengeluaran dalam taaf yang lebih tinggi tidak berubah dan kesempurnaannya tidak hilang sedikitpun.

2.

Dari bawah ke atas

Setiap taraf memiliki tujuan untuk kembali kepada taraf lebih tinggi yang paling dekat dan kaena itu secara tak langsung menuju ke Allah. Hal itu dapat dicapai melalui tiga langkah. Langkah pertama adalah penyucian, langkah kedua adalah penerangan, dan langkah ketiga adalah ekstasis.

Neoplatonisme diterima sebagai filsafat baru oleh seluruh wilayah hellenistis.



Bab II. Patristik dan Abad pertengahan


1.

Masa Patristik

1. Permulaan Patristik

Patristik berasal dari kata latin “Patres” yang menunjuk pada Bapa-bapa Greja, berarti pujangga-pujangga kristen dalam abad pertama tarikh Masehi yang meletakkan dasar inteletual untuk agam kristen. Ada pemikir-pemikir kristiani yang menolak filsafat yunani bersama dengan seluruh kebudayaan kafri. Mereka bependapat sesudah manusia berkenalan dengan Wahyu Ilahi yang nampak dalam diri Yesus Kristus, filsafat sebagai kecerdikan manusiawi belaka merupakan sesuatu yang berlebihan saja. Penganut pendirian ini adalah Tertillianus(160-222). Namun ada pula pemikir kristiani lainnya yang berusaha menyelaraskan antara agama kristen dengan filsaat yunani, bahkan ada yang menganggap filsafat yunani sebagi suatu persiapan menuju ke injil (“paeparation evangelica”).

Orang yang mendapat gelar sebagai filsuf kristen pertama adalah Justinus Martyr(abad 2). Tokoh lainnya adalah Klemens dari Alexandia (ca. Tahun 150-251) dan Origenes (185-254).

2. Jaman keemasan Patristik Yunani

Pada abad –abad pertama Greja kristen mengalami penganiayaan dai penguasa-penguasa Romawi. Keadaan berubah saat Kaisar Constantinus Agung mengeluarkan pernyataan yang biasa disebut “ edik Milano” dimana kebebasan beragama untuk semua orang kristen terjamin. Ada tiga Bapa Gereja terbesar yang berbahaa Yunani semua berasal dai daerah Kapadosia, yaitu : Gregorius dai Nazianza (330-390), Basilius Agung (330-379), dan adik Basilius, Gregorius dari Nyssa(335-394). Mereka bertiga menciptakan suatu sintesa antara agama kristen dengan kebudayaan helleistis tanpa mengorbankan sesuatu pun dari kebenaran agama kristen.

Pada tahun 500 diterbitkan beberapa karangan yang dianggap berasal dari seorang yang bernama Dionysios Areopagita atau Diaonysios dari Areopagos. Maksud dai nama ini adalah oang yang masuk agama kisten karena pewartaan Rasul Paulus dai Athena.Masa ini berakhir dengan Johanes Damascenus(awal abad 8) ia mengarang karya yang berjudul sumber pengetahuan.

3. Jaman keemasan Patristik Latin

Bapa Gereja yang paling besar adalah Augustinus(354-430). Ia menulis banyak karangan, yang termasyur adalah Confessiones(pengakuan-pengakuan)dimana dia mengisahkan riwayat hidupnya berupa doa dihadapan Tuhan. Dalam buku De Civitate Dei(perihal negara Allah)ia mengemukakan pendapatnya sebagai teolog dan filsuf kristen mengenai perkembangan sejarah umat manusia. Di bawah ini beberapa pokok yang berperan dalam pemikirannya :

1.

Ajaran tentang iluminasi
2.

Dunia Jasmani
3.

Manusia
1.

Permulaan Skolastik
1.

Boethius (480-524)

Dapat dinamakan sebagai filsuf Romawi terakhir atau filsuf Skolastik pertama. Dia menulis buku yang terkenal De consolatione philosophiae (tentang penghiburan filsafat). Dia juga berjasa dalam menerjemahkan beberapa karya Aristoteles tentang Logika Aristoteles. Karena itu dia menjadi “guru logika” untuk abad pertengahan.

2.

Sekitar istana Karel Agung

Pendidikan mulai diselenggarakan. Dimana – mana diselenggarakan sekolah-sekolah, ada tiga macam:

1.

sekolah yang digabungkan dengan salah satu biara
2.

sekolah yang ditanggung oleh keuskupan
3.

sekolah yang dibukaoleh raja atau salah seorang tuan besar.

Nama “Skolastik” menunjuk kepada kalangan sekolah-sekolah itu. Menrut Thomas Aquinas(abad 13) filsafat dan ilmu-ilmu lain merupakan hamba-hamba atau pembantu-pembantu bagi teologi.

3.

Beberapa nama
1.

Johannes Scotus Eriugena

Mempunyai jasa besar dalam menerjemahkan karya-karya Pseudo-Dionsios kedalam bahasa latin.

2.

Anselmus

Memiliki pendiian tentang hubungan rasio dan iman disingkatkannya dengan semboyan “cedo ut intelligam”(saya percaya supaya saya mengerti), maksudnya melalui kepercayaan kristiani orang dapat pengertian lebih dalam mengenai Allah.

3.

Abelardus dan masalah “Universalia”

Universalia merupakan konsep umum, menentukan kodrat dan kedudukan konsep-konsep umum. Masalah ini berasal dari suatu teks Boethius yang kurang jelas artinya dan menjadi lebih hangat lagi karena hubungannya dengan teologi. Saat Abelardus memperhatikan masalah ini, sudah terdapat dua pendirian ekstreem, yaitu realisme dan kadang – kadang juga diberi nama Ultra-realisme. Mereka berpendapat bahwa dalam realita memang ada sesuatu yang umum yang dimiliki oleh semua individu. Tokohnya adalah Gulielmus dari Champeaux(1070-1120). Kemudian terdapat pendirian nominal, mereka berpendapat selain individu-individu tidak ada sesuatu yang real. Tokohnya adalah Roscellinus dari Compiegne(ca. 1050-1120). Abelardus sepakat dengan nominalisme, sejauh mereka menyangka bahwa yang individual bersifat real, tapi tidak berarti bahwa konsep-konsep umum merupakan cipataan akal budi saja.

4.

Cara mengajar

Pada abad 12 berkembang 2 cara mengajar, yaitu:

1.

Kuliah diberikan oleh mahaguru
2.

Kuliah berdiskusi dibawah pimpinan mahaguru.
1.

Jaman Keemasan Skolastik

Masa ini terjadi pada abad 13. Pada abad ini dihasilkan sintesa filosofis yang pada akhir abad 12 timbl beberapa faktor baru yang harus di bicarakan, yaitu :

1.

Universitas-universitas

Sekitar tahun 1200 semua sekolah di Paris memutuskan untuk bersama-sama membentuk “Universitas magistrorum et scolarium” (keseluruhan yang meliputi guru-guru dan mahasiswa-mahasiswa).

2.

Ordo-ordo membiara

Timbul ordo membiara yang baru, yaitu Ordo Fransiskan yang didirikan oleh Fransiskus dari Asisi pada tahun 1209 dan Ordo Dominikan yang didirikanoleh Dominikus de Guzman tahun 1215.

