Jumat, 18 Juni 2010

Teori perkembangan kepribadian Erik H. Erikson

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia. Teori itu juga diaplikasikan langsung baik pada perempuan maupun laki-laki. Sayangnya penerapan semacam ini sebenarnya merupakan suatu kesalahan metodologis. Bila kita berbicara mengenai masalah generalisasi teori, maka teori Erikson seharusnya tidak digeneralisasikan secara universal. Apalagi menyangkut permasalahan jenis kelamin, sangat tidak tepat jika kasus perempuan dibahas dengan menggunakan teori Erikson.

Sebagian besar tahapan perkembangan yang dikemukakan Erikson merupakan hipotesis belaka. Hanya perkembangan masa kanak-kanak dan remaja yang didasarkan Erikson pada hasil penelitiannya. Mengenai tahapan perkembangan masa kanak-kanak, ia melakukan observasi terhadap anak-anak suku Sioux dan Yurok. Sedangkan mengenai remaja, ia melakukan analisis terhadap kehidupan tiga remaja putra[1]. Dari observasi dan analisis itulah ia mengemukakan teorinya mengenai delapan tahap perkembangan manusia dari lahir hingga lanjut usia, dalam buku pertamanya yang berjudul Childhood and Society pada tahun 1964.

Gagasan Erikson mengenai delapan tahap perkembangan manusia yang ditulisnya dalam buku tersebut banyak menerima kritik. Pertama, Erikson dianggap salah bila mengklaim teorinya itu sebagai sesuatu yang universal. Hal ini dikarenakan sampel penelitiannya terbatas pada dua suku primitif Indian. Tentunya hasil penelitiannya tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh budaya. Apalagi ia sendiri mengungkapkan pentingnya aspek sosial budaya sebagai pembentuk kepribadian seseorang. Dengan meyakini bahwa tahap perkembangan yang dikemukakannya berlaku universal, maka Erikson membantah sendiri pandangannya mengenai aspek sosial budaya.

Memang dalam penelitiannya mengenai tahap pembentukan identitas remaja, Erikson meneliti subyek dari tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Rusia. Namun demikian, ia hanya menganalisis masing-masing satu subyek dari tiap negara tersebut. Pemilihan subyek semacam itu dianggap tidak representatif untuk menjelaskan perkembangan remaja. Belum lagi tahap perkembangan lainnya hanya merupakan hipotesisnya sendiri, yang tidak didasarkan pada observasi atau uji empiris apapun.

Kritik yang lebih tajam dan gencar datang dari kalangan feminis pada saat itu. Mereka menyetujui kritik sebelumnya bahwa teori Erikson tidak dapat diterapkan secara universal, apalagi pada perempuan. Mereka melihat bahwa delapan tahap perkembangan manusia (eight stages of man[2]) memang hanya untuk laki-laki. Mereka melandaskan kritik tersebut atas dua hal. Pertama, tahap perkembangan identitas, yang dianggap Erikson sebagai tahap perkembangan terpenting, hanya didasarkan pada analisisnya terhadap tiga subyek yang ketiganya adalah laki-laki. Kedua, meskipun Erikson mengobservasi baik anak laki-laki maupun perempuan pada suku Sioux dan Yurok, namun tulisannya dalam buku Childhood and Society hanya mengacu kepada anak laki-laki.

Contohnya dalam halaman 176 dari buku tersebut dituliskan,” The Yurok child is trained to be a fisherman”. Kata anak (child) tersebut jelas hanya mengacu kepada anak laki-laki. Hanya anak laki-laki yang dididik menjadi nelayan sedangkan anak perempuan di Yurok akan dipersiapkan menjadi ibu. Jadi ketika Erikson menggunakan kata child (anak) untuk mengacu kepada boy (anak laki-laki), maka ia seolah meniadakan anak perempuan dalam tulisannya. Erikson menganggap anak (child) hanya anak laki-laki (boy). ‘Kesalahan’ ini terlihat pula dalam kalimat berikut ini : Sioux limits itself in specializing the individual child for one main career, here the buffalo hunter (hal. 156). Memang benar bahwa di Sioux, anak laki-laki dipersiapkan untuk berkarir, yaitu sebagai pemburu banteng. Namun Erikson malah menekankan bahwa ada satu karir utama yang dipersiapkan untuk masing-masing anak (individual child), padahal yang dimaksudnya hanya untuk anak laki-laki. Jadi sekali lagi Erikson seolah melupakan bahwa yang dimaksud dengan kata anak tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan.

Selain itu, Erikson sendiri melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap tahap perkembangan perempuan. Khususnya dalam tahap perkembangan identitas, yang merupakan tahap paling penting menurut Erikson. Ia mengatakan bahwa pada perempuan, tahap identitas ini tidak akan tercapai jika ia belum mengembangkan keintiman (intimacy). Keintiman ini hanya dapat dicapai bila perempuan menjalin hubungan dengan lawan jenis, menjadi seorang istri, dan selanjutnya menjadi ibu. Jadi menurut Erikson, identitas seorang perempuan ditentukan oleh keberhasilannya menjadi seorang istri dan ibu.

Sedangkan pencapaian identitas laki-laki tidak ditentukan oleh apapun, termasuk keintiman. Oleh karena itu tidak heran jika delapan tahap perkembangan yang dikemukakan Erikson diklaim sebagai tahap perkembangan khusus laki-laki. Hal ini dikarenakan dalam tahap itu Erikson terlebih dahulu mengurutkan pembentukan identitas baru kemudian tahap pencapaian keintiman. Dengan demikian jelas Erikson hanya mengalamatkan teorinya tersebut untuk pada laki-laki. Jadi ketika ia mengklaim teori itu untuk manusia secara keseluruhan, ia telah menggunakan laki-laki sebagai prototip manusia.

Menghadapi kritik tersebut, Erikson mencoba untuk ‘benar-benar’ meneliti perempuan. Ia melakukan analisis permainan (play analysis), dan melihat perbedaan gender dalam permainan anak-anak. Ia menemukan bahwa anak laki-laki dan perempuan membentuk permainan yang berbeda. Anak perempuan akan membentuk permainan dengan tipe interior, yang damai dan tenang. Mereka mengelompokkan kursi dan meja (furniture), manusia, dan hewan dalam posisi statis. Manusia diaturnya dalam posisi duduk, seperti bermain piano misalnya. Selain itu, mereka juga menggambar dinding yang rendah, dengan pagar dan teras. Kadang mereka juga memasukkan adanya pengganggu, yang biasanya laki-laki dan hewan. Sementara anak laki-laki menampilkan permainan yang dinamis. Mereka membentuk bangunan yang tinggi dan kokoh, seperti menara. Bila membangun rumah, mereka membangun dinding yang kokoh, yang tidak memungkinkan bencana datang. Mereka juga membuat mobil-mobilan ataupun hewan berjalan, yang keduanya menunjukkan suatu pergerakan dinamis.

Dari perbedaan dalam bermain tersebut, Erikson mengambil kesimpulan yang justru menegaskan pandangannya mengenai identitas perempuan. Menurutnya perempuan memilih permainan yang lebih bersifat menuju dalam diri, bukan keluar, sesuai dengan anatominya yaitu rahim dan vagina. Dalam pandangan Erikson, rahim dan vagina yang dimiliki perempuan merepresentasikan suatu kedalaman. Jadilah perempuan hanya berada dalam ruang dalam (inner space); ruang domestik, dan tidak keluar menuju ruang publik. Rahim ini juga identik dengan fungsi perempuan untuk melahirkan. Dan karenanya, perempuan pun identik dengan merawat dan mengasuh.

Lebih lanjut Erikson memandang laki-laki sebagai pribadi yang aktif karena terkait dengan fungsi penis yang berrsifat aktif, sedangkan perempuan pasif terkait dengan fungsi vagina yang bersifat menerima. Jadi desain tubuh perempuan, yakni vagina dan rahimnya diyakini Erikson sebagai penentu pembentukan identitas perempuan. Dengan rahim dan vagina yang dimilikinya, maka perempuan terikat bukan hanya secara biologis melainkan juga psikologis dan etis untuk secara pasif merawat anak dan melayani suami.

Pandangan Erikson yang tertuliskan dalam bukunya berjudul The Inner & the Outer Space : Reflections on Womanhood pada tahun 1964 itu mendapatkan kritik keras dari kelompok perempuan. Menurut mereka, Erikson membatasi pilihan perempuan untuk berdiam diri di rumah, menjadi istri dan ibu. Lebih dari itu, Erikson pun dianggap sama saja seperti Sigmund Freud yang menentukan takdir perempuan hanya berdasarkan anatominya.

Menanggapi kritik yang semakin keras, pada tahun 1975, Erikson menerbitkan kembali sebuah buku berjudul Once More the Inner Space. Dari judulnya terlihat bahwa ia tetap meyakini konsep inner space pada perempuan. Namun ia mengemukakan beberapa hal untuk ‘menenangkan’ kelompok perempuan yang mengkritiknya. Ia menyatakan bahwa pada dasarnya laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki keterbatasan dalam membuat pilihan. Laki-laki dibatasi oleh definisi sejauh mana mereka mampu (how they can be), sedangkan perempuan oleh apa yang dapat ia lakukan (what they can do). Ia juga menyatakan bahwa sebenarnya laki-laki memiliki kecemasan akan keberfungsian penisnya. Laki-laki juga iri terhadap kapasitas maternal perempuan untuk melahirkan dan menjadi ibu.

