Senin, 07 Februari 2011

KEMAMPUAN INTELEKTUAL SEBAGAI SYARAT UTAMA UNTUK MENJADI GURU

Abstrak

Proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah dasar berlangsung dalam lingkungan pendidikan dimana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi fisik dan psikologis yang berbeda-beda. Selain itu, aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misainya: ada belajar materi yang mengandung aspek hafalan, ada belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada belajar sikap dan seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar harus berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis merujuk pada. pengaturan belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal inipun, ada. berbagai prosedur didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan beraneka macam media pengajaran. Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional. yang harus dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan oleh pengajar, sangat bervariasi.

Dilihat dari sisi ini, terlihat betapa pentingnya kedudukan guru dalam proses belajar mengajar. Prestasi anak didik dipengaruhi oleh banyak faktor, namun yang paling menentukan adalah faktor guru (Acc Suryadi, Hartilaar, 1993).

Dalam hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif untuk membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, misalnya dengan memberikan pekerjaan rumah. Ketidak pedulian guru terhadap pembelajaran siswa akan membawa kernerosotan bagi perkembangan siswa. Guru yang sering memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada. siswa. Cara atau kebiasaan belajar banyak diartikan sebagai bentuk belajar atau tipe belajar. Esensi istilah tersebut adalah suatu perbuatan belajar, yaitu tingkah laku individu-individu pada proses belajar. Kebiasaan merupakan suatu cara bertindak yang telah dikuasai yang bersifat tahan uji (persistent) (Witherington, 1986, hal. 13). Kebiasaan biasanya tejadi tanpa disertai kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan itu. Jenis bentuk belajar menurut Van Parreren (dalam Winkel, 1996) meliputi: (1) Otomatisme, yaitu terutama meliputi belajar keterampilan motorik, tetapi kadang dapat juga belajar kognitif, (2) Insidental, yaitu siswa belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal tertentu, khususnya yang bersifat pengetahuan mengenai fakta atau data, (3) Menghafal, yaitu orang menanarnkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat direproduksi kembali, (4) Belajar pengetahuan, adalah orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan, benda-benda dan orang, (5) Belajar arti kata-kata, adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan, (6) Belajar konsep, yaitu orang mengadakan abstraksi yaitu dalam obyek-obyek yang meliputi benda, kejadian dan orang, (7) Belajar memecahkan problem melalui pengamatan, yaitu orang dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik dan (8) Belajar berpikir, yaitu orang juga dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan, tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan, namun dipecahkan melalui operasi mental.

Selain itu, faktor yang sangat menentukan prestasi belajar siswa adalah motivasi siswa itu sendiri untuk berprestasi. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang dimilikinya tidak/kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya. Motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty Sumanto, 1998 hal. 203). Motivasi merupakan bagian dari belajar. Dari pengertian motivasi tersebut tampak tiga hal, yaitu:

(1) motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak dan kadang sulit diamati, (3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Siswa akan berusaha sekuat tenaga apabila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki motivasi yang besar; yang dengan demikian diharapkan akan mencapai prestasi yang tinggi. Adanya motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri siswa merupakan syarat agar siswa terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya, dan lebih lanjut siswa akan sanggup untuk belajar sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari orang bekerja, berfikir menggunakan pikiran (intelek) nya. cepat tidaknya dan terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kemampuaan intelegensinya. Dilihat dari intelegensinya,kita dapat mengatakan seseorang pandai atau bodoh,pandai sekali/cerdas (genius) atau pander/dungu (idiot), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Intelektual berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan (Depdikbud,2000:437).

Istilah intelek menurut Chaplin (1981) berasal dari kata intelek (bahasa inggris) yang berarti: ”Proses kognitif berfikir, daya menghubungkan serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan dan kemampuan mental atau intelegensi” (Soeparwoto,2005:81).

Menurut Wiliam Stem, Intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuan (Purwanto, 2003:52).

Wechler merumuskan intelegensi sebagai keseluruhan kemempuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif (suharto & hartono,1991: 100).

Menurut Robbins (2001 : 46) kemampuan intelektual adalah kemampuan mental,sedangkan Tilaar (2002 : 338), kemampuan intelektual guru adalah berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru.