3.

Penemuan karya-karya filsafat yunani

Penemuan sejmlah karya filsafat yunani, terutama karangan Aristoteles yang saat itu bellum dikenal dalam dunia barat. Pikiran-pikiran Aristoteles masuk ke dalam dunia barat melalui 2 jalan, yaitu :

1.

Jalan tak langsung

Tokohnya :

*

Ibnu Sina/ Aviecenna (980-1037) : berusaha mengabungkan ajaran Aristoteles dengan neoplatonisme.
*

Ibn Rushd/Averroes (1126-1198) : menulis banyak komentar atas karya – karya Aristoteles.
*

Filsuf lain dalam dunia Arab : Salomon Ibn Geribol (1021-1050/70) dan Moses Maimonideas(1135-1204)

2.

Jalan langsung

Tokohnya :

*

Bonaventura
*

Siger dari Brabant dan fakultas sastra
*

Albert Agung
*

Thomas Aquinas
*

Johannes Duns Scotus
1.

Kesudahan abad pertengahan

Munculnya dua aliran baru yang dicap sebagai “via moderna”(jalan modern) dn dipertentangkan dengan “via antiqua”(jalan kuno).

1.

Via Antiqua

Menunjuk pada mazhab-mazhab Skolastik yang tradisional. Yang terpnting dari mazhab ini adalah Thomisme dan Scotisme.

2.

Via moderna

Gulielimus dari Okham, ajarannya dapat disaksikan suatu tendensi ke arah empirisme, sesuatu yang ada bersifat individual. Oleh karena itu tidak perlu lagi mencari suatu pinsip individuasi, seperti sering diusahakan dalam abad 13. dalam bidang metafisika dia menggunakan dua prinsip yang mempunyai pengaruh besa bagi pemikiran filsafat. Prinsip pertama adalah “Okham’s razor” : mengatakan bahwa “entitas-entitas” tidak boleh dilipatgandakan, bila tidak perlu.

Prinsip kedua mengatakan bahwa “apa yang bisa dibedakan, bisa dipisahkan juga”.


Bab III. Masa Modern

1.

Menuju jaman baru : “Renaissance”

“Renaissance” berarti kelahhiran kembali. Maksudnya adalah usaha untuk menghidupkankembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi). Renaissance mulai berkembang pada abad 14 dalam kesusastraan Italia. Tokoh – tokoh :

1.

Petrarca (1304-1374) dan Boccaccio (1313-1375) : dalam bidang sastra
2.

Michelangelo (1475-1565) : dalam bidang seni rupa


2.

Rene Descartes

Orang yang mendapatkan gelar “bapa filsafat modern”. Dia melukiskan perkembangan intelektualnya dalam buku Discours de la methode (uraian tentang metode).



1.

Metode

Descartes menemukan metode agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperharui, yaitu dengan menyangsikan segala-galanya. Ia bermaksud bahwa kesangsian ii dijalankan seradikal mungkin.

2.

Ide-ide bawaan

Descartes berpendapat bahwa di dalam diri saya terutama dapat ditemukan tiga “ide bawaan”, yang sudah ada dalam diri saya sejak saya lahir, yaitu:

1.

Pemikiran : Sebab saya memehami diri saya sebagai makhluk yang berpikir , harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
2.

Allah sebagainWujud yang sama sekali sempurna :Karena saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak bisa lain dari pada Allah.
3.

Keleluasan : Saya mengerti materi sebagai keleluasan atau eksistensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ilmu ukur.

3.

Substansi

Descartes menyimpulkan bahwa selaindari Allah ada dua subtansi : jiwa yang hakikatnya adalah pemikian dan materi yang hakikatnya adalah keleluasan.

4.

Manusia

Terdiri dari dua subtansi tadi yaitu jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keleluasan.

3.

Rasionalisme sesudah Descartes

Dalam aliran Rasionalisme terdapat dua masalah yang dua-duanya diwarisi dari descartes : masalah substansi dan masalah hubungan antara jiwa dan tubuh. Tokohnya :

1.

N. Malebranche
2.

B.DF Spinoza
3.

G.W Leibniz
4.

C. wolff
1.

Blaise Pascal

Dia sangat mengkritik aliran rasionalisme. Dia mengatakan “Le coeur a ses rasions que la raison ne connait poin”.

5.

Empirisme Inggris

Bertentangan dengan rasionalisme yang mengindahkan rasio sebagai sumber utama pengetahuan, maka pada masa sesudah Descartes timbul aliran baru yaitu empirisme, yang berarti pengalaman inderawi. Aliran ini memilih pengalaman ssebagai sumber utama pengenalan dan yang dimaksudkannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Tokohnya :

1.

TH. Hobbes
2.

J.Locke
3.

G Berkeley
4.

D.Hume


6.

Masa “Aufklarung”

Meliputi abad 18. Aufklarung berarti pencerahan. Kepercayaaan rasio dalam abad ini sangat dimajkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan pada waktu itu. Tahun 1687 Isaac Newton mendasarkan fisika klasik dengan bukunya Philosophiae naturalis principia mathematica.

Beberapa tokoh :

1.

Di Inggris

John Toland, William Wallaston, Matthew,Thoma Chubb, David Hume.

2.

Di Perancis

Pierre Bayle, para ensiklopedis, para materialis, Voltaire, Charles de Montesquieu,J.J. Rousseau

3.

Di Jerman

Frederik Agung, Gotthold Ephraim Lessing,Moses Mendelssohn

7.

Immanuel Kant (1724-1804)

Immenual Kant termasuk filsuf terbesar dalam sejarah filsafat modern. Ketiga karya Kant yang utama disebut “Kritik” : Kritik der reine Vernunft (1781)( Kritik atas rasio murni); Kritik der praktischen Vernunft(1788)( Kritik praktis atas rasio praktis); Kririk der Urteilskraft(1970) ( Kritik atas daya pertimbangan).

1.

Kririk atas rasio murni

Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai usaha raksasa dalam memperdamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman (mis. “Ide-ide bawaan”). Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Kant berpendapat bahwa baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dan aposteriori.

Ia juga mengusahakan suatu “revolusi Kopernikan”, berarti suatu revolusi yang dapat dibandingkan dengan revolusioner yang diadakan oleh Copernicus.

Taraf – taraf dalam kritik atas rasio murni:

1.

Pada taraf indera

Unsur apriori memainkan bentuk dan unsur aposteriori memainkan peranan materi. Kant berpendapat unsur apriori sudah terdapat pada taraf indera, dan dalam pengenalan inderawi selalu ada bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Pendirian mengenai pengenalan inderawi ini mempunyai implikasi yang penting.

Kant mengatakan memang ada “das Ding an sich”( benda-pada-dirinya;the thing-in-itself), tetapi “das Ding an sich” selalu tinggal suatu X yang tidak dikenal. Kita hanya mengenal gejala-gejala (“Erscheinungen”), yang selalu merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luar dengan bentuk ruang dan waktu.


2.