Namun pendapat Erikson ini memiliki kelemahan. Penjelasannya menunjukkan bagaimana ia menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah. Dalam hal memilih apa yang dapat ia lakukan pun, perempuan masih dibatasi. Sementara laki-laki sudah berhasil melewati batasan tersebut. Laki-laki sudah boleh memilih, sehingga keterbatasannya hanya terletak pada sejauh mana ia mampu berkarya dalam bidang yang telah ia pilih tersebut. Selain itu, kecemburuan laki-laki terhadap kapasitas maternal perempuan pun toh tidak serta merta menjadikan kehidupan perempuan lebih baik dibanding laki-laki.

Setelah mengetahui lebih menyeluruh tentang konsep Erikson yang sebenarnya, bukan berarti konsep ini tidak dapat kita gunakan dalam menjelaskan perkembangan manusia. Memahami perkembangan laki-laki dengan menggunakan kerangka teori Erikson tentu bukan merupakan suatu kesalahan. Namun mengadopsi pandangannya tentang perempuan, sama saja dengan membatasi pilihan perempuan dalam mengaktualisasikan potensi dirinya.

Sumber Acuan

Paludi, Michele A. The Psychology of Women. USA : Prentice-Hall, Inc. 1998.

Williams, Juanita H. Psychology of Women. Behavior in a Biosocial Context. 3rd ed. USA : W.W. Norton & Company, Inc. 1987.

Rabu, 16 Juni 2010

PERKEMBANGAN INDIVIDU


TAHAP PERKEMBANGAN INDIVIDU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah moral merupakan masalah yang sekarang ini sangat banyak meminta perhatian, terutama bagi para pendidik, ulama, pemuka masyarakat dan para orang tua. Tidak henti-hentinya kita mendengar berita tentang tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak, seperti yang terjadi di beberapa daerah yang hampir setiap minggu diberitakan di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Bagi warga Ibukota bukan suatu hal yang aneh apabila mendengar atau melihat anak-anak sekolah melakukan tawuran (perkelahian antar pelajar) yang tidak sedikit menimbulkan sejumlah korban. Diperlukan waktu yang panjang dan upaya pendidikan yang sungguh-sungguh untuk

mengatasi kondisi ini. Pendidikan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu sebagai upaya untuk mentransformasikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Adapun moral sama dengan etika, atau kesusilaan yang diciptakan oleh akal, adat dan agama, yang memberikan norma tentang bagaimana kita harus hidup. (Panuju, 1995). Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. (Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral. Anak yang berusaha hidup baik secara tekun dalam waktu lama dapat mencapai keunggulan moral yaitu bersikap batin dan berbuat lahir secara benar. Norma-norma lama sudah tidak meyakinkan lagi untuk menjadi pegangan. Kenyatannya, anak tidak dapat lari dari hati nuraninya, tapi hati nurani pun tidak berdaya menemukan kebenaran, apabila norma-norma yang biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba tidak pasti. Anak berhadapan dengan berbagai tipe manusia, tutur kata, gaya hidup, dan tingkah laku moral.yang bervariasi. Pola kehidupan masyarakat pun semakin cenderung individualis, dengan kontrol sosial yang relatif longgar. Munculah fenomena baru sebagai model bagi anak yaitu teman sepermainannya, atau tokoh-tokoh serial televisi. Demikian upaya untuk membina ketahanan moral menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda. Ketahanan moral dalam hal ini selain harus bersifat defensif hendaknya juga bersifat generatif. Generatif mengandung arti bahwa seorang anak harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan ketahanan moralnya sendiri dari dalam, dari keyakinannya pada prinsip-prinsip ajaran llahi, akal pikirannya dan tradisi yang dijunjung tinggi

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan “Tahapan Perkembangan Moral Keagamaan Anak” dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian Moral ?

2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan moral keagamaan anak ?

3. Faktor – factor apa saja yang mempengatuhi perkembangan moral keagamaan anak

4. Bagaimana konsep perkembangan moral ?

5. Bagaimana proses perkembangan moral keagamaan anak ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menngetahui pengertian moral

2. Untuk mengetahui perkembangan moral keagamaan anak

3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral keagamaan anak

4. Untuk mengetahui konsep perkembangan moral

5. Untuk mengetahui proses perkembangan moral keagamaan anak

D. Metode Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yan dituangkan dalam rumusan masalah, sedangkan langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab permasalahan dalam makalah ini adalah :

1. Metode library research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

2. Melakukan diskusi kelompok untuk menjawab permasalahan dari prosedur tersebut kemudian dibagi, didiskripsikan, diuraikan dan akhirnya dilakukan penyimpulan-penyimpulan sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Moral Fase perkembangan

dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan tentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Dalam pembabakan atau periodesasi perkembangan para ahli berbeda pendapat. Pendapat-pendapat tertsebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

a. Tahap perkembangan berdasarkan biologi Sekelompok ahli menentukan pembabakan itu berdasarkan keadaaan atau proses pertumbuhan tertentu. Pendapat para ahli diantaranya :

1) Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak sampai dewasa itu kedalam tiga tahapan, setiap tahapan lamanya tujuh tahun, yaitu : F Tahap I : Dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain) F Tahap II : Dari 7,0 sampai 14,0 tahun (masa anak, masa sekolah rendah) F Tahap III : Dari 14,0 sampai 21,0 tahun (masa remaja / puberitas, masa peralihan dari usia anak menjadi orang dewasa) Penahapan ini didasarkan pada gejala dalam perkembangan fisik (jasmani). Hal ini dapat dijelaskan bahwa antara tahap I dan tahap II dibatasi oleh pergantian gigi, antara tahap II dan tahap III ditandai dengan mulai berfungsinya organ-organ seksual.

2) Kretcmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahapan, yaitu : F Tahap I: Usia 0,0 hingga 3,0 tahun ; Fukungs (pengisian) periode I : pada fase ini anak kelihatan pendek gemuk. F Tahab II : Usia dari kira-kira 3,0 tahun sampai 7,0 tahun ; Streckungs (rentangan) periode I : pada periode ini anak kelihatan langsing (memanjang / meninggi). F Tahap III : Dari kira-kira 7,0 sampai 13 tahun ; Fukungs periode II : pada masa ini anak kelihatan pendek gemuk kembali. F Tahap IV : Dari kira-kira 13,0 tahun sampai kira-kira 20,0 tahun ; Streckung periode II : pada periode ini anak kembali kelihatan langsing.

3) Ellizabeth Hurlock mengemukakan penahapan perkembangan individu, yakni : F Tahap I: Fase Pranatal (sebelum lahir) mulai dari masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari. F Tahap II: Infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 hingga 14 hari. F Tahap III: Baby hood ( bayi) mulai usia 2 minggu sampai 2 tahun F Tahap IV : Childhood (kanak-kanak) mulai 2 tahun sampai masa remaja (puber) F Tahap V : Adolescence / puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun .

a) Preadolescence, pada umumnya wanita usia 11 – 13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari itu.

b) Early Adolescence, pada usia 16 – 17 tahun

c) Late adolescence, masa perkembangan terakhir sampai masa usia kuliah diperguruan tinggi

b. Tahap perkembangan berdasarkan Didaktis Dasar didaktif atau intruksional yang dipergunakan oleh para ahli ada beberapa kemungkinan :

1) Apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu?

2) Bagaimana caranya mengajar ataumenyajikan atau menyajikan pengalaman belajar pada anak didik pada masa-masa tertentu ?

3) Kedua hal tesebut dilakukan bersamaan. Yang digolongkan dalam penahapan berdasarkan didaktis atau intruksional, antara lain pendapat dari : Johan Amos Comenius dan pendapat JJ. Rousseau sebagai berikut.

· Johan Amos Comenius Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan yang lengkap bagi seseorang itu berlangsung dalam empat jenjang, yaitu :

a) Sekolah ibu (scala maternal) : Untuk anak-anak usia 0,0 sampai 6,0 tahun b) Sekolah bahasa ibu (scala vernaculan) : Untuk anak-anak usia 6,0 sampai 12,0 tahun

b) Sekolah latin (scala latina) : Untuk remaja usia 12,0 sampai 18 tahun

d) Akademi (academia) : Untuk pemuda-pemudi usia 18,0 sampai 24, 0 tahun Pada sekolah tersebut harus diberikan bahan pengajaran (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan anak didik dan harus digunakan metode penyampaian yang sesuai dengan perkembangannya.