Berkaitan dengan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan intelektual adalah kapasitas umum dari kesadaran individu untuk berfikir, menyesuaikan diri, memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana, cepat dan tepat baik yang dialami diri sendiri maupun dilingkungan.

Rubbins (2001 : 46) ,menyebutkan dimensi yang membentuk kemampuan intelektual ini terdiri dari 7 dimensi yaitu :

1. Kelahiran berhitung adalah kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.

2. Pemahaman verbal adalah kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu dengan yang lainnya.

3. Kecepatan konseptual adalah kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat

4. Penalaran Induktif adalah kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.

5. Penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argument

6. Visualisai ruang adalah kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampakseandainya posisinya dalam ruang diubah

7. Ingatan (memori) adalah kemampuan mendalam dan mengenang kemabali pengalaman masa lalu.

Sedangkan Menurut Munzert (2003:36), indentifikasi kemamuan intelektual yang tertuang dalam sikap intelegensi (Intelegent Behavior) antara lain:

1. Mengenal soal pengetahuan dan informasi kepengertian yang lebih luas

2. Ingatan

3. Aplikasi akan tepatnya belajar dari situasi yang berlangsung

4. Kecepatan memberikan jawaban dan penyelesaian

5. Keseluruhan tindakan menempatkan segalanya dengan seimbang dan efisien

Seorang guru merupakan profesi intektual,menurut purwanto (2003:54) suatu perbuatan dapat dianggap intelijen bila memenuhi beberapa syarat diantara lain:

1. Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan

2. Perbuatan intelijen sifatnya serasi dan ekonomis

3. Masalah yang dihadapi harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan

4. Keterangan pemecahan harus dapat diterima oleh masyarakat

5. Dalam berbuat intelijen sering kali menggunakan daya mengabstraksi

6. Merupakan intelijen bercirikan kecepatan

7. Membutuhkan pemusatan perhatian

Menurut Suparno (2003:75), sikap yang dikembangkan oleh seorang yang intelektual:

1. Terus belajar

2. Berfikir rasional

3. Mengembangkan angn-angan

4. Aktif mencari

5. Berani bertindak dan bertanggung jawab

6. Sikap reflektif

7. Pembela kebenaran dan keadilan

Guru sebagai seorang intelektual juga harus mengembangkan sikap tersebut antara lain:

1. Terus belajar, yaitu seorang guru harus terus belajar, terus mengembangkan bidang keahliannya, karena pengetahuan selalu berkembang. guru yang tidak mengembangkan pengetahuannya akan cenderung kolot dan otoriter dalam mengajar seakan-akan dialah yang benar dan tidak memberikan ruang pada siswanya untuk berfikir secara alternative.

2. Berfikir rasional, kritis dan bebas yaitu guru diharapkan dapat mengembangkan pemikiran yang rasional, kritis dan bebas. Rasional artinya guru dapat mengembangkan pemikiran yang berdasarkan emosi atau asal menang. Dia dapat berdiskusi, secara terbuka dengan siswa atau guru lain, tanpa takut kalah ataupun direndahkan. Berfikir kritis artinya seorang guru dalam mendalami, menghadapi sesuatu hal tidak hanya asal menerima saja, tetapi harus bertanya apakah hal itu benar demikian, atau ada yang tidak benar atau masih dapat dikembangkan dan bebas artinya guru bebas untuk berfikir dan mengembangkan pikirannya. Dengan mengembangkan kebebasan berfikir diharapkan guru dapat lebih kreatif dan mengembangkan inovsi baru dalam proses pendidikan.

3. Mengembangkan angan-angan (cita-cita), kadang-kadang guru yang tidak kreatif dalam proses pembelajaran karena mereka tidak punya angan-angan tentang pembelajaran yang baik dan ideal. Pikirannya selalu tertutup, kurang dibiarkan lepas bebas bahkan mungkin untuk memikirkan yang aneh.

4. Aktif mencari,kreatif dan inisiatif artinya,seorang guru dalam mengembangkan pembelajaran harus selalu mencari yang terbaik bagi siswa yang diajarkan. Disinilah guru dituntut punyaa inisiatif kreatifitas dan keaktifan mencari,melihat,dan mengambil tindakan apa yang paling pas untuk siswa dikelasnya.