Pada taraf akal budi

Kant membedakan akal budi (“Verstand”) dengan rasio(“Vernunft”). Akal budi bertugas menciptakan orde antara data-dat inderawi, dengan kata lain akal budi mengucapkan putusan-putusan. Akal budi juga merupakan sintesa antara bentuk denga materi dimana materi adalah data-data inderawi dan bentuk adalah apriori yang terdapat pada akal budi. Kant menamakan bentuk apriori denga istilah “kategori”. Dia mengatakan terdapat 12 kategori, tetapi kategori yang terpenting adalah substansi dan kausalitas.

3.

Pada taraf rasio

Rasio bertugas menarik kesimpulan dari putusan – putusan, dengan kata lain rasio mengadakan argumentasi-argumentasi. Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi-argumentasi dengan dipimpin tiga ide, yaitu jiwwa,dunia dan Allah. Dengan ide, Kant memaksudkan suatu cita-cita yang menjamin kasetuan terakhir dalam bidang gejala-gejala psikis(jiwa), dalam bidang kejadian-kejadian jasmani(dunia) dan dalam bidang segala-galanya yang ada (Allah). Ketiga ide itu yang mengatur argumentasi-argumentasi kita tentang pengalaman, tetapi ketiga ide sendiri tidak termasuk pengalaman kita.

2.

Kritik praktis atas rasio praktis

Rasio dapat menjalanka ilmu pengetahuan. Rasio disebut “rasio teoritis”, Kant mengistilahkan “Rasio murni”. Namun disamping itu ada juga “rasio praktis”, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, dengan kata lain rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak (imperatif kategoris). Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus diandaikan supaya tingkah laku kita jangan menjadi mustahil. Dia menyebutnya “ketiga postulat dari rasio praktis” yaitu kebebasan kehandak, imortalitas jiwa dan adanya Allah. Jika kita menerima ketiga postulat itu, Kant mengatakan bahwa itu adalah kepercayaan(“Glaube”)


3.

Kritik atas daya pertimbangan

Dsisni akan dikritik isi “kritik ketiga”. Konsekuensi dari “ Kririk atas rasio murni” dan “Kritik atas rasio praktis” adalah bahwa kawasan tersendiri, yaitu kawasan keperluan mutlak dibidang alam dan kawasan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Dalam Kritik der Urteilskraft (Kritik atas daya pertimbangan) adalah mengerti persesuaian kedua kawasan itu. Finalitas bisa bersifat subyekstif dan obyektif.

8.

Idealisme Jerman : Fichte, Schelling,Hegel
1.

“Filsafat Kepercayaan”

Teradapat tiga orang filsuf yang biasa disebut “filsuf-filsuf kepercayaan”, yaitu Johann Georg Hamann (1730-1788), Friedrich Heinrich Jacobi(1743-1819), dan Johann Gottfried Her-Der(1744-1803). Mereka bertiga menaruh perhatian khusus atas bahasa sebagai persoalan bagi filsafat. Herde memiliki jasa besar dalam mempelajari masalah sejarah dari sudut filsafat.

Friedrich Schleiermacher (1768-1834) mempunyai peranan dalam bidang teologi. Ia menganggap agama sebagai perasaan akan “yang tak berhingga”. Ia juga membedakan secara prinsipil iman kristiani dengan ilmu pengetahuan, tetapi sebagai teolog dia berusaha memperdamaikan kedua-duanya dan mengedakan suatu sintesa yang serasi.

2.

Ajaran idealisme pada umumnya
3.

J.G.Fichte (1762-1814)

Ia berpendapat filsafat harus berpangkal bukan dari suatu subtansi melainkan dari suatu perbuatan(“Tathandlung”), yaitu Aku Absolut mengiakan dirinya sendiri denga itu mengadakan dirinya sendiri. Ia berusaha memperdamaikan pertentangan antara rasio teoritis dan rasio praktis yang terdapat dalam filsafat Kant. Ketiga prinsip metafisis yang merupakan dasar sistem Fichte :

1.

The ego posits itself
2.

The ego posits a non-egi
3.

The ego posits a liited ego in apposition to limited non-ego.

Menurut Fichte dualitas yang terdiri dari aku terhingga dan non-aku diperdamaikan lagi dalam praksis moral.


4.

F.W.J. Schelling (1775-1854)

Dia mencurahkan perhatian filosofisnya pada agama dan mistik. Disini kita membatasi diri paa periode yang biasa disebut “filsafat identitas”, karena taraf pemikiran inilah yang dianggap sebagai gelang rantai yang menghubungkan antara filsafat Fichte dengan filsafat Hegel.

Menurut Schelling, Roh tidak memiliki prioritas terhadap alam(dunia), seperti alam tidak memilki prioritas terhadap roh. Dua-duanya berasal dari sumber yang sama sekali netral, yang oleh Schelling dinamai Identitas Absolut atau Indiferensi Absolut. Roh selalu hadir dalam alam (biar dengan cara tak sadar) dan alam selalu hadir dalam roh.


5.

G.W.F. Hegel(1770-1831)
1.

Rasio, Ide, Roh

Hegel sangat mementingkan rasio. Yang dimaksudkan bukan hanya rasio pada manusia perorangan, tetapi juga dan terutama rasio pada Subyek Absolut. Dalin Hegel yang terkenal : “Semuanya yang real bersifat rasional dan semuanya yang rasional bersifat real”, maksudnya ialah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Diaman realitas merupakan proses pemikiran yang memikirkan dirinya sendiri.

2.

Dialektika

Dalm menguraikan filsafatnya Hegel mengggunakan metode dialektika. Proses dialektika selalu terdiri dari tiga fase, yaitu : Fase pertama (tesis) yang menampilkan lawannya(antitesis), yaotu fase kedua. Akhirnya timbul fase ketiga yang memperdamaikan fase pertama dan kedua (sintesis). Dalam sintesis , tesis dan antitesis menjadi “aufgehoben”. Disini juga menyebutkan cara Hegel membagi sistemnya :

1.

Bagian pertama sistem Hegel adalah “Logika”, dimana logika merupakan bagian filsafat yang memandang Roh dalam dirinya.
2.

“Filsafat alam” adalah bagian filsafat yang memandang roh yang diluar dirinya snderi atau yang sudah terasing dari dirirnya sendiri.
3.

Akhirnya bagian terakhir sistemnya disebut “filsafat Roh”, disini diuraikan bagaimana roh kembali pada dirinya.
1.

Sejarah

Realitias seluruhnya dianggap Hegel sebagai proses jadi sadarnya Roh Absolut. Hegel berkeyakinan bahwa pada waktu itu(permulaan abad 19) Roh sudah menjadi Absolut dan karena itu proses penyadaran Roh sudah selasai. Sejarah filsafat merupakan bentuk tertinggi proses penyadaran itu. Menurut Hegel tiap-tipa sistem mempunyai kedudukan yang wajar dan perlu dalam perkembangan filsafat. Sebenarnya setiap sistem filsafat adalah benar, tetapi kebenarannya terbatas pada taraf tertentu. Dalam filsafat Hegel, kebenaran yang sebagian itu “diselamatkan” dan diberi tempatnya dalam sistem filsafat seluruhnya. Filsafat Hegel merupakan sintesa akhir dan definitif dari semua filsafat yang mendahuluiny seoanjang sejarah manusia.

6.