2) JJ. Rousseau Penahapan perkembangan menurut JJ. Rousseau adalah sebagai berikut :

a) Tahap I : 0,0 sampai 2,0 tahun, usia asuhan

b) Tahap II : 2,0 sampai 12,0 tahun, masa pendidikan jasmani latihan panca indera

c) Tahap III : 12,0 sampai 15,0 tahun, periode pendidikan akal

d) Tahap IV : 15,0 sampai 20,0 tahun periode pendidikan watak dan pendidikan agama.

c. Tahap perkembangan berdasarkan psikologi Para ahli yang menggunakan aspes psikologi sebagai landasan dalam menganalisis tahap perkembangan, mencari pengalaman-pengalaman psikologis mana yang khas bagi individu pada umumnya dapat digunakan sebagai masa perpindahan dari fase yang ada ke fase yang lain. Dalam pekembangannya para ahli berpendapat bahwa dalam perkembangan pada umumnya individu mengalami masa-masa kegoncangan. Apabila perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evaluasi, maka pada masa kegoncangan itu evaluasi berubah menjadi revolusi. Kegoncangan psikis itu dialami hamper semua orang, karena itu dapat digunakans ebagai perpindahan darimasa satu kemasa yang lain dalam proses perkembangan. Oswald Kroc mendasarkan pembagian masa perkembangan pada krisis-krisis atau kegoncangan-kegoncangan yang dialami anak dalam proses perkembangannya, yang disebutnya dengan dengan istilah Trotz periode. Menurutnya sepanjang kehidupan ini terdapat tiga kali masa Trotz yaitu :

a) Trotz – periode I, anak mengalami masa krisis pertama ketika ia berusia 3,0 – 5,0 tahun, masa ini disebut juga asa anak-anak awal.

b) Trotz – periode II, anak mengalami masa krisis kedua ketika ia berusia 11 – 12 tahun, masa ini termasuk masa kerahasiaan bersekolah.

c) Trotz – periode III, terjadi pada akhir masa remaja dan lebih tepat disebut dengan masa kematangan diri pada masa kritis.

Sifat-sifat anak trotz ini adalah meraja-raja, egosentris, keras kepala, pembangkang dan sebagainya. Hal itu mereka lakukan dengan tujuan memperoleh kebebasan dan perhatian. Memperhatikan periodesasi yang dikemukakan para ahli diatas baik dari segi biologi, didaktis maupun psikologis, maka dalam makalah ini ditulis urutan-urutan periodesasi sebagai berikut :

1. Masa intra – uterin (masa dalam kandungan) dan masa bayi

2. Masa anak kecil

3. Masa anak sekolah

4. Masa remaja

5. Masa dewasa

B. Kriteria Penahapan Perkembangan Individu Perkembangan manusia

sejak konsepsi sampai masa prosesnya terjadi secara bertahap melalui berbagai tahapan perkembangan, dimana dalam setiap tahapan perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelum dan sesudahnya. Untuk memudahkan kita memahami tahapan perkembangan tersebut Ellizabeth Hurlock secara lengkap telah membagi tahapan perkembangan manusia dalam sepuluh tahapan / masa perkembangan, yaitu : 1) Masa sebelumlahir (Prenatal) selama 280 hari

2) Masa bayi baru lahir (new born) 0,0 – 2,0 minggu

3) Masa bayi ( baby hood ) 2 minggu – 2,0 tahun

4) Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2,0 – 6,0 tahun

5) Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6,0 – 12,0 tahun

6) Masa puber (puberty) 11,0 / 12,0 – 15,0 / 16,0

7) Masa remaja (adolescence) 15,0 / 16,0 – 21,0 tahun

8) Masa dewasa awal (early adulthood) 21,0 – 40,0 tahun

9) Masa dewasa madya (middle adulthood) 40,0 – 60,0 tahun 10) Masa usia lanjut (later adulthood) 60,0 - …

Dari pembagian tahapan perkembangan diatas berarti bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu berlangsung sejak masa prenatal sampai anak selesai remaja.

B. Tugas-tugas Perkembangan Individu Tugas perkembangan

adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada setiap tahapan atau periode kehidupan tertentu. Apabila ia berhasil ia mencapainya maka ia bahagia, tetapi sebaliknya apabila ia gagal akan kecewa dan dicela oleh orang tua atau masyarakatnya serta proses perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. Menurut Robert Y.Havighust, tokoh yang merumuskan konsep ini mengemukakan banwa yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan terseut adalah : kematangan fisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai serta aspirasi individu. Pembagian tugas-tuhgas pekembangan serta masing-masing fase atau tahapan adalah sebagai berikut : a. Masa bayi dan anak kecil Untuk Belajar berjalan ü Belajar makan makanan padat ü Belajar berbicara ü Pelajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh ü Mencapai stabilitas fisiologi ü Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga dan orang-orang luar. ü Belajar mengetahui mana yang benar dan masa yang slah serta mengembangkan kata hati.

b. Masa anak sekolah ü Belajar ketangkasan ü Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang tumbuh. ü Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya ü Belajar peran jenis kelamin ü Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis dan berhitung. ü Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan sehari-hari. ü Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai. ü Belajar membebaskan ketergantungan diri ü Mengembangkan sikap sehat terhadap kelonpok dan lembaga-lembaga.

c. Masa remaja ü Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara wfwktif ü Menerima peranan social jenis kelamin sebagai pria atau wanita ü Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social ü Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya ü Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki ü Perkembangan skala nilai ü Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih akurat ü Persiapan mandiri secara ekonomi ü Pemilihan dan latihan jabatan ü Mempersiapkan perkawinan dan keluarga Setiap perkembangan manusia berlangsung secara bertahap sejak konsepsi sampai mati. Agar setiap tugas perkembangan, anak dapat menyelesaikan setiap tugas perkembangan dengan baik diperlukan bantuan/bimbingan yang lebih baik, diperlukan bantuan/bimbingan yang lebih baik dari pihak pendidik.(orang tua dan guru) oleh karena itu setiap pendidik harus mengetahui tugas-tugas perkembangan yangharus diselesaikan anak pada setiap tahap perkembangannya.

D. Hukum-hukum Perkembangan Individu

Bagaimana proses-proses perkembangan berlangsung, apakah berjalan dengan mulus saja, ataukan kadang-kadang terdapat krisis pada waktu-waktu tertentu, apakah ada percepatan-percepatan atau pengulangan-pengulangan, disinilah para ahli bermacam-macam tujuannya sehingga melahirkan berbagai acuan atau hukum-hukum perkembangan yang merupakan lawaqn dari fakta. Menurut Shamrock (1998), teori adalah “ a coherent set of ideas that help explain data and make predication. A theory contain hypothesis, assumption that can be tasted to determine their accuracy. “ jadi sebenarnya teori adalah hipotesis yang belum terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti sehingga perlu dikaji lebih lanjut untuk menentukan akurasinya. Apabila dalam pengujian materi itu ternyata benar, maka ia menjadi fakta, setidaknya-tidaknya ada dua peranan penting dari teori perkembangan (Miller, 1993) yaitu :

a) Mengorganisir dan member makna terhadap fakta-fakta atau gejala-gejala perkembangan

b) Memberikan pedoman dalam melakukan penelitian dan menghasilkan informasi baru.

1. Hukum bertahandan berkembang sendiri Teori dan hokum perkembangan itu antara lain adalah :

a. Dorongan bertahan yang bertujuan untuk memelihara/mempertahankan diri agar tepat survival.

b. Dorongan untuk bekembang sendiri, yang bertujuan untuk berkembang sendiri untuk mencari kepandaian, pengalaman, atau pengetahuan baru, yang terlihat dalam tingkah laku konservasi dan bermain. Kedua dorongan tersebut selalu bekerja sama dalam menggerakkan anak menjalin perkembangannya. 2. Hukum tempo perkembangan Perkembangan anak satu dengan anak yang lainnya berbeda-beda. Ada yang tingkat perkembangannya serba cepat (cepat merangkak, cepat belajar berjalan,cepat berbicara dan lain-lain) sementara da pula anak yang Nampak selalu lambat dalam mencapai kemampuan-kemampuan tersebut. Cepat atau lambatnya perkembangan anak disamping potensi yang dibawanya sejak lahir, kesehatan dan gizi ikut pula mempengaruhinya.

3. Hukum sarana perkembangan

Disamping perkembangan itu mempunyai temponya masing-masing, ada juga yang mempunyai irama tertentu. Berlangsungnya perkembangan fungsi-fungsi pada anak tidaklahs elalu berjalan lurus, teptapi berliku-liku, bisa melompat-lombatdan penuh kegoyangan, kadang-kadang kita saksikan seseorang anak dapat berjalan denganc epat, kemudian tertegun/terhenti, kemudian berlangsung lagi dengan cepat. Ada anak yang kelihatan cepat belajar berbicara dalam beberapa minggu, kemudian waktu-waktu berikutnya terhenti dan ketinggalan jika dibandingkandengan teman-temannya. Irama perkembangan itu bukan saja berbeda dari anak yang satu degan anak yang lainnya, tetapi yang berbeda atau terjadi antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lain pada diri seorang anak. Ada fungsi jasmaninya yang berkembang denga cepat tetapi juga aspek fungsi kejiwaan Nampak berjalan dengan lambat. Hal ini dapat kita lihat pada seorang anak yang mulai belajar berjala, akan kelihatan pada perkembangan berbicaranya agak terhenti, dan jika berjalan itu telah dikuasainya maka perkembangan berbicaranya kelihatan maju lagi dengan cepat. Disini jelas terdapat keadaan seperi seperti kejar-kejaran bagaikan gelombang, pada satu fungsi ada yang nenaikkan dan pada fungsi yang lain ada yang terhenti atau turun.