5. Berani bertindak dan bertanggung jawab,artinya guru bukan seorang yang asal menjalankan perintah atau aturan,tetapi seorang yang melihat situasinya dan bertindak sesuai dengan situasi yang ada.

6. Sikap reflektif artinya sikap untuk selalu bertanya dan melihat kembali apa yang telah diperbuat dan akan diperbuatnya

7. Membela kebenaran yaitu seoarang guru dapat menjadi tongak kebenaran,menjadi pembela kebenaran.Dia dapat menjadi suara hati masyarakat,dimana dapat melihat itu baik atau tidak,benar atau tidak,adil atau tidak dan melanggar suara hati atau tidakDari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang dan digunakan untuk memecahkan permasalahan baik yang dialami diri sendiri maupun dilingkungan . sehingga dengan berfikir secara rasional ini seorang guru akan mampu untyuk bertindak secara terarah dan menghadapi lingkungannya secara efektif.

faktor-faktor yang mempengaruhi intelektual menurut purwanto (2003 : 57) faktor-faktor yang mempengaruhi intelektual seseorang :

1. Pembawaan

Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelegensi dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun, yang cenderung mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan anak tergantung factor gen mana (ayah atau ibu) yang dominant mempengaruhinya pada saat terjadinya “konsepsi” individu.

Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri-ciri yang dibawa sejak lahir . batas-batas kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal pertama-pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan–perbedaan itu masih tetap ada.

Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan.

2. Kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan ,tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dilakukan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan umur.

Piaget membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu :

a. Periode sensori motorik (0-2 tahun)

b. Periode pra operasional (2-7 tahun)

c. Periode operasional konkrit (7-11 tahun)

d. Periode operasional formal (11-16 tahun)

Hal tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi struktur intelektual, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual. Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan baik.

3. Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

Pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai, semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak dibanding anak seusianya.

4. Minat

Minat adalah mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu apa yang menarik minat seseorang untuk menjadi guru mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

5. Kebebasan Psikologis

Kebebasan adalah bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.

Kebebasan psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya berkembang dengan baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelektual.

6. Gizi

Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi / tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia diatas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.

Profesi guru adalah profesi intelektual yang mencakup mengajar, melatih, membimbing, membaca, meneliti, dan menulis. Kemampuan intelektual yang dilmiliki oleh seorang menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang sehingga ia akan lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan selama bekerja,lebih cepat mengembangkan kemempuan diri dan akhirnya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dengan kemampuan intelektualnya seorang guru akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dalam teori Hierarki Needs yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, manusia memiliki 5 pokok kebutuhan penting yang harus dipenuhi, diantaranya adalah kebutuhan akan pengakuan dari orang lain.

Di Indonesia rasa pengakuan itu sendiri dirasa sangatlah kurang, dimana banyak dari para Dosen dan peneliti Indonesia mengembangkan kemampuanya dinegeri orang, tentulah semua itu juga didasari karena rasa ingin mendapat pengakuan dari orang lain, dan mencari sarana yang layak untuk digunakan dalam mengembangkan kemampuanya untuk diakui dibanyak kalangan. sampai mereka harus mencari pengakuan dari luar negeri.

Selain kurangnya sarana dan prasarana yang ada di Indonesia, rasa pengakuanpun dirasa juga sangat kurang, dimana seorang guru juga membutuhkan sarana yang layak untuk melakukan semua kegiatan belajar mengajar mereka dengan selayak-layaknya dan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, sehingga mereka tidak lagi merasa bahwa mereka tidak mendapatkan pengakuan dan sarana yang layak untuk digunakan untuk kebutuhan mereka dalam meningkatkan profesionalitas sebagai guru.

Sedangkan banyak dari sekolah-sekolah di Indonesia yang masih belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah untuk mendapatkan kelayakan sarana dan prasarana dalam proses belajar mengajar, dimana seorang guru sangat membutuhkan semua itu.