A. Schopenheuer(1788-1860)

Ia menolak adanya “das Ding an sich”. Ia berpendapat bahwa realitas seluruhnya bersifat subyektif. Juga tidak menyetujui bahwa idealisme menyetarafkan realitas seluruhnya dengan roh atau rasio. Menurutnta realitas menurut hakekatnya yang terdalam adalah kehendak. Dalam diri manusia “kehendak metafisis” itu mencapai taraf kesadaran. Secara radikal manusia memadamkan hawa nafsu dan melepaskan diri dari setiap keinginan, dengan demikian ia dapat mencapai “nirwana”. Schopenheuer adalah filsuf modern pertama yang dipengaruhi oleh alam pikiran agama timur.



9.

Positivisme

Berasal dari kata “positif” yang sama artinya denga faktual (apa yang berdasarkan fakta-fakta) menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Positivisme bersangkut paut dengan apa yang dicita-citakan empirisme. Aliran ini mengutamakan pengalaman, tetapi membatasi diri pada pengalaman obyektif saja.

Tokoh – tokoh Positivisme :

1.

A.Comte (1798-1857)

Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran Saint-Simon. Karyanya yang utama adalah Cours de philosophie positive(Kursus tentang filsafat positif).

1.

Tiga jaman

Pokok ajarannya yang terkenal adalah tanggapannya bahwa perkembangan pengetahuan manusia,baik manusia perorangan maupun umat menusia sebagai keseluruahan meliputi tiga jaman, yaitu :

1.

Jaman teologis : manusia percaya bahwa di belakang gejala – gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala – gejala tersebut.
2.

Jaman metafisis : kuasa – kuasa adikodrati diganti dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip abstrak.
3.

Jaman positif : sudah tidak diusahakan lagi untuk mencari penyebab-penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Pada jaman ini manusia membatasi diri pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya.


2.

Susunan ilmu pengetahuan

Menurut Comte tidak semua ilmu mencapai kematangan pada saat yang sama. Dia membedakan enam ilmu pokok : matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.

Matematika merupakan ilmu yang paling fundamental dan menjadi pembantu bagi semua ilmu lainnya. Dalam astronomi juga membicarakan gerak, dalam fisika ditambah penelitian matei, kimia membahas peroses perubahan yang berlangsung dalam materi, biologi melangkah lebih jauh dengan membicarakan kehidupan, dan akhirnya sosiologi mengambil sebagai obyek penyelidikannya gejala-gejala kemasyarakatan yang terdapat pada makhluk-maklhuk yang hidup. Sosiologi merupakan puncak dan pengahbisan untuk usaha ilmiah seluruhnya.


2.

J.S.Mill

Dua pokok ajaran Mill, dia menerima psikologi sebagai ilmu, tidak seperti Comte yang tidak menerima Psikologi sebagai ilmu. Menurut Mill psikologi merupakan ilmu yang paling fundamental. Psikologi mempelajari penginderaan – penginderaan (“ Sensations”) dan cara susunannya, yang terjadi menurut asosiasi. Karena seluruh ilmu pengetahuan kta berasal dari pengalaman, maka satu-satunya metode dalam ilmu pengetahuan adalah metode induktif. Metode induktif merumuskan suatu hukum umum dengan bertitik tolak dari dan berdasar pada sejumlah kasus khusus.

3.

H. Spencer(1820-1903)

Seluruh pemikirannya berpusat pada teori evolusi. Hasil karyanya berjudul A system of synthetic philosophy. Dalam bidang religius ia menolak baik teisme maupun panteisme, maupun juga ateisme. Ia dipanggil agnostisi artinya ia berpendapat bahwa dalam bidang religius secara prinsipil kebenaran tidak dapay dicapai. Tugas filsafat adalah mempersatukan pengertian kita tentang gejala-gejala. Spencer mengartikan evolusi secara mekanisme, berati bahwa hukum-hukum gerak mengakibatkan bagian-bagian materiil mencapai diferensiasi dan integrasi yang semakin besar. Ia berpendapat bahwa “evolution”selalu merupakan puncak suatu proses, lalu menyusul “dissolution”(penghancuran)


10.

Materialisme

Materialisme menolak tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Aliran ini juga mengatakan bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Materialisme berdasarkan suatu metafisika. Pengikut aliran ini adalah “ Lidwig Buechner(1824-1899) dengan bukunya Kraft und Stoff (Daya dan materi), Jakob Moleschott(1822-1893) dan Ernst Haeckel(1834-1919).

1.

Situasi Filsafat Jerman sesudah Hegel

Setelah Hegel meninggal, murid-muridnya terpecah-pecah dalam dua golongan : Hegelian sayap kanan yang bersifat konservatif dan hegelian sayap kiri( Ludwig Feuerbrach) yang menolak memandang filsafat Hegal sebagai suatu sistem pemikiran yang definitif dan menggunakan prinsip Hegelian mereka berusaha meneruskan filsafat Hegel.

Ludwig Feuerbrach berpendapat bahwa kepercayaan manusia akan Allah berasal dari keinginan hati manusia. Karena manusia sndiri tidak merasa bahagia didunia ini dan mengalami berbagai-bagai kekurangan, ia mulai membayangkan di luar dirinya suatu wujud yang sama sekali sempurna dan bahagia, yaitu Allah.

2.

Karl Marx dan Friedrich Engels

1.Riwayat hidup

Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895) mereka adalah sepasang sahabat. Marx merupakan kalangan Hegelian berhaluan kiri. Tidak jarang pemikiran Marx ditunjukkan dengan nama “materialisme dialektis” dan materialisme historis”.

2.

Materialisme dialektis

Dengan menganut materialisme yang bersifat dialetis, Marx dan Engels menolak materialisme abad ke-18 dan juga materialisme ilmiah dari abad ke-19 yang keua-duanya bersifat mekanistis. Salah satu prinsip dialektis adalah bahwa perubahan dalam hal kuantitas dapat mengakibatkan perubahan dalam hal kualitas.

3.

Materialisme historis

Pikiran dasar adalah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan atau dideterminasi oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materiil. Menurut pendapat Marx, manusia memang mengadakan sejarah, tetapi ia tidak bebas dalam mengadaka sejaranya.

4.

Keterangan lebih lanjut

Menurut Marx sarana-sarana produksi menentukan hubungan – hubungan produksi. Dengan “hubungan produksi”dimaksudkan hubungan manusia satu sama lain atas dasar kedudukannya dalam proses produksi. Menurut Marx hubungan – hubungan produksi menetukan semua hubungan sosial lainnya. Menurutnya juga seluruh sejarah berarah kepada saat dimana hubungan – hubungan produksi tidak cocok lagi dengan keadaan sarana-sarana produksi. Dai juga berpendapat bahwa dalam masyarakat komunis dengan sendrinya agama akan lenyap, karena agama merupakan ekspresi kepapaan manusia. “ Agama adalah candu rakyat” berarti bahwa manusia beragama berada dalam semacam dunia khayalan.

11.

Soren Kiergaard

Menurutnya filsafat tidak merupakan suatu sistem, melainkan pengekspresian suatu eksistensi individual. Ia menolak filsafat yang barcorak sistematis.

1.

Kritik atas Hegel

Keberatan pertama yang diajukannya melawan Hegel adalah bahwa dengan mengutamakan ide yang sifatnya sama sekali umum, Hegel meremahkan seksistensi yang konkret. Kiergaard menekankan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “Aku umum”, melainkan sebagai aku individual yang sema sekali unik dan tidak dapat diasalkan kepada yang lain.