4. Hukum Masa Peka

Yang dimaksud dengan masa peka adalah suatu masa dimana suatu fungsi berada pada perkembangan yang baik dan pesat, jika dibandingkan dengan masa-masa lainnya. Setiap fungsi hanya mengalami sekali saja datanya masa peka. Oleh karena itu harus dilayani dan diberi kesempatan untuk berkembang dengan sebaik-baiknya. Hanya saja untuk mengetahui datangnya masa peka itu tidaklah mudah, kecuali apabila kita rajin memperhatikan perubahan tingkah laku anak setiap hari. Sebagai contoh : masa peka untuk berjalan umumnya pada tahun kedua, masa peka untuk menggambar pad tahun kelima, masa peka untuk perkembangan ingatan logis pada tahun 12 atau 13 dan sebagainya. Montessori pernah mengembangkan system pendidikan kearah penemuan masa peka pada anak didik. Di sekolah Montessori disediakan berbagai macam permainanan anak dan anak diberinya kebebasan memilih sendiri permainan yang dia sukai. Apabila minat anak Nampak kearah pada permainan tertentu, lalu dicari dan ditentukan bahwa anak tersebut sudah peka terhadap suatu fungsi.

5. Teori RekapitulasiTeori Masa Mendatang

6. Teori Pembelajaran dan Penemuan E. Fakta-fakta Perkembangan Individu

Selasa, 15 Juni 2010

TEORI KEPRIBADIAN SULLIVAN

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Anak sebetulnya telah nengalami kecemasan sejak bulan-bulan pertama dari kehidupan, bahkan menurut beberapa sarjana, bayi sebelum lahir sudah mengalami kecemasan. Akan tetapi manifestasi dari kecemasan ini sering kali tidak dimengerti oleh orang dewasa. Kecemasan dialami oleh setiap anak dalam setiap fase perkembangannya. Oleh sebab itu gangguan mental emosionil pada anak lebih sering terdapat daripada orang dewasa serta variasinya juga lebih banyak. Seorang anak tidak bisa dianggap sebagai seorang dewasa kecil. Pada umumnya dalam perkembangannya kearah kedewasaan anak melalui beberapa fase perkembangan yang tertentu.Dalam setiap fase perkembangan terjadi kecemasan yang tertentu dan yang bersifat spesifik untuk fase tersebut.

Menurut Sullivan, tahap perkembangan kepribadian yang paling krusial sesungguhnya bukan pada masa kanak-kanak awal, melainkan pada masa pra remaja. Sullivan percaya bahwa manusia dapat mencapai perkembangan yang sehat mereka sanggup mengalami keintiman sekaligus hawa nafsu terhadap pribadi lain yang sama.

Ironisnya, hubungan Sullivan sendiri dengan orang lain jarang yang memuaskan dirinya. Sebagai seorang anak, dia sering merasa kesepian dan secara fisik dikucilkan. Ketika remaja, dia menderita minimal satu episode skizofrenik. Dan ketika dewasa, dia mengalami hanya hubungan-hubungan antarpribadi yang dibuat-buat dan ambivalen. Meskipun begitu, bahkan mungkin karena kesulitan-kesulitan hubungan antarpribadi ini, Sullivan memberikan banyak kontribusi bagi kita untuk memahami kepribadian manusia.

BAB II
PEMBAHASAN

BIOGRAFI HARRY STACK SULLIVAN Harry Stack Sullivan lahir di kota pertanian kecil Norwich dekat New York pada 21 Februari 1892. Ia merupakan satu-satunya anak yang masih hidup dari orangtua Katolik Irlandia yang miskin. Ibunya, Ella Stack Sullivan berusia 32 tahun ketika menikah dengan Timothy Sullivan dan melahirkan Harry pada usia 39 tahun. Ayahnya adalah seorang laki-laki pemalu, menarik diri, dan perndiam yang tidak pernah berhubungan akrab dengan Harry sampai istrinya meninggal dan Harry sudah menjadi seorang dokter. Sewaktu kecil, Sullivan diasuh oleh nenenknya ketika ibunya pergi secara misterius. Pada tahun 1911 ia masuk ke Chicago College of Medicine and SurgeryI dan menyelesaikan studi kedokterannya pada tahun 1915 namun ia tidak mendapatkan gelarnya dikarenakan ia belum membayar uang kuliah dan belum menghabiskan semua mata kuliah dan masih harus menjalani kuliah praktik.

Pada tahun 1921, Sullivan bekerja di Rumah Sakit St. Elizabeth di Washington, D.C dan berhenti pada tahun 1930. Lalu, Sullivan pindah ke New York City dan membuka praktik pribadi, berharap dapat menambah pengertiannya tentang hubungan-hubungan antarpribadi dengan menenliti gangguan-gangguan yang bukan skizofrenik, khususnya mereka yang memiliki sifat obsesif. Selama tinggal di New York, Sullivan dipercaya menjadi presiden pertama yayasan dan menjadi editor jurnal Psychiatry. Pada Januari 1949, Sullivanmenghadiri pertemuan WorldFederation for Mental Health di Amsterdam. Ketika dalam perjalanan pulangnya, 14 Januari 1949, ia meninggal karena pembuluh otaknya pecah di sebuah kamar hotel di Paris, beberapa minggu setelah ulang tahunnya yang ke 57.

TEORI INTERPERSONAL Sullivan berkali -kali menegaskan bahwa kepribadian adalah suatu entitas atau kesatuan hipotetis belaka “ suatu ilusi “ yang tidak dapat diobservasi atau diteliti terlepas dari situasi-situasi antarpribadi, yang menjadi unit penelitian adalah antarpribadi dan bukan orangnya. Organisasi kepribadian terdiri dari peristiwa-peristiwa antarpribadi, dan bukan peristiwa-peristwa intrapsikis, kepribadian hanya memanifestasikan dirinya ketika orang bertingkah laku dalam hubungan dengan salah seorang atau beberapa individu lain. Meskipun Sullivan mengakui bahwa kepribadian hanya berstatus hipotetis, namun ia menegaskan bahwa kepribadian merupakan pusat dinamik dari berbagai proses yang terjadi dalam serangkaian medan antarpribadi.

Kontribusi utama Sullivan bagi teori kepribadian adalah konsepsinya tentang tahap-tahap perkembangan. Selain itu, Sullivan juga memaparkan beberapa terminologi yang berhubungan dengan teori interpersonalnya.

BERBAGAI TEGANGAN Seperti Freud dan Jung, Sullivan melihat kepribadian sebagai sebuah system energi. Energi dapat eksis sebagai tegangan ataupun sebagai aksi itu sendiri. Transformasi-transformasi energi itu sendiri akan mengubah berbagai tegangan menjadi perilaku tersembunyi maupun terang-terangan, dan dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan mereduksi kecemasan. Tegangan adalah sebuah potensialitas untuk bertindak yang dapat atau tidak dialami dalam kesadaran. Karena itu, tidak semua tegangan bias dirasakan secara sadar. Banyak tegangan seperti kecemasan, perasaan, kelelahan, rasa lapar, dan kepuasan seksual, dirasakan namun tidak selalu di tingkatan sadar. Malah faktanya semua tegangan yang dirasakan sekurang-kurangnya merupakan hasil dari distorsi-distorsi parsial terhadap realitas. Sullivan menemukan dua tipe tegangan, yaitu :

Berbagai Kebutuhan Kebutuhan adalah tegangan-tegangan yang dihasilkan oleh ketidakseimbangan biologis antara seseorang dan lingkungan fisiokimianya, baik di dalam maupun di luar organisme. Kebutuhan-kebutuhan bersifat episodik – sekali terpuaskan, secara temporer kehilangan kekuasaannya namun, setelah sejumlah waktu akan muncul lagi. Meskipun kebutuhan awalnya memiliki komponen biologis namun, banyak darinya hadir dalam situasi hubungan antarpribadi.

Kebutuhan antarpribadi yang paling mendasar adalah kelembutan. Tidak seperti kebutuhan lain, kelembutan mengisyaratkan tindakan-tindakan dari sekurang-kurangnya dua orang. Contohnya, kebutuhan bayi untuk menerima kelembutan bisa diekspresikan sebagai tangisan, senyuman, atau mendekut, sementara kebutuhan ibu untuk memberikan kelembutan bisa diubah menjadi sentuhan, timang-timang, atau pelukan.

Kelembutan adalah kebutuhan umum karena dia berkaitan dengan seluruh perasaan kesejahteraan seseorang. Kebutuhan-kebutuhan umum ini, yang meliputi juga oksigen, makanan, dan air, berkebalikan dengan kebutuhan-kebutuhan zonal, yang muncul dari zona-zona tubuh tertentu. Beberapa zona tubuh merupakan instrumen untuk memuaskan kebutuhan umum maupun kebutuhan zonal. Di kehidupannya yang paling dini, beragam zona tubuh mulai memainkan peran yang signifikan dan kekal dalam hubungan antarpribadi. Ketika memuaskan kebutuhan-kebutuhan umum akan makanan, air, dan lain-lain itu, bayi menghabiskan banyak energi lebih yang dibutuhkan, dan energi yang berlebih-lebihan ini ditransformasikan menjadi mode-mode karakteristik perilaku yang konsisten, yang disebut Sullivan sebagai dinamisme.