Dari alasan diatas yang dikemukakan, dapat dilihat bahwa mereka dengan alasan kesejahteraan dan alasan pengembangan diri yang mungkin menjadi alasan utama para teknorat dan akademisi Indonesia hengkang keluar negeri. Ini sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah, selain dari memberikan kesejahteraan pada guru, pengembangan intelektualitas pada guru juga harus dilakukan oleh pemerintah, karena itu sanga penting untuk menunjang pendidikan anak bangsa.

Alasan peningkatan kesejahteraan bisa saja menjadi salah satu alasan utama para teknorat dan akademisi bekerja di luar negeri, ini juga bukan salah mereka sepenuhnya. Di negeri sendiri gaji dan fasilitas yang diperoleh sebagai teknorat dan akademisi jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan penghargaan yang diberikan di negeri orang untuk pekerjaan yang sama.

Sedangkan Pengembangan diri dirasa menjadi alasan utama yang kedua, Karena di negeri sendiri belum tentu para teknorat dan akademisi itu bisa mengembangkan ilmunya akibat keterbatasan dan sulitnya mendapatkan dana penelitian / riset / pengembangan atas temuan mereka; belum lagi masalah keterbatasan fasilitas peralatan laboratorium / fasilitas peralatan penelitian / fasilitas peralatan riset; dan belum menyebut masalah hasil riset yang jarang diapresiasi oleh dunia usaha, apalagi oleh pemerintah Indonesia, sampai menjadi produk berteknologi yang layak jual dan menguntungkan.

Seorang guru harus memiliki intelejensi yang tinggisebagai salah satu syarat utama untuk menjadi seorang pengajar yang professional dan bisa mencetak anak-anak didik bagi generasi bangsa yang sangat dibutuhkan perannya untuk mengembangkan bangsa Indonesia menjadi lebih maju lagi dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Karena Kemampuan intelektual yang dilmiliki oleh seorang menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang sehingga ia akan lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan selama bekerja, lebih cepat mengembangkan kemempuan diri dan akhirnya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dengan kemampuan intelektualnya seorang guru akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Intelegensi menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki dalam pengembangan diri seseorang, karena intelegensi meliputi kemampuan untuk berfikir abstrak, dimana dari sanalah seorang juga bisa mengembangkan kepribadianya.

Kemampuan berfikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang terhadap kejadian dan peristiwa yang tidak kongkrit, misalnya; pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh didepannya. Bagi remaja, corak perilaku pribadinya dihari depan, dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstrak akan berperan dalam perkembanangan kepribadiannya. Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa.

Kepribadian menjadi peranan yang sangat penting dalam menentukan seorang guru untuk dapat menjadi figure yang baik untuk menjadi panutan bagi para siswanya, sehingga pengembangan dari generasi bangsa yang lebih lanjut menjadi lebih baik. Karena kepribadian menjadi factor utama untuk menentukan tolak ukur nilai-nilai yang ada pada diri manusia.

Darisanalah pemerintah Indonesia diharapkan untuk melakukan perubahan mendasar agar para teknorat dan akademisi terbaik tidak berbondong-bondong untuk pergi keluar negeri demi mendapatkan kelayakan, pengakuan dan pengembangan diri, tetapi dengan nyaman mereka tinggal dan berkarya di negeri sendiri. Dari sanalah diharapkan juga adanya penyediaan dana riset / penelitian menjadi lebih cukup untuk melakukan pengembangan dan kelayakan, tidak saja dari pemerintah tetapi juga melibatkan dunia usaha dari pihak swasta maupun nasional.

Selain itu untuk menunjang kemajuan intelektual diharapkan Pemerintah Indonesia menyediakan perpustakaan riset yang lengkap menyediakan jurnal ilmiah, buku-buku ilmiah, dan bisa diakses oleh para periset / peneliti / akademisi nasional dengan biaya murah, kalau perlu gratis.

Demi peningkatan sarana seharusnya Pemerintah Indonesia juga membangun Laboratorium multidisiplin keilmuan yang dilengkapi dengan peralatan riset / penelitian termodern yang dapat “disewakan” dengan harga murah kepada para peneliti / akademisi / siapa saja yang punya proposal riset / penelitian yang prospektif secara komersial, agar mereka semua bisa melakukan penelitan dan pengembangan (riset) di dalam negeri.