2.

Kritik atas agama Kristen

Kiergaard mengemukakan kritik tajam atas Gereja Lutheran yang merupakan Gereja Kristen yang resmi di Denmark. Ia beranggapan bahwa Gereja di tanah airnya telah menyimpang dari Injil Kristus. Menurutnya Kekristenan hanya merupakan suatu nama saja dan tidak melekat pada hati.


3.

Pengaruhnya

Mula-mula pengaruhnya terutama dirasakan dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang kesusastraan abad ke 20. Yang aneh adalah eksistensialisme dalam filsafat dan kesusastraan abad 20 tidak jarang beraliran ateis, sedangkan eksistensialisme Kiergaard tidak mungkin diluputkan dari cara ia menghayati agamanya.


12.

Friedrich Nietzsche(1844-1900)

Pembagian karya-karya Nietzsche atas tiga periode:

1.

Periode pertama

Pengaruh Schopenhauer dan Richard Wagner besar sekali pada jaman ini. Ia berpendirian bahwa hanya kesenian(khususnya musik) dapat memebrika arti kepada hidup manusia. Buku pertama Nietzsche berjudul Die Geburt der Tragodie aus dem Geist der Musik 1872(Lahirnya tragedi dari musik). Yang menjadi terkenal adalah pembedaan tendnsi yang dibuatnya dalam buku tersebut, yaitu : tendensi Apollinian yang tidak lain daripada kecnderungan keseimbangan, keselarasan dan ukuran yang diwujudkan dalam arsitektur serta seni pahat Yunani dan Tendensi Dionyos yang diwujudkan dalam pesta ria riuh. Tendensi Apollinian bertugas untuk mengendalikan tendensi Dionsian.

2.

Periode kedua

Tahun 1876 dia memutuskan hubungan dengan Wagner. Ia menerbitkan beberapa buku yang sebagian terdiri dari pepatah-pepatah atau teks-teks pendek umumnya tidak melebihi setengah atau satu halaman saja. Bukunya adalah Menschliches, Allzumenschliches (1878-1880)(Manusiawi, terlalu manusiawi). Selama periode ini dia bersikap kritis terhadap metafisika serta kesenian dan ia menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

3.

Periode ketiga

Buku selanjutnya adalah Also sprach Zarathustra(1883-1885)( demikian sabda Zarathustra) yang merumuskan pemikirannya dengan bentuk puitis. Beberapa pokok ajaran Nietzsche :

1.

Kehendak untuk berkuasa

Menurut pendapatnya, dalam tingkah laku manusia (dan sebenarnya dalam semua kejadian alam semesta)satu-satunya faktor yang menentukan adalah daya pendororng hidup atau hawa nafsu. Tetapi sering terjadi daya pendorong hidup menampakan diri sebagai roh, karena orang merasa terlalu lemah untuk melampiaskan nafsunya. Nietzsche membedakan “moral tuan” dan “moral budak”. Moral tuan memberanikan diri untuk mewujudkan hawa nafsunya, sedangkan “moral budak” tidak memberanikan diri untuk melampiaskan hawa nafsu, tetapi menyuruh roh untuk menaklukan.

2.

“Uebermensch”

Merupakan salah satu pokok ajaran Nietzsche. “der Uebermensch” ( Manusia Atas), adalah manusia yang mengetahui bahwa”Allah sudah mati”, bahwa tidak ada sesuatu pun yang melebihi atau mengatasi dunia.

3.

Kembalinya segala sesuatu

“Die ewige Wiederkehr des Gleichen”

4.

Kritik atas agama kristen

Nietzsche termasuk filsuf ateis yang paling ekstreemdalam jaman modern. Bukunya yang mencakup kritik yang memuncak terhadap agama adalah Antikristus(1888). Menurutnya peristiwa yang menonjol dalam masyarakat barat pada jaman modern adalah bahwa “Allah sudah mati”. Dengan tajam Ia menyerag Agama Kristen, karena kepercayaan kristiani akan Allah menampakkan kelemahan, kekecutan,dan penolakan untuk mengiakan kehidupan duniawi. Agama kristen membuat manusia menjadi lemah, takluk,rendah hatu, bersikap narimo, dan sebagainya. Jika “Allah sudah mati”, jika Allah kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi, itu berarti bahwa dunia sudah teruka untuk kebebasan dan kreativitas manusia.

4.

Pengaruhnya

Pertama-tama Nietzsche berjasa banyak dalam bidang psikologi. Ia digelari “Psikolog yang terbesar dalam abad 19”. Dalam dunia sastra diakui sebagai salah seorang pengarang yang terpenting dalam kesusasraan Jerman abad 19. sebagai filsuf Nietzsche tidak menciptakan aliran baru, tetapi pengeruhnya besar sekali atas tokoh-tokoh yang berasal dari berbagai aliran dan haluan. Pada khususnya pemikiran Nietzsche memainkan peranan penting dalam kalangan filsuf-filsuf Jerman abad 20 yang mencurahkan tenaganya dalam bidang etika. Eksistensialisme Perancis pula sangat dipengaruhi oleh Nietzsche, terutama dalam pemikiran mereka tentang agama dan etika.





Bab. I

Apakah Logika Itu?

1.

Apakah logika itu?

Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Lapangan ilmu pengetahuan ini adalah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurua,tepat dan sehat.

Berpikir merupakan obyek material logika, yaitu kegiatan pikiran,akal budi manusia. Berpikir lurus,tepat,merupakan obyek formal logika.

2.

Macam-macam logika

Logika dibedakanmenjadi dua macam :

1.

Logika Kodratiah

Akal budi dapat bekerja menurut hukum-hukum logika dengan cara yang spontan.

2.

Logika Ilmiah

Logika ini membantu logika kodratiah. Logika ini memperhalus,mempertajam pikiran serta akal budi.

3.

Sejarah singkat logika

1.

Yunani kuno

Kaum Sofis beserta Plato telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Sokrates dengan “metode bidan”nya telah banyak memberikan dasar bagi logika. Namun penemuan yang sebenarnya baru terjadi oleh Aristoteles, Theophrastus,dan kaum Stoa. Enam buku yang ditinggalkan oleh Aristoteles yang diberi nama to Organon : Categoriae (tenteng pengertian – pengertian), De Interpretation (tentang keputusan-keputusan), Analytica Priora (tentang silogisme), Analytica Posteriora (tentang pembuktian),Topica (tentang metode berdebat)dan De Sophisticis Elenchis (tentang kesalahan-kesalahan berpikir).

Theophrastus mengembangkan logika Aristoteles, sedangkan kaum Stoa terutama Chrysippus mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis. Kemudian logika mengalami sistematisasi dengan mengikuti metode ilmu ukur. Kemudian mengalami masa dekadensi, logika menjadi dangkang dan sederhana sekali.

2.

Abad pertengahan (abad IX-XVI)

Ada usaha untuk mengadakan sistematisasi dan komentar-komentar, yang dilakukan oleh Thomas aquinas dan kawan-kawan. Logika modern muncul dalam abad XIII-XV, tokoh-tokohnya : Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus,Wilhelmus Ockham, dll.