Kecemasan Tipe tegangan kedua adalah kecemasan. Berbeda dari tegangan-tegangan kebutuhan, yaitu bahwa yang kedua lebih berjarak dari yang pertama, lebih bercampur aduk, dan tidak memerlukan tindakan-tindakan konsisten untuk meredakannya. Sullivan merumuskan bahwa kecemasan ditransfer melalui orangtua kepada bayinya lewat proses empaty. Tanda-tanda kecemasan atau rasa tidak aman apa pun kebanyakan disambut oleh upaya orangtua untuk memuaskan kebutuhan bayi mereka. contohnya, seorang ibu member makan bayinya yang menangis karena cemas, karena keliru mengartikan rasa cemas itu dengan rasa lapar. Jika bayi enggan menerima susu, maka ibu mungkin akan menjadi lebih cemas lagi pada bayinya. Akhirnya, kecemasan bayi menjadi mencapai sebuah tingkatan yang bercampur aduk dengan aktifitas mengisap dan menelan. Dengan kata lain, kecemasan beroperasi terbalik dengan tegangan-tegangan kebutuhan dan mencegah agar kebutuhan-kebutuhan tidak terpuaskan.

Kecemasan juga memiliki efek pelenyapan pada orang dewasa. Ini adalah daya pemecah belah utama yang menghalangi perkembangan hubungan-hubungan antarpribadi yang sehat. Sullivan menggambarkan kecemasan seperti sebuah ledakan di dalam kepala, membuat manusia tidak sanggup belajar, memperbaiki ingatan, memfokuskan persepsi, bahkan mungkin bias terjerumus ke dalam amnesia total. Namun, di antara tegangan-tegangan itu kecemasan mempertahankan status quo bahkan terhadap semua kerusakan yang sudah dialami manusia. Jika tegangan lain menghasilkan tindakan-tindakan yang secara khusus mengarah kepada pembebasan, maka kecemasan menghasilkan perilaku-perilaku yang mencegah manusia belajar dari kesalahan-kesalahan mereka, mempertahankan agar mereka terus mengejar harapan kanak-kanak terhadap rasa aman, dan umumnya memastikan agar manusia tidak akan pernah bisa belajar dari pengalaman-pengalaman mereka.

Sullivan menekankan bahwa rasa cemas dan kesepian adalah keunikan di antara segala pengalaman, yaitu pengalaman ini benar-benar tidak diinginkan dan diharapkan. Karena rasa cemas itu sangat menyakitkan, manusia memiliki kecenderungan secara alamiah untuk menghindarinya, secara inheren menyukai kondisi euphoria, atau penghilangan tegangan secara total. Sullivan juga membedakan antara rasa cemas dan rasa takut. Rasa cemas biasanya berasal dari situasi-situasi hubungan antarpribadi yang kompleks, hadir dalam kesadaran walau hanya samar-samar, dan tidak mempunyai nilai positif. Rasa cemas juga dapat menghalangi pemuasan kebutuhan seseorang. Apabila kecemasan ditransformsikan terhadap tegangan, barulah ia dapat menghasilkan tindakan-tindakan yang bisa ditangani. Sedangkan rasa takut adalah lebih bias dibedakan, asal-usulnya lebih mudah ditemukan daripada rasa cemas, dan membantu manusia dalam memenuihi kebutuhannya.

BERBAGAI DINAMISME Transformasi-transformasi energi menjadi terorganisasikan sebagai pola-pola tingkah laku tipikal yang mencirikan perilaku seseirang disepanjang hidup mereka. Sullivan menyebut pola-pola perilaku ini dinamisme, mrupakan pola tingkah laku yang menetap dan berulang-ulang sehingga bias dikatakan sebagai suatu kebiasaan. Dinamisme memiliki dua kelas utama, yaitu yang pertama kelas yang terkait dengan zona-zona spesifik tubuh, dan yang kedua kelas yang terkait dengan tegangan-tegangan. Kelas kedua ini terdiri atas tiga kategori, yaitu :

Disjungsi ( Pemisahan Diri) Merupakan perilaku-perilaku merusak yang berhubungan dengan dendam (malevolence). Kedendaman adalah dinamisme yang ditandai dengan kejahatan dan kebencian, dicirikan oleh persaan seperti hidup di tengah-tengah musuh. Rasa dendam berasal dari pengalaman buruk yang dirasakan anak pada usia 2-3 tahun saat tindakan-tindakan anak yang mengharapkan kelembutan ibu ditolak, diabaikan, atau berhadapan dengan rasa cemas,dan rasa sakit. Dinamisme ini juga bias diakibatkan ketika orangtua berusaha mengontrol perilaku anak dengan rasa sakit fisik atau tuntutan bagi pembuktian, beberapa anak mulai mengadopsi perilaku dendam demi mempertahankan dan melindungi diri mereka ekspresi kelembutan. Bentuk dinamisme kedendaman ini dapat juga diekspresikan melalui tindakan kecemasan, pemalu, kenakalan, bentuk-bentuk perilaku social atau antisocial.

Isolating Merupakan pola-pola perilaku yang tidak berkaitan dengan interpersonal seperti nafsu (lust). Nafsu adalah sebuah kecenderungan untuk mengasingkan diri, tidak membutuhkan orang lain untuk pemuasannya. Dia memanifestasikan dirinya sebagai perilaku autoerotic, walaupun melibatkan orang lain sebagai objeknya. Dinamisme ini muncul pada saat remaja, sering disalah artikan sebagai ketertarikan seksual. Nafsu juga seringkali mendorong remaja melakukan tindakan-tindakan yang ditentang oleh orang lain, yang semakin meningkatkan rasa cemas dan menurunkan perasaan harga diri. Selain itu, nafsu juga sering kali menghindari hubungan intim, khususnya selama masa remaja awal ketika masih mudah bercampur aduk dengan ketertarikan sosial.

Konjungtif Merupakan pola-pola perilaku yang member manfaat kepada individu, seperti keintiman ( intimacy ) dan sistem diri ( self system ). Keintiman berkembang dari hubungan penuh kelembutan mencakup hubungan interpersonal yang erat diantara dua orang yang posisinya setara. Keintiman tidak boleh dicampuradukkan dengan ketertarikan seksual. Bahkan pada kenyatannya, keintiman ini sudah mulai berkembang menjelang masa puberitas diantara dua orang anak yang menilai temannya itu setara dengan dirinya. Dinamisme ini jarang terjadi dalam hubungan anak dan orangtua, kecuali ketika sang anak sudah dewasa dan melihat satu sama lain itu setara.Keintiman merupakan sebuah dinamisme yang menyatukan yang cenderung menyimpulkan reaksi-reaksi cinta dari orang lain sehinnga dapat menurunkan tingkat kecemasan dan kesepian, hal ini menjadi sebuah pengalaman berharga yang banyak diinginkan orang yang sehat.

Self system merupakan pola perilaku yang paling kompleks dan komprehensif, sebuah pola perilaku yang konsisten dalam memelihara rasa aman interpersonal seseorang dan melindungi dirinya dari kecemasan. Dinamisme ini muncul lebih awal dari keintiman yaitu sekitar usia 12-18 bulan ketika sang anak mengembangkan intelegensia dan pempresiksian, mereka mulai belajar perilaku mana yang akan menimbulkan atau menurunkan kecemasan. Kemampuan ini menyediakan bagi sistem diri peranti peringatan yang sudah terbangun dalam tubuhnya yang dapat berfungsi sebagai sinyal, memperingatkan individu bila ada pengalaman interpersonal yang mengancam keamanan diri dan akan menimbulkan kecemasan. Ketika dinamisme ini berkembang, manusia mulai membentuk sebuah gambaran tentang dirinya. Karena itu, seseorang akan langsung menyangkal atau mengubah pengalaman interpersonalnya apabila hal itu bertentangan dengan harga dirinya dan ia akan langsung mengartikan hal tersebut sebagai sesuatu yang mengancam rasa aman mereka. karena tugas utama sistem diri adalah melindungi individu dari kecemasan, sebagai konsekuensinya, individu berusaha mempertahankannya melalui pengoperasian rasa aman yang bertujuan untuk mengurangi perasaan-perasaan tidak aman atau kecemasan yang dihasilkan dari kepercayaan diri yang terancam bahaya. Ada dua pengoperasian rasa aman yang terpenting, yaitu :

Disosiasi Mecakup impuls-impuls, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan yang ditolak untuk masuk kedalam kesadaran. Pengalaman terus mempengaruhi kepribadian di tingkat bawah sadar seperti gambaran diri dalam mimpi, mimpi di siang bolong, dan aktifitas yang tidak direncanakan lainnya yang berada di luar kesadaran dan diarahkan untuk mempertahankan rasa aman interpersonal.

Ketidakpedulian Selektif Merupakan sebuah bentuk penolakan dari seorang individu untuk melihat sesuatu yang tidak ingin dilihatnya. Hal ini berbeda dari disosiasi, hal ini lebih bersumber kepada seberapa jauh usaha dari kita sendiri untuk tidak mengingat pengalaman yang tidak konsisten dengan sistem diri kita. Sebagai contohnya, kita melupakan bahwa kita pernah melakukan sebuah kenakalan.