Untuk kemajuan dibidang industri diharap Pemerintah Indonesia dan dunia usaha swasta nasional mau menyediakan dana riset / penelitian untuk proposal riset yang menghasilkan produk yang secara komersial diperkirakan laku di pasaran.

Dimulai dari perkembangan-perkembangan kecil yang ada diatas maka dapat ditunjang pula perubahan yang besar, yang dapat diberikan oleh bangsa Negara Indonesia. Profesionalitas guru sangatlah berperan penting dalam pengembangan intelektualitas bangsa, jadi seorang guru juga harus memiliki kemampuan intelektual yang tinggi pula. Selain dari factor profesionalitas guru, dari pemerintah juga harus siap untuk menanggung dan menunjang segala kebutuhan dalam proses belajar mengajar dengan selayak-layaknya.


DAFTAR PUSTAKA

Hardjo, Sri dan Badjuri, Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Cara Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Semarang, Semarang; 2008

Santrock, John W., Psikologi Pendidikan, Kencana, Jakarta; 2010

Cervone, Lawrence A. Pervin’ Daniel, dan Oliver P. John, Psikologi Kepribadian Teori Dan Penelitian, Kencana Gramedia Group, Jakarta; 2010

http://upbk.unimedcenter.org/konseling.html

http://r4hmatdocuments.blogspot.com/search/label/perkembangan%20peserta%20didik

Teori Belajar Dollard & Miller

Teori Belajar

Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari Teori Psikoanalitis serta temuan- temuan dan generalisasi dari antropologi sosial. Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial.

Teori Perkuatan Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.

Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan.

Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan.

Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan.

Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks.

Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu.

Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.

2.2.3. Struktur Kepribadian

Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon. Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.

Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  1. Dorongan Primer (primary drives)

Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder.

  1. Dorongan Sekunder (secondary drives)

Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap.

2.2.4. Dinamika Kepribadian

Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi. Mereka menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, tetapi mereka tidak membahas taksonomi dan klasifikasi motif. Mereka berfokus pada motif-motif tertentu, misalnya kecemasan, dan analisis motif dibuat untuk menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada manusia menjadi rumit karena munculnya sejumlah dorongan baru. Dorongan-dorongan yang baru merupakan hasil penurunan atau pemerolehan sama seperti dorongan yang dipelajari.

Selama proses pertumbuhan, tiap individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang bertugas membentuk tingkah laku. Dorongan-dorongan yang dipelajari ini diperoleh dari dorongan-dorongan primer, yang merupakan perluasan dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk luar dimana tersembunyi fungsi-fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya. Stimulus dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulus dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh misalnya kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian besar perbuatan manusia. Implikasi peranan dorongan-dorongan primer dalam banyak hal tidak dapat diamati lagi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa kritis (gagal dalam penyesuaian diri menurut tuntutan kultural masyarakat), orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer.

2.2.5. Perkembangan Kepribadian

Dollard dan Miller menganggap bahwa manusia pada saat lahir dan beberapa saat sesudahnya hanya memiliki sejumlah kapasitas tingkah laku yang terbatas, yaitu: pertama, sejumlah kecil respon khusus yang sebagian terbesar berupa respon terhadap satu atau segolongan stimulus spesifik; kedua, sejumlah hierarki respon bawaan, yakni kecenderungan-kecenderungan melakukan respon-respon tertentu dalam situasi stimulus- stimulus tertentu sebelum respon- respon tertentu lainnya; ketiga, memiliki seperangkat dorongan primer yang berupa stimulus- stimulus internal yang sangat kuat dan tahan lama, serta umumnya berhubungan erat dengan proses fisiologis.

Dalam perkembangannya, manusia mengalami proses belajar yang oleh Dollard dan Miller dikemukakan empat konsep penting di dalamnya, yaitu: dorongan, sebagaimana telah dijelaskan di awal; isyarat (cue), adalah suatu stimulus yang membimbing respon organisme dengan mengarahkan atau menentukan ketepatan sifat responnya (isyarat ini menentukan kapan organisme harus merespon, mana yang harus direspon, dan respon mana yang harus diberikan); respon, merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Dollard dan Miller bahwa sebelum suatu respon tertentu dapat dihubungkan dengan suatu isyarat tertentu maka respon harus terjadi dahulu, dan tahap yang menentukan dalam proses belajar adalah menentukan respon mana yang cocok; dan perkuatan (reinforcement).