3.

Eropa modern (XVII-XVIII/XX)

Francis Bacon(1561-1626) mengembangkan metode induktif ( dlam bukunya Novum Organum Scientiarum). W. Leibnitz (1646-1716) menyusun logika aljabar, logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih memberikan kepastian.

Logika metafisis mengelamai perkembangannya dengan Imm. Kant (1724-1804), dia menemainya logika transendental.

4.

India

Logika lahir karena Sri Gautama ( 563-483 seb.Kr.) sering berdebat dengan golongan fanatik yang menentang ajaran kesusilaannya. Kemudian logika terus diakui sebagai metode berdebat. Kemudian muncullah yang disebut Navya Nyaya (abad V ses. Kr.). Hal ini merupakan pengintegrasia secara kritia ajaran-ajaran golongan Brahmanisme, Buddhisme dan Jainisme.

5.

Indonesia

Baru “sedikit” orang yang menaruh perhatian secara ilmiah pada logika. Disana sini dilakukan usaha pengembangan tentang logika, usaha itu adalah mempertinggi taraf intelegensi setiap orang Indonesia dan bangsa Indonesia seluruhnya.


4.

Pembagian logika
1.

Logika memang menyelidiki hukum-hukum pemikiran.

Pemikiran manusia terdiri dari unsur-unsur, yaitu unsur yang pertama adalah pengertian-pengertian, kemudian dari pengertian-pengertian itu disusun sedemikian rupa sehingga menjadi keputusan-keputusan, akhirnya keputusan-keputusan itu disususn sdemikian rupa sehingga menjadi penyimpulan-penyimpulan.

1.

Ketiga unsur yang baru disebut merupakan tiga pokok kegiatan akal budi. Ketiga pokok kegiatan itu adalah :

1.

Menangkap sesuatu sebagaimana adanya
2.

Memberikan keputusan
3.

Merundingkannya

5.

Pentingnya belajar logika

Logika membantu orang untuk berpikir lurus,tepat dan teratur.



Bab II

Pengertian

1. Pengertian merupakan bagian,unsur dari keputusan

a. Pengertian

Kegiatan pertaman dari akal budi adalah menangkap sesuatu sebagaimana adanya. Inti sesuatu dapat dibentuk oleh akal budi. Yang dibentuk adalah suatu gambaran yang “ideal”, atau suatu ‘konsep’tentang sesuatu. Karena itu pengertian adalah suatu gambaran akal budi yang abstrak, yang batiniah tentang inti sesuatu.

b. Kata

Kata adalah tanda lahiriah (ucapan suara yang diartikulasikan atau tanda yang tertulis)untuk menyatakan pengertian dan barangnya.

c. Term

Term adalah kata atua rangkaian kata yang berfungsi sebagai subyek atau predikat dalam suatu kalimat.

2. Isi dan luas pengertian

Isi pengertian adalah semua unsur yang termuat dalam suatu pengertian. Isi pengertian dapat ditemukan dengan menjawab pertanyaan. Unsur – unsur pengertian itu adalah unsur pokok, unsur hakiki, dan semua unsur yang diturunkan dari unsur pokok. Dan luas pengertian adalah benda-benda ( lingkungan realitas) yang didapat dinyatakan oleh pengertian yang tertentu. Ada dua macam luas yaitu luas yang mutlak dan luas yang fungsional.


3. Pembagian kata – kata

Arti setiap kata dapat dilihat dari dua sudut. Yang pertama ialah arti kata dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, arti kata itu dilihat terlepas dari fungsinya dalam suatu kalimat. Yang kedua ialah arti kata dilihat sudut fungsinya dalam kalimat yang konkret.

1.

Menurut Artinya
1.

Univok (sama suaranya,sama artinya), artinya kata yang menunjkkan pengertian yang sama pula.
2.

Ekuivok (sama suara, tetapi tidak sama artinya), kata yang menunjukkan pengertian yang berlain-lainan.
3.

Analog (sama suara,sedangkan artinya disatu pihak ada kesamaannya, di lain pihak ada perbedaannya), kata yang menunjukkan banyak barang yang sama, tetapi serentak juga berbeda-beda dalam kesamaannya itu.
2.

Dilihat dari sudut isinya
1.

Abstrak yang menunjukkan bentuk atau sifat tanpa benda, dan konkret yang menunjukkan suatu benda dengan bentuk atau sifatnya.
2.

Kolektif yang menunjukkan suatu kelompok dan individual yang menunjukkan suatu individu saja.
3.

Sederhana yang menunjukkan satu ciri saja dan jamak yang terdiri dari beberapa atau banyak ciri.
3.

Menurut luasnya
1.

Term singular : menunjukkan satu individu,barang,atau golongan yang tertentu.
2.

Term partikular : menunjukkan hanya sebagian saja dari seluruh luasnya.
3.

Term universal : mnunjukkan seluruh lingkungan dan bawahannya masing-masing tanpa ada yang dikecualikan.


Bab III

Pembagian (Penggolongan) dan Definisi


1.

Pembagian (penggolongan)

Pembagian (penggolongan) ialah suatu kegiatan akal budi yang tertentu. Dalam kegiatan itu akal budi menguraikan,’membagi’,’menggolongkan’, dan menyusun pengertian pengertian dan barang – barang tertentu.


1.

Cara – cara untuk mengadakan pembagian (penggolongan)
1.

Pembagian (penggolongan) harus lengkap, artinya kalau kita membagi – bagikan suatu hal, maka bagian – bagian yang diperincikan harus mencakup semua bagiannya.
2.

Pembagian (penggolongan) harus sungguh – sungguh memisahkan, artinya bagian yang satu tidak boleh memuat bagian yang lain
3.

Pembagian (penggolongan) harus menggunakan dasar prinsip yang sama, artinya dalam satu Pembagian (penggolongan) yang sama tidak boleh digunakan dua atau lebih dari dua dasar, prinsip sekaligus.
4.

Pembagian (penggolongan) harus sesuai dengan tujuan yang mau dicapai.
1.

Definisi

Berasal dari kata ‘definotio’ yang artinya ‘pembatasan’. Definisi merupakan suatu tugas tertentu yaitu menentukan batas suatu pengertian dengan tepat , jelas dan singkat.


1.

Macam definisi.
1.

Definisi Nominal : merupakan suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti katanya. Definisi ini dapat dinyatakan dengan beberapa cara, yaitu :

*

Dengan menguraikan asal – usul ( etimologi) kata atau istilah yang tertentu.
*

Melihat arti manakah yang lazim dikenakan orang banyak pada kata atau istilah yang tertentu.
*

Dinyatakan dengan menggunakan sinonim


2.

Definisi Real : memperlihatkan hal (benda) yang dibatasinya. Definisi ini selalu majemuk. Definisi ini dibedakan menjadi :
*

Definisi hakiki ( Esensial), definisi ini sungguh – sungguh menyatakan hakekat tertentu.
*

Definisi gambaran (lukisan), definisi ini meggunakan ciri – ciri khas sesuatu yang akan didefinisikan.
*

Definisi yang menunjukkan maksud tujuannya sesuatu. Biasanya dipakai untuk alat – alat teknik dan dapat mendekati definisi hakiki.
*

Definisi diadakan hanya dengan menunjukkan sebab musabab sesuatu.