BERBAGAI PERSONOFIKASI Merupakan suatu gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri atau orang lain. Personifikasi adalah perasaan, sikap, dan konsepsi kompleks yang timbul karena mengalami kepuasan kebutuhan atau kecemasan. Sullivan melukiskan tiga personifikasi dasar yang berkembang selama masa bayi, yaitu :

*Ibu Jahat, Ibu Baik ( Bad Mother, Good Mother* ) Personifikasi ibu jahat tumbuh dari pengalaman-pengalaman bayi yang berkaitan dengan proses penerimaan makanan yang tidak memuaskan dan bias tertuju kepada ibu, pengasuh, ayah, atau semua orang yang terlibat dalam situasi perawatan. Sedangkan bayi akan merasakan personifikasi ibu baik ketika sang bayi mendapatkan perlakuan yang baik seperti kelembutan, kehangatan, juga ketenangan saat proses penerimaan makanan. Kedua personifikasi ini akan berkombinasi membentuk sebuah personifikasi yang kompleks yang terdiri atas pengontrasan kualitas-kualitas yang diproyeksikan kepada satu pribadi yang sama. Sullivan mengatakan, walaupun sang bayi telah mengembangkan bahasa, kedua gambaran ibu yang bertentangan ini dapat hadir bersamaan dengan mudah.

Personifikasi Aku ( Me Personifications ) Selama periode pertengahan masa bayi, seorang anak memerlukan tiga personifikasi aku yang membentuk blok-blok bangunan personifikasi diri. Setiap personifikasi berkaitan untuk memunculkan konsepsi tentang “aku” atau “tubuhku”. Personifikasi aku-jahattumbuh dari pengalaman-pengalaman dihukum dan tidak disetujui yang diterima bayi dari ibu-pengasuh mereka. kecemasan yang dihasilkan cukup kuat untuk mengajarkan bayi bahwa mereka jahat. Namun, tidak begitu jahat untuk menyebabkan pengalaman dijarakkan atau tidak dipedulikan. Seperti porsonifikasi yang lain, personifikasi ini juga dibentuk dari situasi interpersonal, yaitu bayi dapat belajar bahwa mereka jahat hanya dari seseorang yang lain, biasanya dari ibu-jahat. Personifikasi aku-baik dihasilkan dari pengalaman bayi dengan penghargaan dan persetujuan. Bayi merasa baik-baik saja dengan diri mereka ketika dapat mengalami ekspresi kelembutan ibu. Pengalaman ini dapat menghilangkan kecemasan dan mengbangkitkan personifikasi aku-baik. Namun, kecemasan berat yang muncul tiba-tiba dapat menyebabkan bayi membentuk personifikasi bukan-aku. Personifikasi bukan-aku ini juga dapat dialami oleh orang dewasa dan diekspresikan dalam mimpi, dan reaksi-reaksi penjarakkan lainnya. Sullivan percaya bahwa pengalaman-pengalaman menakutkan ini selalu didahului oleh sebuah peringatan. Ketika orang dewasa terpukul oleh kecemasan berat yang mendadak, mereka pun dikuasai oleh emosi yang msiterius. Meskipun manusia mengalami ketidakmampuan dalam hubungan interpersonal mereka, emosi misterius masih bias berfungsi sebagai sinyal yang baeharga untuk mendekati reaksi-reaksi skizofrenik. Emosi yang misterius bias juga dialami dalam mimpi.

BERBAGAI TINGKATAN KOGNITIF Kognisi atau pengetahuan dalam hubungannya dengan kepribadian dibagi menjadi tiga tingkatan oleh Sullivan. Tingkatan-tingkatan ini mengacu kepada cara-cara mengamati, membayangkan, dan memahami.

Tingkatan Prototaksis Merupakan sebuah rangakaian suatu keadaan yang terpisah-pisah dari organisme yang melakukan penginderaan. Pada bayi yang baru lahir, akan merasa lapar dan sakit, dan pengalaman-pengalaman prototaksis ini menghasilkan tindakan yang bias diamati, seperti mengisap atau menangis. Sebagai pengalaman yang tidak terbedakan, peristiwa-peristiwa prototaksi melampaui kemampuan kesadaran kita untuk mengingatnya kembali. Pada orang dewasa, pengalaman-pengalaman prototaksi mengambil bentuk sensasi-sensasi, imajinasi, perasaan, suasana hati, dan impresi-impresi sesaat. Imaji-imaji primitive mimpi dan kesadaran akan hidup semacam ini hanya bisa dipahami samar-samar, bahkan mungkin tenggelam sepenuhnya di alam bawah sadarnya. Meskipun manusia tidak sanggup mengomunikasikan gambaran-gambaran ini kepada orang lain, namun, terkadang mereka dapat menceritakan kepada orang lain bahwa mereka baru saja mengalami suatu sensasi yang aneh yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Tingkatan Parataksis Merupakan pengalaman-pengalaman yang bersifat pralogis dan biasanya muncul ketika seseorang mengasumsikan sebuah hubungan kausal; penyebab dan efek; antara dua peristiwa yang kebetulan muncul bersamaan. Kognisi-kognisi parataksis lebih bias dibedakan daripada prototaksis namun, pemaknaan mereka masih pribadi. Karena itu, kognisi-kognisi ini dapat dikomunikasikan dengan orang lain hanya dalam bentuk yang sudah didistorsi. Contohnya seperti ketika seorang anak dikondisikan untuk berkata “tolong” agar dapat memperoleh permen. Jika kata-kata “permen” dan “tolong” muncul bersamaan beberapa kali, maka anak pada akhirnya sang anak akan menyimpulkan bahwa permintaannya itulah yang menyebabkan kemunculan permen yang merupakan sebuah distorsi parataksis, bahwa hubungan kausal hadir di antara dua peristiwa yang hadir hampir secara berturut-turut. Namun, kata “tolong” bukanlah penyebab kemunculan permen. Sebuah pribadi yang penuh pengertian harus hadir lebih dulu untuk mendengar kata-kata itu, dan dia juga harus sanggup dan bersedia menghargai permintaan itu. Perilaku-perilaku yang baik dari orang dewasa bisa juga muncul dari pola pikir parataksis semacam ini. Sullivan yakin bahwa pemikiran kita tidak pernah beranjak dari tingkat parataksis, bahwa kita melihat hubungan kausal antara pengalaman-pengalaman dimana pengalaman yang satu tidak ada kaitannya dengan pengalaman yang lain.

Tingkatan Sintaksis Merupakan pengalaman-pengalaman konsensual yang valid dan yang dapat dikomunikasikan secara akurat kepada orang lain. Simbol yang paling umum yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah simbol-simbol yang bersifat verbal. Sullivan mengatakan tingkatan sintaksis kognisi menjadi semakin mendominasi ketika anak mulai mengembangkan bahasa formal. Namun begitu, dominasi ini tidak pernah menghilangkan kognisi prototaksis yang muncul sebelumnya. Pengalaman orang dewasa berlangsung di ketiga tahapan kognisi ini.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN Menurut Sullivan, kepribadian berkembang dalam tahap-tahap perkembangan tertentu. Ancaman bagi hubungan interpersonal berlangsung di seluruh tahapan ini, dan kehadiran orang lain tidak bisa dilepaskan dari perkembangan seseorang sejak masa bayi sampai dewasa. Sullivan berhipotesis bahwa, “ ketika seseorang melewati salah satu dari ambang-ambang yang kurang lebih tertentu dari suatu era perkembangan, segala sesuatu yang sudah pergi sebelumnya bisa menjadi terbuka secara masuk akal kepada pengaruh-pengaruh. Ada tujuh tahapan perkembangan yaitu :

Infancy ( Masa Bayi ) Masa ini dimulai dari kelahiran sampai anak dapatmengembangkan ujaran yang tersrtikulasikan, biasanya sekitar 18 sampai 24 bulan. Sullivan yakin bahwa bayi dapat menjadi manusia melalui kelembutan yang diterimanya dari ibu-pengasuh. Bayi tidak dapat bertahan tanpa ibu-pengasuh yang menyediakan makanan, perlindungan, kehangatan, kontak fisik, dan membersihkan kotorannya. Namun, hubungan empatik antara ibu dan bayi selalu membawa dampak bagi perkembangan rasa cemas bayi. Kecemasan sang ibu dapat timbul dari kecemasan yang sudah dia pelajari sebelumnya, namun kecemasan sang bayi selalu berkaitan dengan situasi pengasuhan dan zona oral. Perilaku bayi untuk menyuarakan apa yang dialaminya tidak cukup kuat untuk mengatasi rasa cemasnya. Jadi, kapanpun bayi merasa cemas, mereka akan mengusahakan apapun untuk bisa mereduksi kecemasannya itu. Sullivan menyatakan, pada akhirnya, bayi memilah-milah antara sesuatu yang berkaitan dengan euphoria relative dalam proses pemberian makan dan kecemasan yang selalu mengancam dan tidak bisa diatasi. Terkadang, sang ibu salah mengartikan kecemasan sang bayi yang diekspresikannya lewat tangisan menjadi rasa lapar sehingga sang ibu member makan sang bayi. Situasi yang berlawanan ini akan memengaruhi kemampuan antara sang ibu dan bayi untuk bekerja sama. Tegangan yang memuncak ini akan membuat bayi kehilangan kemampuannya untuk menerima kepuasan dan akan mengalami kesulitan bernapas sehingga wajahnya membiru. Namun, perlindungan yang sudah terpasang dalam dirinya yang dapat mencegah bayi dari kematian. Perlindungan ini membiarkan bayi tertidur meskipun perutnya terasa lapar.
Saat menerima makanan bayi juga memuaskan kebutuhannya akan kelembutan. Kelembutan yang diterimabayi pada saat itu, membantu pegasuh dalam memperkenalkan bayi kepada beragam strategi yang diperlukan dalam situasi hubungan interpersonal. Di sekitar pertengahan masa ini bayi mulai belajar bagaimana berkomunikasi lewat bahasa. Periode masa bayi ini dicirikan oleh bahasa autistic, yaitu bahasa pribadi yang sedikit memahami kepribadian orang lain bahkan tidak sama sekali. Permulaan bahasa sintaksis dan akhir dari masa bayi ditandai dengan komunikasi yang dilakukan oleh bayi yang berlangsung dalam bentuk ekspresi wajah dan suara dari beragam fenomena sampai pada akhirnya gerak-gerik tubuh dan suara ucapan memiliki makna yang sama bagi bayi dan orang dewasa.