Proses-proses belajar yang terjadi mendasari perolehan dorongan sekunder yang merupakan perluasan dari dorongan primer. Stimulus yang kuat dapat membangkitkan respon internal yang kuat, yang lalu menghasilkan stimulus internal yang lebih lanjut lagi. Stimulus internal lanjutan ini bertindak sebagai isyarat untuk membimbing atau mengontrol dorongan yang memaksa organisme bertindak sampai ia mendapat perkuatan atau suatu proses lain yag menghalanginya. Proses perkuatan membuat respon atau perilaku dapat berulang, sedangkan proses lain yang menghalangi dapat secara berangsur-angsur menghapus respon tersebut. Penghapusan respon tersebut dapat juga dilakukan dengan counterconditioning di mana respon kuat yang tidak sesuai disesuaikan pada isyarat yang sama, misalnya stimulus (isyarat) yang menghasilkan respon takut dipasangkan dengan makanan, sehingga lama-lama respon takut tersebut bisa menghilang.

Sebagaimana ahli- ahli psikoanalisis, Dollard dan Miller sepakat bahwa 6 tahun pertama kehidupan merupakan faktor penentu penting bagi tingkah laku orang dewasa. Dan konflik tak sadar bisa dipelajari pada masa ini yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah emosional di kehidupan kemudian.

2.2.6. Psikopatologi

Tidak seorangpun manusia yang berfungsi dengan sedemikian efektif sehingga semua kecenderungannya harmonis dan terintegrasi dengan baik, tetapi juga dapat memunculkan masalah yang disebabkan karena adanya motif-motif atau kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan yang disebut konflik. Tingkah laku konflik sendiri dijelaskan oleh Dollard dan Miller dengan lima asumsi dasar:

  1. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk mendekati suatu tujuan menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat dengan tujuan itu, yang disebut dengan perubahan tingkat mendekati (gradient of approach).
  2. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan menjauhi suatu stimulus negatif menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat stimulus itu, yang disebut dengan perubahan tingkat menjauhi (gradient of avoidance).
  3. Asumsi yang menyatakan bahwa perubahan tingkat menjauhi lebih tajam dibandingkan perubahan tingkat mendekati.
  4. Asumsi yang menyatakan meningkatnya dorongan yang diasosiasikan dengan mendekat atau menjauh akan berakibat meningkatnya bobot perubahan tingkat pada umumnya.
  5. Asumsi yang menyatakan bahwa jika ada dua respon yang bersaing maka yang lebih kuat yang akan muncul.

Berdasarkan asumsi tersebut, mereka dapat membuat prediksi bagaimana cara individu menghadapi berbagai tipe konflik:

  1. Approach- avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh)
  2. Approach- approach conflict (tipe konflik mendekat-mendekat)
  3. Avoidance- avoidance conflict (tipe konflik menjauh-menjauh)

Selain itu Dollard dan Miller juga mencurahkan sebagian besar teori mereka untuk menjelaskan kondisi-kondisi yang menyebabkan berkembangnya aneka neurosis. Inti setiap neurosis adalah konflik tak sadar yang kuat dan sumber-sumber konflik itu hampir selalu ditemukan dalam masa kanak-kanak individu. Menurut mereka, konflik-konflik neurotik diajarkan oleh orang tua dan dipelajari oleh anak. Karena konflik-konflik neurotik bersifat tidak sadar, maka individu tidak dapat mengarahkan kemampuan-kemampuannya untuk memecahkan masalah. Selama konflik-konflik tetap tidak disadari maka konflik-konflik tersebut tidak hanya akan terus bertahan tetapi juga akan menyebabkan berkembangannya reaksi-reaksi atau simptom-simptom yang lebih lanjut lagi yang berupa akibat-akibat dari kekacauan emosional atau berupa tingkah laku yang memungkinkan individu melarikan diri dari ketakutan-ketakutan dan kecemasan mereka untuk sementara waktu.