Beberapa peraturan yang perlu ditepati untuk suatu definisi :

o

Definisi harus dapat dibolak – balikkan dengan hal yang didefinisikan.
o

Definisi tidak boleh negatif, kalau dapat dirumuskan secara positif
o

Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi.
o

Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur, kiasan atau mendua arti.







Bab IV

Keputusan


1.

Pengertian adalah bagian dari keputusan

Keputusan adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Terkandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan sedikit :

1.

‘ Perbuatan manusia’, sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya.
2.

‘Mengakui atau memungkiri’, inilah yang merupakan inti suatu keputusan.
3.

‘ Kesatuan antara dua hal’, hal yang satu adalah subjek, dan hal yang lain adalah predikat.

Keputusan (kalimat) adalah satu – satu ucapan ‘ benar’ atau ‘tidak benar’, artinya keputusan ( kalimat) selalu mengakui atau memungkiri kenyataan.

2.

Unsur-unsur keputusan
1.

Subyek (sesuatu yang diberi keterangan)
2.

Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang subyek)
3.

Kata pengubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)

Dari ketiga unsur tersebut diatas, kata penghubunglah yang terpenting. Subyek dan predikat merupakan materi keputusan.

3.

Macam – macam keputusan
1.

berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkiran
*

Keputusan kategoris
*

Keputusan hipotesis
2.

berdasarkan materinya

*

keputusan analisis dan keputusan sintesis

1.

berdasarkan bentuknya

*

keputusan positif
*

keputusan negatif

1.

berdasarkan luasnya

*

Keputusan partikular
*

Keputusan singular
*

Keputusan universal

4.

KeputusanA,E,I,O

Dilihat dari sudut bentuk dan luasnya, masih dapat dibedakan menjadi :

1. Keputusan A : keputusan afirmatif (positif) dan universal (singular)

2. Keputusan E : keputusan negatif dan universal (singular)

3. Keputusan I : keputusan afirmatif (positif) dan partikular

4. Keputusan O : keputusan negatif dan partikular


5.

Lukas Predikat

Keputusan disebut universal, pattikular dan singular apabila luas subyeknya universal,partikular dan singular. Ada ketentuan yang menyangkut luas predikat :

1.

Dalam keputusan afirmatif, seluruh isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan dengan isi subyek itu.
2.

Dalam keputusan negatif, isi predikat tidak diterapkan pada subyek atau dipersatukan dengan subyek itu.

Hukum untuk luas predikat :

1.

Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atau golongan yang tertentu.
2.

Dalam keputusan afifrmatif, predikat singular (kecuali kalau ternyata singular
3.

Dalam keputusan, predikat univesal. Subyek dipisahkan dari predikat dan sebaliknya. Berlaku juga untuk keputusan negatif-parikular.









Bab. V

Pembalikan Dan Perlawanan


1.

Pembalikan

Membalikkan adalah mengganti subyek dengan predikat, sehingga yang dulunya subyek menjadi predikar dan yang dulunya predikat menjadi subyek tanpa mengurangi kebenaran keputusan itu.

1.

Macam – macam pembalikkan
1.

Pembalikkan seluruhnya : pembalikkan dimana luasnya tetap sama
2.

Pembalikkan sebagiannya : pembalikkan dai keputusan universal menjadi keputusan partikular.
2.

Hukum – hukum pembalikkan,
1.

Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi keputusan I
2.

Keputusan E selalu boleh dibalik
3.

Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagi.
4.

Keputusan O tidak dapat dibalik.
1.

Perlawanan

Keputusan yang berlawanan adalah keputusan yang tidak dapat sama – sama benar atau tidak sama – sama salah atau tidak dapat sama – sama benar atau salah.Jika dibandingkan satu sama lain :

1.

Menurut bentuknya. Perlawanan ini disebut pelawanan ‘kontaris’ dan ‘subkontraris’ ( A – E; I – O )
2.

Menurut luasnya. Perlawanan ini disebut perlawanan ‘subaltern’ ( A – I ; E – O )
3.

Menurut bentuk maupun luasnya. Perlwanan ini disebut pelawanan ‘kontradiktoris’.

Hukum – hukum :

1.

Jika A benar, maka E salah, I benar dan O salah
2.

Jika E benar, maka A salah, I salah dan O benar
3.

Jika I benar, maka E salah, sedangkan baik A mapun O tidak pasti
4.

Jika O benar, maka A salah, sedangkan baik E maupun I tidak pasti



1.

Jika A salah, maka O benar, sedangkan baik E maupun I tidak pasti
2.

Jika E salah, maka I benar, sedangkan baik A maupun O tidak pasti
3.

Jika I salah, maka A salah, E benar, O benar
4.

Jika O salah, maka A benar, E salah, I benar


BAB VI

PENYIMPULAN


1.

Penyimpulan adalah suatu kegiatan yang tertentu, dalam dan dengan kegiatan itu ia bergerak menuju pengetahuan yang baru dari pengetahuan yng dimilkinya dan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya itu.

Baik antecedens maupun consequens selalu terdiri atas kputusan. Keputusan selalu terdiri dar term-term. Baik keputusan-keputusan-keputusan maupun term-term merupakan materi penyimpulan. Sedangkan hubungan penyimpulan (konsekuensi) merupakan forma penyimpulan itu.

2.

Macam-macam penyimpulan

2.1 Dari sudut bagaimana terjadinya, kita menemukan :

a. Penyimpulan yang langsung (secara intuitif).

Dalam penyimpulan ini tidak diperlukan pembuktian-pembuktian.

2.

Penyimpulan yang tidak langsung

Penyimpulan ini diperoleh term antara (M)

2.2 Juga dapat dilihat dari sudut isi (benar) dan bentk lurusnya.

Kesimpulan pasti benar

1.

Apabila permisnya benar dan tepat
2.

Apabila jalan pikirannya lurus.

1.

Sehubungan dengan ini baiklah diberikan hokum-hukum berlaku untuk segala penyimpulan

1.

Jika premis-premis benar maka kesimpulannya adalah benar
2.

Jika premis-premis salah maka kesmpulannya juga salah tetapi dapat juga kebetulan benar.
3.

Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah
4.

Jika kesimpulan benar, maka premis-premis dapat benar, tetapi juga dapat salah.

1.

Ketika perlawanan subaltern dibicarakan, kata induksi dan deduksi sudah disinggung sebentar.

1.

Induksi adalah suatu proses yang tertentu. Dalam prose situ akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang umum atau universal dari pengetahuan yang khusus atau particular.
2.

Deduksi sebaliknya, juga merupakan suatu proses tertentu. Dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus dari pengetahuan yang lebih umum.
3.

Induksi dan deduksi selalu berdampingan. Keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat.


Bab. VII

Silogisme Kategoris

Silogisme adalah setiap penyimpulan, dimana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan)

Ada dua macam silogisme:

3.

Silogisme kategoris

Merupakan silogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Dibedakan menjadi :

1.