Masa Kana-Kanak ( Childhood ) Dimulai dengan kedatangan bahasa sintaksis dan terus berlanjut sampai kemunculan kebutuhan akan rekan bermain yang statusnya setara, biasanya sekitar 2 sampai 6 tahun. Personifikasi ganda ibu hilang dan perspeksi anak tentag ibu lebih kongruen dengan fakta ibu yang riil. Namun, peraonifikasi ibu-baik dan ibu-jahat tetap ada. Pada tahap ini anak juga sudah mulai bisa membedakan beragam orang yang sebelumnya membentuk konsep mereka tentang ibu-pengasuh, sehingga sekarang mereka dapat membedakan ibu dan ayah dan melihat bahwa masing-masing memiliki peran yang berbeda. Anak juga mulia membangun bahasa sintaksis dimana mereka harus melabeli perilaku baik atau jahat dengan mengimitasi orangtua mereka lebih dulu. Perilaku baik dan jahat pada tahap ini dioengaruhi oleh nilai sosial dan tidak lagimengacu pada hadir-tidaknya tegangan menyakitkan atau kecemasan.

Selama masa kanak-kanak, emosi menjadi timbal-balik. Hubungan antaraa ibu dan anak menjadi lebih pribadi dan tidak terlalu satu-sisi lagi. Bukannya melihat ibu sebagai baik atau jahat berdasarkan bagaimana dia memuaskan rasa lapar, anak mulai mengevaluasi ibu secara sintaksis berdasarkan apakah ibu menunjukkan perasaan lembut yang timbal-balik padanya dan mengembangkan sebuah hubungan berdasarkan pemuasan mutualistik kebutuhan-kebutuhan mereka berdua, ataukah ibu menunjukkan perilaku penolakan. Selain orangtua, anak-anak yang berusia prasekolah seringkali memiliki hubungan segnifikan yang lain – seorang teman bermain imajiner. Teman iedetik ini memampukan anak memiliki hubungan yang aman dan nyaman yang menghasilkan sedikit saja rasa cemas. Orang dewasa kadang-kadang mengamati anak-anak yang berusia prasekolah bercakap-cakap dengan teman imajiner itu, memanggilnya dengan nama tertentu, bahkan mungkinmendesak orangtuanya untuk menyediakan tempat tambahan di meja makan atau mobil atau tempat tidur untuknya. Selain itu, banyak orang dewasa dapat mengingat pengalaman-pengalaman kanak-kanak mereka sendiri dengan teman-teman bermain imajiner.

Sullivan menekankan bahwa memiliki teman imajiner bukan tanda ketidakstabilan atau patologis, melainkan peristiwa positif yang dapat membantu anak-anak menjadi siap untuk menjalin keintiman dengan teman yang riil selama tahap praremaja nanti. Teman-teman bermain ini menawarkan sebuah kesempatan untuk berinteraksi dengan pribadi lain yang membuat mereka merasa aman dan tidak akan meningkatkan tingkat kecemasan mereka. hubungan yang nyaman dan tidak mengancam dengan teman bermain imajiner mengizinkan anak untuk menjadi lebih independen dari orangtua dan menjalin hubungan akrab dengan teman-temannya di dunia nyata paad tahun-tahun berikutnya. Sullivan juga menyebutkan masa kanak-kanak sebagai periode akulturasi yang cepat. Selain menguasai bahasa, anak-anak juga belajar pola-pola budaya kebersihan dan peran yang diharapkan dari setiap jenis kelamin. Mereka juga belajar dua proses penting, yaitu dramatisasi adalah upaya bertindak atau bersuara seperti figure-figur otoritas yang signifikan, dan kesibukan adalah strategi untuk menghindari situasi-situasi yang memunculkan rasa cemas dan rasa takut dengan tetap sibuk dengan aktivitas-aktivitas sebelumnya yang sudah terbukti berguna atau dihargai.

Perilaku dendam mencapai puncaknya selama usai sekolah ini, memberikan kepada anak sebuah perasaan mendalam hidup dalam kebencian atau negeri musuh. Pada waktu yang sama, anak-anak juga belajar bahwa masyarakat sudah menenpatkan batasan-batasan tertentu bagi kebebasan mereka. dari batasan-batasan ini dan dari prngalaman-pengalaman dengan persetujuan dan perlarangan, anak lalu mengembangkan dinamisme-siri mereka, yang membantu mereka menangani rasa cemas dan menstabilkan kepribadian mereka. namun jika terlalu banyak mengenal stabolitas, sistem-diri akan sulit membuat perubahan-perubahan ke depan.

Masa Anak Muda ( Juvenile Era ) Masa anak muda dimulai dengan kemunculan kebutuhan akan teman sebaya atau teman bermain yang status dan tujuannya sama ketika seorang anak menemukan seorang teman karib untuk memuaskan kebutuhannya akan keintiman. Tahap ini pada umumnya ketika anak berusia 6 sampai 81/2 tahun. Selama tahap anak muda, Sullivan yakin seorang anak belajar berkompetisi yang dapat ditemukan diantara anak-anak meskipun beragam latar belakang budayanya. Selain itu, anak juga belajar untuk berkompromi dan juga kerja sama yang mencakup semua proses yang dibutuhkan untuk bisa berjalan bersama orang lain. Anak di masa anak muda harus belajar bekerja sam dengan orang lain di dunia hubungan interpersonal yang nyata.

Selama masa anak muda, anak-anak berkumpul dengan anak-anak lain yang posisinya setara. Hubungan satu-satu masih jarang, tetapi andaipun sudah ada, hubungan ini lebih didasarkan kepada rasa nyaman daripada keintiman sejati. Anak laki-laki dan perempuan bermain satu sama lain tanpa memperhitungkan perbedaan gender di antara mereka. meskipun hubungan diadik permanen baru akan terjai di depan, namun, anak-anak di usia ini mulai membuat pemilahan di antara mereka sendiri dan dari orang dewasa. Mereka melihat guru yang satu lebih lembut daripada yang lain, orangtua yang satu lebih lunak daripada yang lain. Dunia nyata semakin menjadi focus perhatian, mengizinkan mereka untuk beroperasi semakin besar di tingkatan sintaksis.

Di akhir tahap anak muda, seorang anak mestinya mengembangkan sebuah orientasi menuju kehidupan yang membuatnya lebih mudah untuk menangani secara konsisten rasa cemas, memuaskan kebutuhan zonal, dan kelembutan, dan menetapkan tujuan-tujuan yang didasarkan kepada memori dan prediksi. Orientasi menuju kehidupan ini mempersiapkan pribadi untuk menjalin hubungan antarpribadi yang lebih dalam ke depan.

Masa Praremaja ( Preadolescence ) Masa praremaja dimulai pada usia 81/2 sampai 13 tahun. Karakteristik praremaja yang utama adalah terbentuknya kemampuan untuk mengasihi. Sebelumnya, semua hubungan antarpribadi didasarkan hanya kepada pemuasan kebutuhan personal namun, selama masa praremaja, keintiman, dan kasih menjadi esensi persahabatan, keintiman melibatkan sebuah hubungan yang di dalamnya dua rekanan menvalidkan secara konsensual nilai pribadi satu sama lain. Kasih ini hadir saat kepuasan atau rasa aman pribadi lain menjadi sama signifikannya dengan kepuasan atau rasa aman dirinya.

Hubungan intim praremaja biasanya melibatkan pribadi lain dari jenis kelamin yang sama dan kira-kira juga dengan usia atau status social yang sama. Mengidolakan guru atau bintang film bukanlah hubungan intim karena bukan hubungan konsensual yang valid. Hubungan-hubungan signifikan usia ini tipikalnya berbentuk persahabatan anak laki-laki dengan anak laki-laki, dan anak perempuan dengan anak perempuan. Berusaha disukai rekan sebaya lebih penting bagi anak-anak praremaja daripada disukai guru atau orangtua. Persahabatan sanggup mengekspresikan dengan bebas opini-opini dan emosi-emosi satu samalain tanpa takut direndahkan atau dipermalukan. Pertukaran bebas pikiran dan perasaan pribadi ini menginisasi praremaja ke dalam dunia keintiman. Setiap persahabatn menjadi manusiawi sepenuhnya, mengalami perluasan kepribadian, dan mengambangkan ketertarikan lebih luas pada kemanusiaan semua orang.