Silogisme kategori tunggal, karena terdiri atas dua premis. Silogisme merupakan bentuk silogisme yang terpenting. Terdiri atas 3 term, yaitu subyek (S), predikat (P) dan term-antara (M). Term mayor adalah predikat dri kesimpulan. Premis yang mengandung subyek disebut minor. Dan akhirnya term – antara adalah term yang terdapat dalam kedua premis, tetapi tidak terdapat dalam kesimpulan. Rumus :
1.

menentukan dahulu kesimpulan mana yang ditarik;
2.

mencari apakah alasan yang disajikan (M);
3.

lalu menyusun silogisme berdasarkan subyek dan predikat (kesimpulan) serta term-antara (M);

Hukum – hukum dalam silogisme kategoris :

1.

Yang menyangkut term-term
*

Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari tiga term berati tidak ada silogisme. Lebih dari tiga term berarti tidak adanya perbandingan.
*

Term-antara (M) tidak boleh mmasuk (terdapat kedalam) kesimpulan. Term – antara (M) dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term.
*

Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada premis-premis
*

Term – antara (M) harus sekurang0kurangnya satu kali universal.
2.

Yang menyangkut keputusan-keputusan
*

Jika kedua premis (yakni mayor dan minor) afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.
*

Kedua premis tidak boleh negatif
*

Kedua premis tidak boleh partikular
*

Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Keputusan partikular adalah keputusn yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal.

Sususnan silogisme yang lurus

Penyimpulan terdiri dari tiga term yaitu subyek, predikat dan term – antara (M). Yang terakhir ini merupakan kunci silogisme. Terdapat empat susunan :

*

Sususnan pertama : M – P

S – M

S – P

Susunan ini merupakan susunan yang paling sempurna dan tepat sekali untuk suatu eksposisi yang positif.

*

Susunan kedua : P – M

S – M

S – P

Susunan ini tepat sekali untuk menyusun suatu sangggahan.


*

Susunan ketiga : M – P

M – S

S – P

Susunan ini tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering.

*

Susunan keempat : P – M

M – S

S – P

Susunan ini tidak lumrah dan hampir tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya disingkirkan saja



1.

Silogisme kategoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis.
1.

Silogisme hipotesis

Merupakan silogisme yang trdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotesis, dibedakan menjadi :

1.

silogisme (hipotesis) kondisional
2.

silogisme ( hipotesis) disyungtif
3.

Silogisme (hipotesis) konyungtif)

Silogisme tersususn

Ada beberapa silogisme tersusun yaitu:

a. Epicherema : silogisme yang salah satu premisnya atau juga dua-duanya disambung dengan pembuktiannya. Disebut juga silogisme dengan suatu premis kausal.

b. Enthymema : suatu deretan silogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulannya dilampaui. Disebut juga silogisme yang dipersingkat.

c. Polysillogisme : suatu deretan sillogisme.

d. Sorites : suatu macam Polysillogisme, suatu deretan silogisme yang trdiri dari tiga keputusan.



Bab VIII

Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotesis terdiri atas :

1.

Silogisme (hipotesis) kondisional

Merupakan silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Hukum – hukum silogisme (hipotesis) kondisional :

1.

kalau antecedensnya benar, maka consequennya juga benar
2.

kalau consequennya salah, maka antecedennya juga salah.


2.

Silogisme (hipotesis)disyungtif

Merupakan silogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan disyungtif.

1.

Silogisme (hipotesis)disyungtif dalam arti yang sempit : hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tidak dapat sama-sama benar. Dari dua kemungkinan itu hanya satulah yang dapat benar. Silogisme (disyungtif )dalam arti sempit nampak dalam dua corak yaitu:
1.

mengakui satu bagian disyungsi dalam premis minor. Disebut juga corak ‘modus ponendo tollens’
2.

memungkiri sau bagian disyungtif dalam premis minor. Disebut juga corak ‘modus tollendo ponens’
2.

Silogisme (hipotesis) disyungtif dalam arti yang luas : terdapat dua kemungkinan yang harus dipilih. Tapu kedua kemungkinan itu dapat sama – sama benar juga.
1.

Silogisme (hipotesis) konyungtif

,rupakan silogisme yang premis mayornya berupa keputusan konyungtif. Keputusa konyungtif adalah keputusan di mana penyesuaian beberapa predikat untuk satu subyek disangkal. Terdapat dua kemungkinan :

1.

kemungkinan yang pertama disebut afirmatif- negatif ; premis minor dan kesimpulannya negatif.
2.

Kemungkinan yang kedua disebut negatif-afirmatif : premis minor negatif dan kesimpulannya afirmatif
1.

Dilemma

a. Dalam arti sempit : merupakan suatu pembuktian. Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan silogisme (hipotesis) disyungif, yaitu baik silogisme (hipotesis) disyungtif mauoun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif.

b. Dalam arti luas : berarti stiap situasi di mana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak.

Untuk dilemma dalam arti sempit terdapat hukum-hukum :

*

Keputusan disyungtif harus lengkap atau utuh, artinya semua kemungkinan harus disebut.
*

Konsekuensinya haruslah lurus, artinya haruslah disimpulkan secara lurus tiap-tiap bagian
*

Kesimpulan yang lain tidak mungkin, artinya kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.





Bab IX

Azas – azas Pemikiran

Azas – azas pemikiran ini merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pegetahuan. Azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti. Azas-azas pemikiran dibedakan menjadi dua :

1.

azas-azas primer

Azas ini mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak tergantung pada azas-azas yang lainnya. Berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika. Dibedakan menjadi :

1.

Azas identitas (principium identitatis) : merupakan dasar dari semua pemikiran.
2.

Azas kontradiksi (principium contradictionis) : Merupakan perumusan negatif dari azas identifikasi
3.

Azas kemungkinan yang ketiga (principium tertii exclusi) : menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada.
4.

Azas –alasan-yang mencukupi (principium rationis sufficientis) : menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya.
1.

azas-azas sekunder.

Merupakan pengkhususan dari azas-azas primer tadi.

1.

dipandang dari sudut isi :
*

Azas kesesuaian (principium convenientiae) : menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Salah satu dari antaranya sama dengan hal yang ketiga.
*

Azas ketidaksesuaian (pricipium inconvenientiae) : menyatakan bahwa ada dua hal yang sama, tetapi salah satu dari antaranya tidak sama dengan hal yang ketiga.
2.

dipandang dari sudut luasnya, terdapat :
*

Azas dikatakan tentang semua (principium dictum deomni)
*

Azas tidak dikatakan tentang mana pun juga( principium dictum de nullo)

Azas-azas ini bisa tidak mempunyai konsekuensinya. Ada dua penyimpulan yaitu :

1.

penyimpulan pada umumnya :

1.

yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya tidak pasti.

b. yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan), sebaliknya tidak pasti

1.

Penyimpulan ‘modal’

1.

Premis yang mutlak juga menhasilkan kesimpulan yang mutlak, tetapi kesimpulan yang mutlak dapat berasal dari premis-premis yang mutlak atau yang ‘kebetulan’.
2.

Premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atau salah
3.

Dari ‘ada’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘mungkin’nya. Sebaliknya b(dari ‘mungkin’nya ke ‘ada’nya) tidak boleh.
4.

Dari ‘tidak-mungkin’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘tidak-ada’nya. Sebaliknya (dari ‘tidak ada’nya ke ‘tidak mungkin’nya)tidak boleh.