Sullivan percaya bahwa masa praremaja adalah masa hidup yang paling tidak terganggu dan bebas. Figure orangtua masih signifikan, meskipun sekarang mereka dilihat dalam cahaya yang lebih realistic. Anak-anak praremaja dapat mengalami kasih yang tidak egois yang belum tercampuri nafsu. Semangat kerja sama yang mereka dapatkan selama masa anak muda berkembang menjadi kolaborasi atau kapasitas untuk bekerja dengan pribadi lain demi keejahteraan pribadi tersebut. Pengalaman-pengalaman selama praremaja sangat kritis bagi perkembangan masa depan masa ini, mereka akan mengalami kesulitan serius dalam hubungan interpersonal selanjutnya. Namun, pengaruh-pengaruh negative yang sebelumnya dapat dikikis oleh efek-efek positif dari hubungan intim ini. Bahkan sikap dendam dapat dibalikkan, dan banyak masalah kenakalan lain dapat dihilangkan dengan ppencapaian keintiman. Dengan kata lian, kekeliruan yang sudah dibuat selama tahapan-tahapan sebelumnya bisa diselesaikan di masa praremaja, sedangkan kekeliruan yang dibuat pada masa praremaja sulit diatasi.

Masa Remaja Awal ( Early Adolescence ) Masa remaja awal dimulai ketika anak berusia 13 sampai 15 tahun. Masa ini dimulai dari pubertas dan berakhir dengan kebutuhan akan cinta seksual terhadap seseorang. Masa ini ditandai oleh meledaknya ketertarikan genital dan datangnya hubungan yang sarat-nafsu. Kebutuhan akan keintiman yang dicapai selama tahapan-tahapan sebelumnya terus berlanjut pada masa remaja-awal ini. Namun, sekarang ditemani oleh sebuah kebutuhan yang parallel namun terpisah. Selain itu, rasa aman, atau kebutuhan untuk bebas dari rasa cemas, masih tetap aktif slama periose ini. Kalau begitu, keintiman, nafsu, dan rasa aman sering kali tumpang-tindih dan mengalibatkan stress dan konflik bagi remaja muda, minimal dengan tiga cara, yaitu :

Pertama nafsu mengganggu operasi-operasi rasa aman karena aktivitas genital sreing kali berakar pada rasa cemas, rasa bersalah, dan rasa dipermalukan.

Kedua keintiman juga dapat mengancam rasa aman, seperti saat para remaja muda mencari persahabatan dengan lawan jenisnya. Upaya-upaya ini dibebani keraguan-diri, perasaan tidak pasti dan perasaan dibodohi orang lain, yang dapat mengarah pada kehilangan percaya diri dan meningkatnyan kecemasan.

Ketiga keintiman sering kali berkonflik dengan nafsu selama masa remaja-awal. Meskipun teman-teman intim dengan rekan sebaya yang setara statusnya masih penting, namun, tegangan-tegangan genital yang kuat mendesak untuk dipuaskan tanpa didasarkan pada kebutuhan akan keintiman.

Karena itu, para remaja muda dapat tetap mempertahankan persahabatn intim yang sudah mereka peroleh dari masa praremaja sembari merasakan nafsu terhaadp orang-orang yang tidak mereka sukai bahkan mungkin tidak mereka kenal. Karena dinamisme nafsu bersifat biologis, dia menguasai pubertas tak peduli hubungan antarpribadi sudah dibanguan sebelumnya atau individu sudah siap menerimanya. Sullivan percaya bahwa masa remaja-awal adalah titik dalam perkembangan kepribadian. Pribadi dapat keluar dari tahapan ini entah dengan dominasi keintiman dan dinamisme nafsu, atau menghadapi kesulitan-kesulitan serius dalam hubungan antarpribadi selama tahapan-tahapan berikutnya. Meskipun penyesuaian seksual penting bagi perkembangan kepribadian, Sullivan merasa bahwa masalah yang riil terletak dalam jalan-bersama dengan pribadi lain.

Masa Remaja Akhir ( Late Adolescence ) Masa remaja-akhir dimulai saat anak berusia 15 tahun keatas dan ketika anak muda sanggup merasakan nafsu dan keintiman terhadap satu orang yang sama dan akan berakhir pada masa dewasa saat mereka sanggup membangun sebuah hubungan cinta yang abadi. Ciri utama masa remaja-akhir adalah penyatuan antara keintiman dan nafsu. Upaya-upaya eksplorasi-diri masa remaja-awal yang penuh masalah mulai berkembang menjadi suatu pola aktivitas seksual yang stabil, yang di dalamnya pribadi yang dicintai sekaligus bisa diterima sebagai objek bagi ketertarikan nafsu. Dua pribadi dari jenis kelamin yang berbeda tidak lagi diinginkan hanya semata-mata sebagai objek seks, namun, sebagai pribadi yang sanggup dicintai tanpa rasa egois. Masa remaja-akhir yang berhasil mencakup perkembangan mode sintaksis. Mereka belajar dari orang lain bagaimana hidup di dunia orang dewasa, dan keberhasilan perjalanan melalui tahapan-tahapan sebelumnya memfasilitasi merela dengan penyesuaian ini.

Jika epos-epos perkembangan sebelumnya tidak berhasil, anak muda akan memasuki periode remaja-akhir tanpa hubunagn antarpribadi yang intim, pola-pola yang tidak konsisten dalam aktivitas seksual, dan kebutuhan besar untuk mempertahankan operasi-operasi rasa aman. Mereka akan sangat mengandalkan mode parataksis untuk menghindari rasa cemas dan berjuang untuk mempertahankan rasa percaya diri lewat ketidakpedulian selektif, disosiasi, dan simptom-simptom neurotik lainnya. Karena percaya bahwa cinta adlah kondisi universal anak muda, mereka saling kali jatuh cinta. Tetapi hanya pribadi dewasa yang memiliki kemampuan untuk mencintai, sementara yang belum dewasa hanya menjalani gerakan-gerakan jatuh cinta ini dalam rangka mempertahankan rasa aman meraka.

Masa Dewasa ( Adulthood ) Kesuksesan menyelesaikan tahap remaja-akhir memuncak pada masa dewasa, sebuah periode dimana orang dapat membangun sebuah hubungan cinta minimal dengan satu pribadi lain yang signifikan. Sullivan menyatakan bahwa keintiman yang dikembangkan dengan sangat tinngi terhadap orang lain bukan hal yang utama kepuasan dalam hidup. Sketsa Sullivan tentang orang dewasa, tidak didasarkan kepada pengalaman klinisnya, melainkan sebagai hasil dari penyempurnaan konseptual tahapan-tahapan sebelumnya. Orang-orang dewasa begitu perseptif terhadap rasa cemas, kebutuhan, dan rasa aman orang lain. Mereka beroperasi terutama di tingkatan sintaksisdan menemukan hidup menarik dan menyenangkan.

GANGGUAN PSIKOLOGIS Sullivan percaya bahwa semua gangguan psikologis memiliki asal usul hubungan antarpribadi dan bisa dipahami hanya dengan mengacu kepada lingkungan social pasien. Dia juga yakin bahwa kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada pasien-pasien psikiatri bisa juga ditemukan pada setiap orang, meski dengan derajat yang lebih kecil. Tidak ada yang unik dengan kesulitan-kesulitan psikologis ini karena semuanya berasal dri jenis masalah antarpribadi sama yang dihadapi oleh semua orang. Kebanyakan terapi-terapi awal Sullivan berhubungan dengan pasien-pasien skizofrenik, dan kebanyakan kuliah dan tulisannya yang sebelumnya membahas skizofrenia.

Reaksi-reaksi yang terjarakkan, yang sering kali mendahului skizofrenia, dicirikan oleh rasa kesepian, rasa percaya diri yang rendah, emosi misterius, hubungan yang tidak memuaskan, dan kecemasan yang semakin meningkat. Manusia dengan kepribadian yang terjarakkan, yang umum bagi semua orang, berusaha meminimalkan kecemasan dengan membangunnsebuah sistem-diri elaborative untuk menghalangi pengalaman-pengalaman yang mengancam rasa aman mereka.

Jika individu-individu normal merasa relative aman dalam hubungan-hubungan antarpribadi mereka dan tidak perlu mengandalkan secara konstan kepada penjarakan sebagai cara melindungi kepercayaan diri, maka individu-individu yang terganggu mentalnya ini menjarakkan banyak pengalaman mereka dari sistem-diri mereka sendiri. Jika strategi ini terus dipertahankan, mereka akan semakin beroperasi di dunia privat mereka sendiri, dengan semakin meningkatnya distordi0distorsi parataksis dan menurunnya pengalaman-pengalaman konsensual yang valid.


BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN

Kontribusi utama Sullivan bagi teori kepribadian adalah konsepsinya tentang tahap-tahap perkembangan.

Sullivan melihat kepribadian sebagai sebuah system energi. Energi dapat eksis sebagai tegangan ataupun sebagai aksi itu sendiri.

Ada dua tipe tegangan yaitu berbagai kebutuhan dan kecemasan.

Berbagai tingkatan kognitif ada 3 yaitu : tingkatan prototaksis, parataksis, dan sintaksis.

Tahap tahap perkembangan ada 7: masa bayi, masa kanak – kanak, masa anak muda, masa pra remaja, masa remaja awal, masa remaja akhir, masa dewasa.

Terapi-terapi awal Sullivan berhubungan dengan pasien-pasien skizofrenik, dan kebanyakan kuliah dan tulisannya yang sebelumnya membahas skizofrenia.


DAFTAR PUSTAKA

Hall Calvin S dan Gardner Lindzey.1993. Psikologi Kepribadian 1. Editor Dr. A. Supratiknya.
Yogyakarta. Kanisius.